NU Haramkan Overcharging
2 min readHONG KONG – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur memutuskan bahwa hukum praktek overcharging atau mengenakan biaya berlebihan kepada pekerja migran Indonesia (PMI) adalah haram. Putusan itu diambil dalam Bahtsul Masail yang digelar di Universitas Islam Negeri Malang, Sabtu (10/12) lalu.
“Substansi putusannya menyatakan bahwa overcharging hukumnya haram,” kata Direktur Migran Aid Indonesia Moch. Cholily kepada Apakbar Plus.
Rapat pembahasan praktek ovbercharging dalam Bahtsul Masail dipimpin oleh tim PWNU Jawa Timur. “Sedangkan yang yang presentasi data dan yang membuat asilah saya,” kata Cholily yang juga aktivis NU Jember.
Pengharaman itu didasarkan 4 pertimbangan. Pertama, praktek overcharging itu mengambil uang dengan cara menipu, yakni tidak sesuai dengan yang seharusnya dan tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Kedua, praktek overcharging bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan.
Ketiga, seandainya tidak ada beban biaya penempatan yang ditetapkan pun, tidak boleh memungut biaya dengan berlipat-lipat. Paling tidak, jika diberlakukan adanya biaya yang harus ditanggung PMI, harus sesuai atau sewajarnya. Keempat, overcharging sama dengan mengambil harta orang lain yang bukan haknya. Dan itu, termasuk dosa besar dalam Islam.
Dengan adanya putusan pengharaman overcharging ini, Cholily berharap semua pihak ikut mengampanyekan keharaman praktek overcharging yang telah menyengsarakan PMI dan telah belangsung cukup lama. Serta, ikut mendesakkan perubahan kebijakan yang mendorong terjadinya praktek overcharging.
Dengan adanya putusan ini, Pemerintah Indonesia harus memberikan sanksi tegas kepada pelaku overcharging. “Menteri Tenaga Kerja dan Kepala BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) yang berlatar belakang NU, selain menjadi penyelenggara Negara, mestinya juga punya tanggung jawab atas terlaksananya putusan ini. Sehingga, dengan kesadaran mereka masing-masing, mengubah kebijakan sesuai otoritasnya, dari yang sebelumnya mengakibatkan mafsadah (kerusakan), yaitu overcharging, menjadi mashlahah (kebaikan),” ujar Cholily.
Dalam dokumen dasar pemikiran perlunya dilakukan Bahtsul Masail oleh PWNU Jawa Timur atas praktek overcharging, disebutkan contoh overcharging yang terjadi dalam biaya penempatan PMI ke Hong Kong. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 98 Tahun 2012, biaya penempatan PMI baru ke Hong Kong sebesar Rp14.780.400. Sedangkan menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (Perka BNP2TKI), sebesar Rp14.530.000.
Namun pada prakteknya, PMI di Hong Kong secara umum dikenakan potongan gaji untuk membayar biaya penempatan sebesar HK$2,600×6 bulan =HK$15,600. Dengan kurs sekarang HK$1 =Rp1.700, maka PMI telah menjadi korban overcharging karena harus membayar Rp26.520.000.
Parahnya lagi, pemotongan gaji PMI dilakukan dengan menggunakan mata uang negara tujuan. Di saat yang sama, nilai tukar (kurs)-nya tidak disesuaikan dan diberlakukan kurs yang lebih rendah. Dalam konteks Hong Kong, misalnya, kurs terkini di kisaran HK$1 =Rp1.670-Rp1.800, namun tetap digunakan kurs HK$1 =Rp1.100-Rp1.300.
Sebelum tahun 2014, lebih parah lagi. PMI Hong Kong dikenakan potongan gaji untuk biaya penempatan sebesar HK$3,000×7 bulan=HK$21,000. Dengan kurs HK$1 =Rp1.700 (di masa itu, kurs sempat HK$1 =Rp1.800 lebih), itu senilai Rp35.700.000. [Razak]