Najid & Andriyani, Cinta Sejati Mantan PMI Hong Kong Asal Pacitan Dengan Pria Nepal
PACITAN – Jodoh, Rejeki dan Mati, memang benar, ditangan Allah SWT. Kedatangannya selalu menjadi misteri bagi kehidupan manusia. Seperti yang dijalani oleh Najid Bahadhu Gurung warga Nepal yang menjadi pekerja migran di Hong Kong dengan Andriyani binti Taslan, mantan PMI Hong Kong asal kota Pacitan.
Rumah tangga Najid dan Andriyani menepis anggapan miring bahwa menikah dengan orang asing yang bertemu saat bekerja di luar negeri sebagai sesama pekerja migran identik dengan kesemuan. Yang terjadi dan yang dijalankan oleh pasangan Najid dan Andriyani justru sebuah pernikahan yang didasarkan pada ketulusan dan tekad untuk membangun sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah.
Bertemu di Hong Kong tahun 1998, Najid dan Andri menikah pada tahun 1999. Pernikahan keduanya dilakukan di tanah kelahiran Andriyani, Pacitan. Meskipun memakan biaya mahal proses pengurusan administrasi surat menyurat yang mereka perlukan, namun semangat untuk menikah dengan dasar cinta mengalahkan segala kendala.
“Jika teringat saat mau menikah dulu, berat kalau dibayangkan sekarang. Tapi alhamdulilah, berkat pertolongan Allah SWT, semuanya bisa kami lewati dengan lancar meski memakan waktu berbulan-bulan proses pengurusan surat menyuratnya” kenang Andriyani saat menerima kehadiran ApakabarOnline.com di rumahnya Jalan Batanghari Gang Bugel IX 23 Kelurahan Purworejo Kecamatan/Kota Pacitan Jawa Timur.
“Awalnya kami dulu juga menjadi perhatian masyarakat mas, banyak hal yang mereka tanyakan mulai dari agamanya apa, pekerjaannya apa, kedepannya bagaimana dan pertanyaan-pertanyaan lain, bahkan ada juga yang usil nanya sunat apa tidak” tutur Andriyani dengan tersipu malu.
Seiring dengan berjalannya waktu, tanpa terasa, pasangan Najid (46) dengan Andriyani (39) ini telah 19 tahun membangun bahtera rumah tangga. Mereka dikaruniai 3 orang anak, dimana anak sulung yang lahir tahun 2003 saat ini sedang men jalani pendidikan di sebuah pondok pesantren di Tremas Pacitan. Sedangkan anaknya yang paling kecil baru berusia 3 tahun.
Awal mereka menikah, keduanya sempat bersama-sama bekerja di Hong Kong hingga tahun 2003. Andriyani memutuskan untuk pulang ke Pacitan sejak mengetahui dirinya hamil anak pertamanya. Najid saat itu meyakinkan Andriyani agar berhenti bekerja di Hong Kong lalu pulang ke Pacitan saja. Dan tekad Najid agar istrinya tinggal di Indonesia, merintis aset rumah tangga mereka, menjadi sinyal, dimulainya babak baru kehidupan mereka sebagai pasangan Long Distance Relationship.
“Awalnya berat mas, tantangannya juga tidak ringan. Jarak yang memisahkan, saat dulu komunikasi tidak semudah sekarang. Dulu saya belum punya rumah ini, jadi dulu masih tinggal di Arjosari sana, di rumah orang tua saya” terang Andriyani.
Sedangkan Najid, yang saat ini sudah mulai lancar berbahasa Indonesia mengaku, dia sangat mencintai Andriyani istrinya, dan dengan cinta itulah, menurut Najid, rumah tangga mereka bisa seperti sekarang.
“Kami dulu bekerja satu majikan. Saya menjadi sopir dari masih bujangan sampai sekarang, sedangkan Andri dulu menjadi pekerja rumah tangga di majikan saya. Kan saya sering ngantar Andri kalau mau ke pasar” kenang Najid.
Setahun sekali, Najid bisa mendapat kesempatan selama dua minggu lamanya untuk cuti liburan ke Pacitan, menemui anak istri dan bercengkrama di tengah-tengah keluarga.
Menyoal anggapan miring tentang PMI yang berpasangan dengan pria asing, Najid tidak menampik hal tersebut.
