February 5, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Miris ! Diprediksi Ada 5 Ribu Orang Ditelan Lumpur di Palu

3 min read

PALU – Delapan hari pascagempa dan tsunami di Palu-Donggala, Sulawesi Tengah, korban meninggal dunia bertambah. Belum lagi korban hilang dan yang masih tertimbun reruntuhan bangunan.

Kepala Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memaparkan, korban meninggal dunia per 7 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB sebanyak 1.763 orang.

“Penyebarannya di Palu sebanyak 1.519 orang, di Donggala 159 orang, Sigi 69 orang, Parigi Moutong 15 orang, dan Pasangkayu 1 orang,” ujarnya di Graha BNPB, Jakarta, Minggu (7/10).

Dari jumlah 1.763 korban meninggal dunia, sebanyak 1.755 jenazah telah dimakamkan. Selain itu masih ada korban yang dilaporkan hilang dan yang tertimbun di reruntuhan bangunan. “Korban hilang 265 orang dan tertimbun 152 orang,” ujarnya.

Korban luka-luka berat sebanyak 2.632 orang dan dirawat di sejumlah rumah sakit. Selain itu, ada sebanyak 62.359 jiwa menjadi pengungsi dan tersebar di 147 titik.

Selain menjadi pengungsi di titik-titik kantung pengungsian, sebagian warga melakukan eksodus dari Palu pasca-gempa dan tsunami.

Tercatat ada 8.110 warga meninggalkan Palu. Sebagian besar melakukannya karena masih trauma dan tertekan dengan masih minimnya fasilitas dan kebutuhan hidup di kota Palu. “Makanya pemerintah memfasilitasi lewat jalur udara ataupun laut kepada mereka ,” kata dia.

Dari data BNPB, masyarakat yang menggunakan pesawat terbang meninggalkan Kota Palu sebanyak 6.157 orang. Sebanyak 4.631 orang ke Makassar, 1.173 ke Balikpapan, 182 ke Jakarta, dan 171 ke Manado.

Sementara, warga yang meninggalkan kota Palu dengan transportasi kapal laut sebanyak 1.913 orang. “Yang menuju Makasar sebanyak 1.858 orang dan yang ke Balikpapan 55 orang. Evakuasi ini juga berjalan tertib, katanya.

Sementara itu, BNPB kesulitan untuk melakukan pendataan terhadap warga yang meninggalkan kota Palu dengan jalur darat.

5 Ribu Orang Diduga Ditelan Lumpur

BNPB berencana mendatangkan eskavator amfibi untuk melakukan pencarian dan evakuasi para korban di Desa Jono Oge, Kabupaten Sigi. Daratan desa tersebut hilang ditelan lumpur yang amblas dan bergerak atau fenomena likuifaksi bersamaan gempa bumi 7,4 magnitudo di Palu-Donggala Jumat (28/9) lalu.

Ditaksir ada 366 unit bangunan yang mengalami kerusakan di desa tersebut. “Ditambah kondisi lumpurnya masih basah dan karena itu diperlukan eskavator amfibi sebanyak 6 unit di sana,” kata Sutopo.

Menurut Sutopo, bila tidak menggunakan alat tersebut, proses evakuasi akan mengalami kesulitan karena wilayah tersebut mengalami fenomena likuifaksi.

Apalagi area Desa Jono Oge yang terdampak fenomena terkena terbilang luas, yakni 202 hektare dan ada sekitar 366 unit rumah rusak.

Menurut dia, dari pengamatan di lapangan, kondisi rumah warga sudah tak bisa dikenali. Pasalnya, rumah telah tenggelam oleh lumpur di kedalaman sekira 3 meter.

Dengan didatangkannya eskavator, diharapkan proses pencarian dan evakuasi korban di Desa Jono Oge bisa terus dilakukan. “Apakah sektor Timur dan sebagainya, tidak semuanya area di sini tertimbun oleh lumpur sehingga evakuasi terus dilakukan oleh Tim SAR,” ungkap Sutopo.

Sutopo mengungkapkan, selain Desa Jono Oge, dua daerah lain juga mengalami fenomena likuifaksi. Yakni, Desa Petobo dan Perumahan Balaroa, dan Sidera juga mengalami likuifaksi dan diperkirakan banyak korban terendam lumpur sedalam 3 meter.

Dikatakan Sutopo, ada 1.405 unit rumah di daerah Balaroa dan 2.050 unit di Desa Petobo. dari jumlah itu, ditaksir sebanyak 1.747 rumah mengalami kerusakan sangat parah di wilayah Perumnas Balaroa. Sedangkan di Desa Petobo ada 744 rumah yang mengalami rusak parah.

Dan dari laporan Kepala Desa Balaroa dan Petobo, diketahui ada sekitar 5.000 orang yang diduga hilang tertelan lumpur akibat fenomena likuefaksi di dua wilayah tersebut.

“Itu berdasarkan laporan dari Kepala Desa Balaroa dan Petobo,” kata Sutopo.

Menurut Sutopo, banyak unit rumah di Balaroa maupun Petobo yang tertimbun akibat tanah yang mengalami likuefaksi.

Apalagi ada lebih seribu unit rumah di masing-masing wilayah tersebut sehingga diperkirakan banyak korban yang terkena fenomena likuefaksi. Belum lagi korban yang tertimbun material bangunan.

Meski begitu, BNPB terus melakukan verifikasi terhadap data jumlah korban yang hilang akibat fenomena likuefaksi itu. “Karena bisa saja ada penduduk yang mengungsi ke daerah lain, tetapi ternyata dianggap hilang,” pungkasnya.[den]

Advertisement
Advertisement