Pakar Meminta Kebijakan Pelonggaran Masker Ditinjau Ulang
JAKARTA – Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyarankan kebijakan pelonggaran masker, yakni dapat lepas masker di ruang terbuka, ditinjau ulang. Hal itu disampaikan Dicky saat membahas kenaikan kasus Covid-19 di DKI Jakarta.
“Kita perlu melakukan upaya yang mengedukasi atau memberikan pemahaman kepada publik bahwa ini situasi masih pandemi, dalam bentuk misalnya adanya aturan,” kata Dicky kepada wartawan, Jumat (24/06/2022)
“Seperti misalnya, oke di dalam ruangan jelas pake masker. Tapi di luar ruangan itu harus ditinjau ulang, karena sekali lagi bukan tanpa potensi bahaya, ada,” imbuh dia.
Dia mengatakan jika peninjauan kebijakan menunggu kasus Covid-19 meledak lagi, maka artinya tak ada strategi dalam mengendalikan kasus Covid-19. Dia menyebut inti dari kesehatan masyarakat adalah langkah pencegahan.
“Kalau namanya menunggu meledak itu bukan strategi kesehatan masyarakat namanya. Inti dari strategi kesehatan masyarakat adalah melakukan intervensi yang awal. Jadi proaktif respons namanya dan itu yang akan menyelamatkan banyak nyawa,” jelas dia.
Dia menekankan pentingnya membangun kesadaran masyarakat tentang protokol kesehatan. Menurut Dicky upaya komunikasi soal risiko mengabaikan protokol kesehatan masih kurang.
“Saat ini harus ada… bukan masalah pengetatannya, tetapi melakukan strategi komunikasi risiko yang memadai. Sehingga masyarakat itu terbangun kewaspadaannya, ini yang masih kurang,” tutur dia.
Dicky pun menyoroti sebagian warga sudah lupa pentingnya terus memakai masker di berbagai situasi dan keadaan. “Karena kita melihat sebagian masyarakat kita melupakan aspek pentingnya terus menjaga atau konsistensi dari pemakaian masker meskipun di luar ruangan,” tutur dia.
“Apalagi kemampuan masyarakat untuk menilai kapan, dimana, dengan siapa dia bisa melepas masker itu kan masih belum bisa kita sebut memadai dan itu yang penting dalam era transisi,” sambung dia.
Dicky menyebut, memang Jakarta lebih baik dalam mendeteksi virus Corona. Namun, kata dia, Jakarta harus memberi contoh cara untuk meredam penularan Corona. Misalnya, membangun kesadaran publik mengenai langkah pencegahan mandiri.
“Juga harus membangun kesadaran publik untuk secara mandiri, `oke saya lagi sakit, nggak ke kantor` `saya bergejala nih, saya isolasi di rumah secara mandiri` hal-hal seperti itu tidak mudah, harus dilakukan saat ini. Dan sekali lagi B.A 4 dan B.A 5 ini tidak bisa dianggap enteng,” tutur dia.
Dicky kemudian mencontohkan pencegahan Corona di berbagai negara. Menurutnya, di beberapa negara maju, warga yang memiliki gejala seperti pilek tidak boleh masuk ke satu gedung atau perkantoran karena berpotensi menularkan virus. Terlebih, kata dia, subvarian B.A 4 dan B.A 5 memiliki gejala seperti flu biasa.
“Nah di kita itu dianggap biasa, sekarang apalagi flu sekarang bisa kemungkinan besar adalah varian B.A 4, B.A 5 yang akhirnya menularkan, nggak pake masker lagi misalnya. Ini yang bukan salah saja yang bersangkutannya tapi juga salah kantornya, salah pemerintah daerahnya, salah pemerintah pusatnya salah institusinya, karena regulasinya nggak berubah, ini yang saya maksud dengan bukan pengetatan seperti yang semula, tapi pengetatan dalam artian bagaimana kita merubah dari masa transisi ini, aturan, regulasi,” tutur dia.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku belum ada pemikiran menerapkan pengetatan aktivitas masyarakat imbas kenaikan kasus COVID-19. Anies mengatakan kondisi COVID-19 di Jakarta saat ini relatif terkendali.
“Kita belum melihat arah sana dulu, juga ketika kita bicara pengetatan itu karena di akhirnya mengalami ini proses dari pengetesan sampai perawatan,” kata Anies Baswedan di ITC Cempaka Mas, Jakarta Pusat, Kamis (23/06/2022).
Anies memandang pengetatan baru diterapkan jika pasien COVID-19 tak tertangani di RS. Sedangkan jumlah kasus COVID-19 yang mesti menjalani perawatan intensif di rumah sakit tak melonjak signifikan.
“Jadi pengetatan itu karena RS-nya punya kapasitas yang terbatas. Nah, hari ini kita menyaksikan bahwa jumlah orang yang harus dirawat tidak mengalami lonjakan yang signifikan,” ujarnya. []