Pekerja Migran Asal Malang Masih Dominan Bekerja di Sektor Informal
MALANG – Pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kota Malang paling banyak bekerja di sektor pekerjaan informal daripada formal. Artinya pekerjaan yang tidak membutuh keahlian khusus yang paling banyak diisi pekerja migran asal Kota Malang.
Hal ini disampaikan Fungsional Pengantar Kerja Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Malang Manake Triawan.
“Saat ini dari 172 total tenaga kerja migrant asal Kota Malang, 113 diantaranya bekerja di sektor informal. Sedangkan sisanya di sektor formal,” ungkapnya.
Pekerjaan di sektor informal yang paling banyak diisi adalah Pembantu Rumah Tangga (PRT/domestic helper), pengasuh (caregiver), buruh (domestic worker) hingga pembantu umum (housemaid). Sementara sektor formal adalah perawat (biasanya di panti jompo) dan operator (operator production worker).
Dijelaskan pula pekerja migran asal Kota Malang yang bekerja di sektor informal paling banyak berada di Hongkong. Dalam catatan Disnaker Kota Malang saat ini sebanyak 114 PMI asal Kota Malang yang sebagian besar bekerja disana di sektor informal. Disusul negara Taiwan. PMI asal Kota Malang yang bekerja disana mencapai 46 orang, hanya 5 orang yang bekerja formal.
“Dari total 172 TKI asal Kota Malang, saat ini hanya 6 yang bekerja di sektor formal,” tegasnya.
Mengapa kemudian banyak yang bekerja di sektor yang tidak membutuhkan keahlian khusus? Manake mengatakan rata-rata pekerja migran mengadu nasib di negara lain karena desakan kondisi ekonomi.
Mereka yang tidak memiliki skill khusus, ekonominya sulit kemudian terlilih hutang. Maka cara cepat adalah pekerja sebagai PMI, karena bayaran di luar negeri tentu berbeda dengan negara sendiri.
“Rata-rata memang TKI asal Kota Malang berasal dari daerah pinggiran seperti Kedungkandang, Blimbing, dan Sukun,” tuturnya.
Meski tidak membutuhkan keahlian khusus, Disnaker Kota Malang tidak akan memberikan rekomendasi keberangkatan bagi calon tenaga kerja yang tidak memiliki pendidikan sama sekali. Hal ini menghindari kesulitan seperti buta huruf. Karena hal ini akan menyulitkan tidak hanya bagi pencari kerjanya saja akan tetapi lembaga yang menempatkan dan pemerintah nantinya.
“Kami bertugas memastikan yang berangkat memang sesuai persyaratan. Harus sehat mental dan fisik, tidak buta huruf, ada yang mengizinkan dan cukup umur,” pungkasnya. []