Meskipun Kualitas Hidup Masih Rendah, Angka Harapan Hidup Indonesia Naik
JAKARTA – Angka harapan hidup Indonesia terus mengalami perbaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Data BPS menunjukkan adanya kenaikan angka harapan hidup atau AHH di Indonesia dengan rata-rata 0,24 –0,30% setiap tahunnya dalam satu dekade terakhir. Misalnya, selama periode 2010 hingga 2019, umur harapan hidup saat lahir meningkat sebesar 1,53 tahun atau sekitar 0,24% per tahun.
Pada tahun 2020 terjadi kenaikan tajam, meskipun pandemi Covid-19 melanda, AHH naik menjadi 73,37 tahun dan terus naik perlahan pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2024, AHH tercatat mencapai 74,15 tahun, meningkat sebesar 0,30% dibanding tahun sebelumnya atau sekitar 0,22 tahun per tahun. Angka harapan hidup sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk kualitas penyediaan layanan kesehatan di setiap daerah. Sehingga, nilai angka harapan hidup berbeda-beda di setiap provinsi di Indonesia. Lantas, provinsi manakah yang memiliki angka harapan hidup tertinggi di Indonesia?
Apa Itu Angka Harapan Hidup?
Angka harapan hidup merupakan rata-rata perkiraan tahun hidup yang dapat dijalani seseorang sejak lahir hingga wafat. Ini merupakan ukuran statistik yang menunjukkan berapa lama, secara rata-rata, seseorang diharapkan hidup berdasarkan kondisi kesehatan, kematian, dan faktor demografis di suatu populasi. Angka ini digunakan sebagai indikator kondisi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, serta evaluasi kinerja pemerintah dalam bidang kesehatan dan sosial. Adapun perhitungan idealnya menggunakan data kematian menurut umur, tetapi di beberapa tempat bisa dihitung secara tidak langsung dari umur rata-rata orang yang meninggal dalam periode tertentu.
Mengapa Angka Harapan Hidup Indonesia Berbeda di Setiap Provinsi?

Berdasarkan data BPS 2024, DI Yogyakarta menjadi provinsi dengan angka harapan hidup tertinggi dengan persentase 73,66% untuk laki-laki dan 77,4% bagi perempuan. Diikuti dengan Jawa Tengah sebesar 73,21% dan 76,99% pada peringkat kedua, dan Kalimantan Timur pada peringkat di bawahnya dengan angka harapan hidup 73,21% dan 76,9%. Menunjukan adanya arah pemerataan penyediaan layanan kesehatan yang semakin baik dan merata.
Meskipun menunjukan grafik yang cenderung simetris, apabila mengintip 3 peringkat terakhir daerah dengan angka harapan hidup terendah, pemerintah masih memiliki PR besar terhadap isu ini di wilayah Timur khususnya Papua Pegunungan (62,83% dan 66,68%), Sulawesi Barat (64,37% dan 68,27%), Papua Selatan (64,53% dan 68,27%) dan sejumlah provinsi lainnya di daerah Timur tersebut seperti Nusa Tenggara dan Maluku, yang masih memiliki angka harapan hidup cukup rendah.
Kualitas dan akses layanan kesehatan, termasuk ketersediaan tenaga medis, serta obat-obatan yang memadai menjadi salah satu indikator utama yang mempengaruhi angka ini. Salah satu penelitian yang dikeluarkan UPNV Jakarta menunjukan bahwa JKN efektif mengurangi beban biaya dan memperluas cakupan layanan kesehatan yang turut membantu meningkatkan persentase AHH di Indonesia. Sehingga pengaruh kebijakan kesehatan memegang peran penting dalam upaya ini.
Selain itu faktor lain seperti kondisi ekonomi dan sosial, mencakup tingkat kemiskinan, pendidikan, dan pendapatan per kapita (PDRB) turut memengaruhi AHH. Daerah dengan ekonomi yang lebih baik biasanya juga memiliki harapan hidup lebih lama. Sebaliknya, daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi biasanya memiliki akses lebih rendah ke layanan kesehatan, gizi yang buruk, dan kondisi lingkungan yang cenderung tidak sehat. Hal ini berkontribusi menurunkan angka harapan hidup. Misalnya, di daerah-daerah miskin, penyakit infeksi dan malnutrisi lebih banyak terjadi sehingga usia hidup rata-rata menjadi lebih rendah.
Pendidikan yang lebih baik juga turut berkorelasi erat dengan peningkatan AHH. Masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi, cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai hidup sehat, akses informasi kesehatan, dan kemampuan ekonomi untuk mendapatkan perawatan medis. Pendidikan juga ikut menentukan pola hidup yang di jalani masyarakat seperti kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol yang berpotensi memperpendek masa hidup seseorang.
Sehingga, untuk terus memperbaiki AHH masyarakat Indonesia, perlu adanya evaluasi rutin pada berbagai sektor termasuk kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Menilik data lebih jauh, angka harapan hidup laki-laki dan perempuan juga menunjukan perbedaan yang cukup masif hampir di seluruh provinsi, setiap tahunnya. Hal-hal seperti faktor biologis, gaya hidup dan profesi menjadi alasan perbedaan angka yang mencolok ini.
Hormon estrogen pada perempuan memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung dan efek antioksidan, serta dua kromosom X yang dimiliki perempuan, memberikan redundansi genetik lebih baik dibanding laki-laki yang hanya memiliki satu kromosom X. Selain itu, gaya hidup laki-laki yang lebih banyak mengonsumsi rokok serta minuman beralkohol yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang cenderung lebih berisiko, memungkinkan perempuan untuk hidup lebih lama sekitar 4– 5 tahun dibanding laki-laki.
AHH Membaik Namun HALE Masih Rendah

Meskipun angka harapan hidup terus meningkat secara perlahan, HALE atau usia harapan hidup sehat masih menunjukan persentase rendah. HALE mengukur berapa lama seseorang dapat hidup dalam kondisi sehat tanpa penyakit atau kecacatan berat. Jadi, meskipun AHH di Indonesia meningkat, HALE masih lebih rendah karena banyak lansia yang hidupnya dipenuhi dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes.
Angka usia harapan hidup sehat (HALE) Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara-negara lain, yaitu sekitar 62-63 tahun. Ini berarti meskipun rata-rata umur harapan hidup mencapai 71-74 tahun, masih terdapat selisih sekitar 8-11 tahun yang dihabiskan dalam kondisi sakit atau disabilitas.
Menurut Global Burden of Disease Study 2019, Indonesia memiliki HALE rata-rata 63 tahun, meningkat dari 56 tahun pada 1990, namun masih di bawah negara G20 seperti Jepang (74 tahun), Australia (70 tahun), dan Cina (69 tahun). Faktor rendahnya HALE ini terkait tingginya prevalensi penyakit menular (seperti tuberkulosis) dan penyakit tidak menular (kanker, diabetes, stroke).
Sehingga berdasarkan data yang dipaparkan dan merujuk analisis berbagai studi, dapat terlihat jelas bahwa angka harapan hidup di Indonesia menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Namun, tantangan besar masih ada pada meningkatkan usia harapan hidup sehat agar masyarakat tidak hanya hidup lama, tetapi juga berkualitas.
Untuk itu, perlu adanya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor kesehatan untuk terus berupaya memperbaiki akses layanan, meningkatkan kesadaran pola hidup sehat, serta mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi yang berdampak pada kesehatan. []
Sumber Good Stats
