“Pelangi Migran”, Agar Mantan PMI di Banyuwangi tak Kembali Lagi Menjadi PMI
BANYUWANGI – Sejumlah dosen Poliwangi (Politeknik Negeri Banyuwangi) melakukan pendampingan dan pengabdian ke masyarakat. Mereka tergerak memberikan solusi karena dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi warga.
Menukil Berita Jatim, banyak kondisi yang memaksa warga harus berupaya keras agar bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi. Salah satunya dialami oleh Kelompok Pelangi Migran di Desa Kendalrejo, kecamatanTegaldlimo. Mereka adalah para ibu-ibu eks pekerja migran Indonesia (PMI) setempat yang telah merintis usaha bersama agar tidak kembali bekerja ke luar negeri. Namun langkah itu ternyata terkendala lantaran pandemi mendera.
Kondisi itu didengar oleh para dosen dan mahasiswa Poliwangi. Mereka terdiri dari Nuraini Lusi, Dosen Program Studi Teknik Mesin yang juga sebagai ketua, anggota Asmaul Khusna, Dosen Program Studi Pengolahan Hasil Ternak, M. Nur Shodiq Dosen Program Studi Teknik Informatika, dan Wartini, Program Studi Akuntansi Politeknik Mitra Global. Para dosen dan mahasiswa Poliwangi itu bergerak melalui sumber pendanaan PNBP Tahun 2021 menjalankan tugas dari salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan menerapkan batasan peserta dan melakukan kegiatan dengan metode blended (online dan offline).
Mereka mengambil peran untuk mencari solusi permasalahan yang dialami para mantan pejuang devisa itu. Kelompok ini bahkan kehilangan pendapatan hampir 50 persen dibandingkan dengan kondisi normal.
Kelompok ini memiliki produk unggulan yakni tas anyaman yang berbahan baku dari jenis plastik. Selain itu kelompok Pelangi Migran juga mempunyai keterampilan berbagai olahan makanan yang diproduksi dengan cara sederhana berbasis industri rumah tangga.
“Dari rata-rata produksi yang dihasilkan oleh kelompok ini di tahun 2019 sekitar 1500 biji tas perbulan, dan di masa Pandemi Covid-19 ini kelompok Pelangi Migran hanya bisa memproduksi sekitar 500 perbulan. Produksi olahan makanan juga terdampak Pandemi Covid-19, yang semula bias memproduksi 70 Kg/bulan di tengah pandemic ini kelompok Pelangi Migran hanya mampu memproduksi 25 Kg/bulan. Akibatnya kesulitan modal dalam proses produksi menjadi kendala bagi Pokmas ini,” kata Ketua Tim Pengabdian Kepada Masyarakat, Nuraini Lusi, Jumat (24/09/2021).
Berdasarkan kondisi tersebut, kata Lusi, maka perlu ada upaya yang dilakukan untuk membantu usaha untuk bangkit dan meningkatkan kembali kegiatan usahanya agar produktivitas dan omzet secara perlahan kembali meningkat. Untuk itu, tim ini melakukan pembinaan dan pendampingan usaha melalui pelatihan serta pemberian teknologi tepat guna.
“Tujuan utama dalam kegiatan ini tidak hanya berfokus pada peningkatan pendapatan Pokmas tetapi bagi desa juga akan dibentuk suatu identitas desa atau cirri khas desa yang menjadi branding dalam pembentukan produk unggulan desa yang terfokus pada sentra pengrajin tas anyaman,” terangnya.
Langkah awal, tim ini melakukan pelatihan manajemen usaha, branding, dan digital marketing. Saat ini, Pelangi migrant hanya berfokus kepada proses produksi, mereka belum tahu bagaimana mengelola keuangan usahanya dengan keuangan pribadi atau rumah tangga.
“Begitu pula dengan pembukuan keuangan, mereka tidak membuat laporan keuangan usahanya karena mereka merasa ribet dan kurang pengetahuan tentang pembukuan” ujar Wartini, selaku pemateri pada kegiatan manajemen pelatihan.
Dia juga memberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan kelompok. Misalnya, pembukuan secara simple yang dapat dipahami dan mengaplikasikan kedalam manajenem keuangan Pelangi migran.