“Memang kok, banyak yang tidak tulus, hanya bermaksud bersenang-senang saja, tidak berniat menikah untuk berumah tangga. Yang seperti itu banyak di Hong Kong. Dan yang saya sering kasihan, wanita Indonesia di Hong Kong kok sepertinya banyak yang tidak menyadari kalau sedang dijadikan alat untuk bersenang-senang oleh pria Asia selatan terutama” tutur Najid.
Saat ini, setelah 19 tahun Najid menjadi suami Andriyani, dirinya sedang mengurus proses naturalisasi menjadi WNI.
“Prosesnya tidak mudah mas, persyaratannya banyak, saya harus hapal lagu Indonesia raya, harus apal Pancasila dan UUD 45, harus mengerti nama-nama kota ibukota propinsi, harus mengetahui dan membedakan apa saja alat negara, pokoknya banyak yang harus saya ketahui. Alhamdulilah, bukan hanya istri, tapi anak-anak saya sering membantu saya belajar tentang Indonesia” akunya.
“Target saya bekerja di Hong Kong sampai saya usia 50 tahun saja. Selanjutnya saya akan tinggal dan mencari uang dengan bekerja di Pacitan. Kalau istri saya mengajak untuk bertani dan berdagang seperti yang sudah dia jalani saat ini” lanjutnya.
Pasangan ini, ternyata telah memiliki investasi yang luar biasa. Beberapa properti yang produktif mereka miliki dan mereka jadikan sumber pengidupan sehari-hari, sedangkan hasil Najid bekerja dari Hong Kong, hampir seluruhnya masuk rekening tabungan, sebagai dana cadangan jika sewaktu-waktu diperlukan.
“Saya yakin, saya bisa hidup di Pacitan. Rejeki Allah itu ada dimana-mana, tergantung bagaimana kita mampu ihtiyar mendapatkan” terangnya.
Jika Najid di Hong Kong masih setia menjadi sopir majikan yang sama sejak tahun 1997, Andriyani di Pacitan sehari-hari berusaha membangun produktifitas ekonomi dengan mengelola aset yang telah mereka miliki. Beberapa ruko yang berhasil didapat dari hasil Najid bekerja di Hong Kong laku disewakan semua, sebuah Guest House yang terletak di kawasan Pantai Teleng Ria Pacitan, juga memiliki okupansi yang lumayan setiap bulannya.
Dari ssisi pondasi finansial, rumah tangga Najid dan Andriyani terbilang sangat mapan, tinggal menunggu bagaimana mereka merealisasikan hidup setiap hari bersama di Pacitan, mengakhiri hubungan long distance relationship seperti yang telah 19 tahun mereka lakukan.
Long Distance Relationship Itu Susah-Susah Gampang
Kepada ApakabarOnline.com, pasangan beda budaya dan beda negara ini mengaku tidak selalu mulus tanpa masalah diantara mereka selama 19 tahun berumah tangga. Persoalan terkait dengan LDR seperti salah paham, kerap mewarnai rona rumah tangga mereka. Bagaimana solusi mengatasinya ?
Najid menjawab dengan penuh keyakinan, Tawakkaltu Alallah”, pasti sebagai penyeimbang ihtiyar kita dalam menjaga keutuhan.
“Dengan saling percaya dan yang penting biarpun kami berjauhan, jangan sampai jauh dari Allah, pasti Allah bukan saja menjaga, tapi juga selalu mendekatkan dan menyatukan keutuhan rumah tangga” terang Najid.
Sedangkan Andriyani, disamping menyepakati pernyataan Najid, juga menjadikan kesibukan sehari-hari yang produktif bisa men ghilangkan kejenuhan dan stres.
“Bagaimana tidak stres mas, sekarang sudah mendingan ya anak-anak sudah besar. Waktu masih bayi, repot dan spaneng banget setiap hari di rumah” tuturnya.
“Yang penting, selan produktif, kita juga harus menjaga diri dan menjaga pergaulan. Sebab kalau kita tidak menjaga diri, tidak menjaga pergaulan, dari yang sedikit, dampak pergaulan itu bisa fatal merusak rumah tangga seseorang” aku Andriyani. [AA Syifa’i SA]