September 16, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Minum Kopi Lalu Tidur Siang, Begini Manfaatnya

3 min read

JAKARTA – Di tengah budaya modern yang dijejali kafein—dari minuman energi hingga trik “sleep hack” untuk menjaga fokus—satu strategi sederhana terus muncul kembali: minum kopi lalu tidur siang.

Praktik yang sering dijuluki “caffeine nap” ini sebenarnya bukan hal baru. Di Spanyol misalnya, sudah lazim orang menutup makan siang dengan secangkir kopi lalu siesta alias

“molor”. Namun, baru belakangan para ahli mulai meneliti apakah kebiasaan ini memang punya dasar ilmiah.

Tetapi, apakah benar secangkir kopi sebelum tidur siang bisa memberi dorongan energi lebih besar dibanding hanya kopi atau hanya tidur saja? Para ahli endokrin dan pakar tidur membedah mekanisme molekuler di balik “caffeine nap” ini—beserta keterbatasannya.

Rasa kantuk bukan cuma soal perasaan, tetapi proses kimia dan biologis. Salah satu “pemain” utamanya adalah adenosin, neuromodulator yang menumpuk di otak seiring sel membakar energi. Adenosin yang menumpuk akan menempel pada reseptor khusus—A1, A2A, A2B, A3—yang mengatur fungsi sel penting, termasuk tidur.

“Ketika reseptor ini aktif, transmisi saraf dan pelepasan neurotransmiter melambat,” kata Scott Rivkees, ahli endokrin pediatrik sekaligus profesor di Brown’s School of Public Health, seperti dikutip dari National Geographic, Kamis (11/9).

Pada tubuh, efeknya seperti memutar dimmer switch mental: aktivitas saraf terhambat, kita jadi mengantuk. Saat tidur, adenosin dipecah sehingga otak bisa berfungsi normal kembali. Kafein “menyabotase” sistem ini.

Ketika reseptor ditempati kafein, adenosin tak bisa lagi memperlambat aktivitas otak. Sel saraf terus menembakkan sinyal, neurotransmiter terus mengalir, dan kita merasa segar.

“(Kafein adalah) antagonis adenosin yang kuat dan akan memblokir adenosin di semua subtipe reseptornya. Ini hubungan yin-yang. Jika konsentrasi kafein sangat tinggi, mayoritas reseptor adenosin akan terblokir,” tutur Rivkees.

Namun, tubuh beradaptasi. Saat kafein terus memblokir reseptor adenosin, tubuh memproduksi reseptor lebih banyak. Hasilnya: butuh dosis kafein lebih tinggi untuk efek yang sama—itulah toleransi dan ketergantungan pada level molekuler.

Baik tidur siang maupun kafein sama-sama “mereset” otak—tidur dengan membersihkan adenosin, kafein dengan memblokirnya. Tapi apakah kombinasi keduanya memperkuat efeknya? Secara teori, hal itu masuk akal.

“Tidur siang sendiri mengurangi kantuk. Kafein juga mengurangi kantuk. Jadi jika kita gabungkan, efeknya bisa lebih kuat,” kata Seiji Nishino, profesor emeritus psikiatri, ilmu perilaku, dan kedokteran tidur di Stanford.

Untungnya, kafein baru bekerja penuh setelah 20–30 menit—persis durasi tidur siang ideal. “Kalau kita tidur lebih dari 30 menit atau satu jam, kita masuk tidur dalam, yang justru bikin ‘mabuk tidur’,” tambah Nishino.

 

Minim riset

Meski populer, caffeine nap masih minim riset. Studi tahun 1997 menemukan peningkatan kemampuan mengemudi pada peserta yang menggabungkan kopi dan tidur singkat.

Penelitian 2001 juga mencatat manfaat kafein dalam mengurangi kantuk setelah tidur siang. Tapi buktinya masih tipis. “Secara konsep, ini benar. Tetapi, saya belum tahu benar-benar apakah ini bekerja,” imbuh Nishino.

Teori ini diuji lebih serius dalam sejumlah studi. Pada studi percontohan 2020, peneliti menemukan caffeine nap—200 mg kafein tepat sebelum istirahat 30 menit—mengurangi kelelahan dan meningkatkan kognisi.

“Sebagian besar studi melibatkan relawan muda usia 20-an hingga 30-an. Jadi orang yang lebih tua atau punya gangguan tidur mungkin tak mendapat manfaat yang sama,” kata Nora D. Volkow, direktur National Institute on Drug Abuse di AS.

Meski kafein terbukti meningkatkan kewaspadaan, Volkow mengingatkan caffeine nap bukanlah peluru perak produktivitas. “Caffeine nap tidak bisa menggantikan tidur malam yang cukup,” jelasnya. []

 

 

Advertisement
Advertisement

Leave a Reply