“Dengan memiliki laporan keungan dan cash flow, maka pelangi migrant telah memenuhi salah satu persyaratan dalam mengajukan modal dari pemerintah,” ujarnya.
Adanya penyusunan laporan keuangan maka setiap bentuk aktivitas dilakukan tercantum data secara detail. Sehingga memudahan bagi anggota Pokmas melakukan manajemen usaha secara baik dan efisien.
“Kegiatan pendampingan selanjutnya yang dilakukan oleh tim adalah pelatihan branding produk, kegiatan branding adalah aktivitas yang perlu dipertimbangkan dalam upaya membentuk kesadaran (brand awareness) agar produk yang dibuat lebih dikenal oleh konsumen. Materi yang diberikan meliputi hak kekayaan intelektual, peran merek dalam promosi produk, serta tata cara pendaftaran merek. Dalam hal ini juga dijelaskan tentang fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kabupaten Banyuwangi yaitu rumah kreatif sebagai tempat UMKM dapat berkonsultasi dan mendesain logo serta merek produk mereka secara gratis,”jelasnya.
Pihak kampus Poliwangi juga sengaja mendatangkan pelaku ussaha serupa dari rachis grosir Genteng yang dinilai sukses dibidangnya. Harapannya dapat mendukung usaha kelompom ini agar dapat berkembang.
Para dosen ini menilai, produk usaha eks pekerja migran Indonesia ini perlu penambahan variasi/jenis tas. Selama ini, kelompok masyarakat ini masih memproduksi tas dengan bahan strapping (limbah plastik).
“Sehingga perlu diberikan pelatihan tentang pembuatan produk anyaman dengan bahan yang lain yang saat ini sedang dibanjiri peminat,” ungkapnya.
Salah satunya adalah tas anyaman dengan bahan jali. Produksi tas anyaman jail harganya lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan tas berbahan straping.
“Harga jualnya lebih tinggi dan dari segi peminat juga banyak, biasanya kami menerima pesanan bukan hanya di Banyuwangi tetapi juga sampai kePapua,” ungkap H. Maulana selaku pelatih dan pemilik Rakhis grosir.
Melalui kegiatan ini, kelompok Pelangi Migrant memiliki kemampuan untuk membuat produk baru dengan bahan tas anyaman jali. Harapannya dapat meningkatkan produktifitas dan ekonomi khususnya masayarakat Desa Kendalrejo.
Selain itu, tim juga membantu Pelangi Migran dalam pengembangan usaha lain. Salah satunya, memberikan sentuhan pasda proses produksi makanan lokal yakni dodol buah naga. Sebelumnya usaha makanan ringan ini banyak diminati wisatawan yang berwisata di Alas Purwo. Wisatawan banyak memanfaatkan hasil produk olahan itu sebagai buah tangan.
“Pesanan kami untuk buah naga membludak pada saat tahun baru, musim liburan biasanya kami dapat memproduksi 75 kg sebulan” ujar Ketua Pokmas Pelangi Migran Desa Kendalrejo, Kholifah.
Awalnya, proses produksi dodol buah naga dilakukan secara manual dengan alat dan perlengkapan skala rumah tangga. Hal itu yang membuat proses produksi cenderung lama. Sehingga tim berinisiatif membuat mesin pengaduk dodol/jenang yang dapat mempersingkat waktu produksi dan meningkatkan kapasitas produksi.
“Proses membuat dodol biasanya kami lakukan manual selama 4 jam, dengan alat pengaduk ini kami hanya membutuhkan waktu 2 jam, kapasitasnya pun juga lebih banyak,” kata Kholifah
“Kami berterima kasih atas ilmu baru yang diberikan oleh tim dosen dan ini menjadi motivasi bagi kami untuk dapat mengatur dan mencatat segala keuangan dalam proses produksi” imbuh Kholifah.
Pemberian alat produksi dari dosen dan mahasiswa Poliwangi itu mendapat sambutan hangat oleh para anggota Pokmas dan juga perangkat desa setempat.
“Dengan adanya alat ini, membantu kami juga dalam melakukan langkah selanjutnya adalah mendapatkan PIRT dari dinas Kesehatan kabupaten Banyuwangi, karena sebelumnya persyaratan yang dibutuhkan belum semua terpenuhi, salah satunya adalah teknologi yang digunakan masih manual,” tutur Syakowie dari pendamping inovasi desa (PID). []