Mulai 2025, Jepang Akan Memberlakukan Kebijakan Empat Hari Kerja Dalam Sepekan Agar Warganya Punya Waktu banyak Untuk Berketurunan
JAKARTA – Ibu kota Jepang, Tokyo memberlakukan empat hari kerja seminggu bagi pegawai kota dalam upaya meringankan beban orang tua dan mendukung keluarga muda memiliki lebih banyak waktu bersama. Perubahan ini bertujuan mengatasi fakto-faktor yang menyebabkan banyak pasangan Jepang enggan memiliki anak.
Angka kelahiran di Jepang tahun lalu turun ke rekor terendah yaitu 1,2 anak per wanita selama hidupnya.
Pemberlakukan empat hari kerja ini diumumkan Gubernur Tokyo Yuriko Koike pekan ini dan akan berlaku mulai April. Menurut aturan ini, pegawai pemerintah metropolitan akan memiliki pilihan untuk mengambil cuti tiga hari setiap minggu.
“Kami akan terus meninjau gaya kerja kami secara fleksibel sehingga tidak ada yang harus meninggalkan karier mereka karena berbagai peristiwa penting dalam hidup seperti melahirkan dan mengasuh anak,” kata Koike dalam pidato kebijakan di sesi reguler keempat Majelis Metropolitan Tokyo, sebagaimana dilansir Newsweek.
“Kini saatnya bagi Tokyo untuk mengambil inisiatif guna melindungi dan meningkatkan kehidupan, mata pencaharian, dan ekonomi rakyat kita selama masa-masa sulit bagi negara ini,” imbuhnya.
Banyak pekerja kota Tokyo menikmati fleksibilitas, seperti dapat memilih kapan harus masuk dan pulang kerja serta pilihan untuk mengambil satu hari libur setiap empat minggu.
Dalam sambutannya, Koike juga mengumumkan kebijakan terpisah untuk mengizinkan orang tua siswa kelas satu hingga tiga untuk pulang kerja hingga dua jam lebih awal dengan imbalan gaji yang sedikit dikurangi.
Diharapkan, kebijakan ini dapat membantu orang tua mengurus anak mereka lebih baik, sementara pasangan muda memilki lebih banyak waktu intim bersama, yang dapat berdampak pada kenaikan tingkat kelahiran.
Kesulitan demografi Jepang terus memburuk, menimbulkan pertanyaan tentang dampak jangka panjang pada ekonomi terbesar kedua di Asia tersebut.
Antara Januari dan Juni, Jepang hanya mencatat 350.074 kelahiran—penurunan hampir 6 persen dari tahun ke tahun dan angka enam bulan terendah sejak pencatatan dimulai pada 1969. Sementara itu, kematian meningkat sebesar 2 persen menjadi 811.819, yang merupakan rekor baru dalam 55 tahun. Hampir 30 persen dari populasi Jepang kini berusia di atas 65 tahun.
Angka kesuburan, atau jumlah rata-rata anak yang diharapkan dimiliki seorang wanita dalam hidupnya, turun ke rekor terendah 1,2 tahun lalu. Jumlah pernikahan juga turun menjadi 474.717, jumlah terendah sejak Perang Dunia II.
Kementerian Kesehatan Jepang telah memperingatkan bahwa negara itu hanya memiliki beberapa tahun lagi untuk membalikkan penurunan demografinya. Sebagai tanggapan, pemerintah pusat dan daerah telah meluncurkan berbagai inisiatif, mulai dari tunjangan tunai per anak hingga aplikasi perjodohan, dalam upaya untuk meningkatkan angka kelahiran.
Pemerintah telah mendorong perusahaan untuk mengadopsi empat hari kerja seminggu sejak 2021. Namun, Associated Press melaporkan bahwa hanya sekira 8 persen perusahaan yang telah menerapkan kebijakan tersebut.
Ide minggu kerja yang lebih pendek telah berkembang pesat di beberapa negara. Islandia, misalnya, telah memberikan banyak karyawan opsi ini, dengan lebih dari 50 persen karyawan memanfaatkan tawaran tersebut antara 2020 dan 2022, menurut sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Institut Otonomi Inggris dan Asosiasi untuk Keberlanjutan dan Demokrasi Islandia.
Penelitian menunjukkan bahwa baik pemberi kerja maupun karyawan dapat memperoleh manfaat yang jelas dengan jam kerja yang lebih sedikit.
Sebuah studi tahun 2022 oleh Universitas Cambridge—uji coba terbesar di dunia untuk empat hari kerja seminggu—menemukan bahwa 71 persen karyawan melaporkan tingkat kelelahan yang lebih rendah, sementara 30 persen merasa kurang stres. Studi tersebut juga menemukan penurunan 57 persen dalam pergantian staf selama periode uji coba enam bulan. []