April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Menyorot Fenomena Suami PMI Yang Menjadi Pamong Praja

3 min read

Selain fenomena Bang Toyib, ternyata ada fenomena Pamong Praja yang turut menyebabkan perceraian terjadi di kalangan pasangan rumah tangga pekerja migran.

Jika fenomena Bang Toyib disebabkan pasangan ditinggalkan bekerja ke luar daerah, Pamong Praja merupakan fenomena suami mengurus pekerjaan rumah tangga, sementara sang istri bekerja di luar negeri.

Pamong Praja merupakan singkatan dari Papa Momong, Perempuan Bekerja. Istilah itu merujuk pada realitas banyaknya perempuan muda di kawasan Madiun Raya (Madiun, Ponorogo, Magetan, Ngawi) yang bekerja sebagai pekerja migran . Akibatnya, suami justru lebih banyak mengurus rumah tangga.

Pemandangan seorang pria mengantar dan menunggui anak anak mereka saat duduk di bangku Taman Kanak-kanak, pemandangan para suami yang menggendong balita mereka datang ke posyandu, hingga pemandangan para ayah muda menjemur pakaian balita di pekarangan rumah merupakan pemandangan yang mudah ditemukan di kawasan Madiun Raya.

Fenomena demikian terjadi sudah cukup lama. Dan sebenarnya bukan hanya di kawasan Madiun raya juga, namun di daerah lain yang menjadi kantong pekerja migran, dimana secara massal, populer perempuan menjadi pekerja migran dengan berbagai pertimbangan, populasi pamong praja tumbuh subur berkembang disana.

Dasmpak positif dari pamong praja, tentu secara langsung terhadap tumbuh kembang anak yang tetap dibawah pengawasan dan pengasuhan orang tua meski tidak kedua-duanya. Disisi lain, suami juga bisa lebih fokus menata urusan domestik mereka.

Namun dampak negatif dari fenomena ini, seringkali membuat laki-laki merasa menjadi manusia tidak berharga. Hal ini diperparah dengan tidak adanya saling kesadaran diantara pasangan, egois lantaran peran, hingga mencari pelampiasan.

Banyak yang berhasil menata rumah tangga menjadi rumah tangga yang makmur dengan meski harus melakukan cara pamong praja. Namun tak jarang, fenomena pamong praja berujung pada perceraian rumah tangga pekerja migran.

Suami mengasuh anak dan istri kerja di luar negeri untuk mencari nafkah memang memiliki beban tersendiri bagi laki-laki. Kodrat lahir sebagai kaum adam untuk menjadi kepala keluarga dan mencari nafkah bagi istri dan anak-anaknya menjadikan permasalahan tersendiri jika ia harus tinggal di rumah mengasuh anaknya tanpa pekerjaan yang tetap.

Namun, tuntutan hidup yang semakin mahal, persaingan yang semakin ketat, membuat fenomena pamong praja tak mampu dihindari.

So, sebaiknya bagaimana menjalani pasangan dengan gaya hidup pamong praja ?

Agus setyono, Psikolog dan Akademisi yang dekat dengan dinamika rumah tangga pekerja migran menyebut, persoalan dasar, disamping persoalan ekonomi dalam fenomena pamong praja adalah permasalahan konsep diri, baik pada suami maupun pada laki-laki.

“Setiap individu lahir dan hidup dengan memiliki self concept, tentu setiap laki-laki dengan konsep dirinya, berkeinginan bisa menjadi tulang punggung, hidup mapan sebagai kepala rumah tangga yang sejahtera dan berkecukupan. Saat dihadapkan pada kenyataan ketatnya persaingan dunia kerja, pendapatan yang sangat rendah dibanding dengan angka kebutuhan, dan solusi satu-satunya adalah harus merelakan istri menjadi TKW, ya mau gimana lagi, proses adaptasi diri harus dia lakoni” terang Agus.

Agus menambahkan, proses adaptasi, seyogyanya disadari dan dilakukan oleh kedua belah pihak, sebab proses adaptasi yang didalamnya terkandung proses saling memotivasi, berkoordinasi dan menyepakati, jika terjadi kesalahan dalam melakoni, akan mengakibatkan dampak fatal pada konsep diri mereka.

“Gagalnya beradaptasi dengan konsep diri, rentaan berlanjut pada perceraian” tegas Agus.

So, bagi para pamong praja dan suami dari pamong praja, Agus menyarankan untuk menjaga kualitas komunikasi, bagi yang tidak tersandung masalah, dan memperbaiki kualitas komunikasi bagi yang tersandung masalah.

“Sayangnya, pemerintah hingga kini belum menyediakan layanan konsultasi keluarga secara terstruktur yang bisa menjangkau seluruh TKI dan TKW, sehingga selama ini dalam pandangan saya, angka keretakan rumah tangga pada pekerja migran kian melambung tinggi” pungkas Agus. [Asa]

Advertisement
Advertisement