November 12, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Pemahaman Warga +62 Tentang Ancaman Digital Masih Rendah

3 min read

JAKARTA – Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia naik 1,16% secara tahunan pada 2025. Pertumbuhan penetrasi internet ini menunjukkan semakin tinggi intensitas masyarakat dalam bertransformasi menjadi masyarakat digital. Internet kini sudah menjadi bagian integral dalam berbagai kegiatan, baik di sektor industri maupun kehidupan sehari-hari.

Namun, di balik ragam manfaat yang ditawarkan, terdapat ancaman yang tersembunyi dari pemakaian internet. Indonesia sendiri termasuk negara dengan kasus penipuan online tertinggi di dunia. Catatan tersebut diketahui sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendirikan Indonesia Anti Scam Centre (IASC) pada November 2024. Pada September 2025, IASC menerima 274.722 laporan penipuan digital yang terjadi di Indonesia, melampaui Malaysia, Kanada, Hong Kong, Singapura, dan Amerika Serikat.

Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak paham akan bahaya dari ancaman digital. Laporan Indonesia Digital Society Index 2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan bahwa mayoritas publik Indonesia masih belum memiliki kesadaran akan bahaya phishing maupun malware.

Laporan tersebut dirancang untuk mengukur tingkat kematangan digital masyarakat Indonesia, meliputi aspek akses, literasi, penggunaan, dan dampak teknologi digital. Survei ini melibatkan 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota menggunakan metode multistage stratified random sampling.

Sebanyak 18.564 responden terlibat dalam survei ini, dengan margin of error sebesar 5% dan tingkat kepercayaan 95%. Survei juga melibatkan 11.901 unit usaha dengan margin of error sebesar 1%.

Hasilnya, pemahaman masyarakat Indonesia terhadap ancaman keamanan digital masih tergolong rendah. Sebanyak 36,3% responden mengaku masih belum mengetahui sama sekali tanda-tanda phishing dan 40,9% tidak memahami ancaman virus/malware.

Hanya 11,2% responden yang benar-benar sudah tahu serta dapat mengatasi dan mencegah phishing, lebih unggul dibandingkan malware yang sebesar 7,4%. Adapun sisanya mengaku sudah tahu akan ancaman phishing dan malware, namun sebagian tidak dapat mengatasinya atau tidak mampu mencegahnya.

Minimnya pemahaman terkait ancaman keamanan di dunia maya sangat mengkhawatirkan dan dapat mengganggu keamanan siber nasional. Mayoritas korban penipuan berasal dari kelompok masyarakat yang belum melek literasi digital dan tidak paham upaya menjaga keamanan data pribadi.

Mirisnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa pelaku penipuan digital atau scammer kebanyakan berasal dari kalangan anak muda.

“Kita sudah mengejar pelakunya. Jadi pelaku scammer-scammer tuh ada. Dan kebanyakan anak-anak muda sih, anak-anak remaja-remaja begitu. Dan ada di suatu wilayah yang memang ngumpulnya di situ,” ujar Friderica dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).

Bagaimana Penerapan Two-Factor Authentication?

Mengingat ancaman digital yang terus menjamur, penting untuk bisa menjaga keamanan dalam ekosistem digital. Kemampuan masyarakat Indonesia dalam melindungi data pribadi, menjaga privasi, serta mengidentifikasi dan mengatasi risiko keamanan dalam menggunakan perangkat digital di dunia maya adalah indikator penting dari literasi digital.

Menurut Komdigi, terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana masyarakat Indonesia mempraktikkan keamanan digital, baik untuk keamanan personal maupun keamanan perangkat.

Indikator dari penerapan praktik keamanan personal antara lain sejauh mana masyarakat melaporkan pelanggaran dan mengatur privasi postingan media sosial.

Kemudian indikator penerapan praktik keamanan perangkat digital dinilai dari kemampuan masyarakat Indonesia dalam membuat kata sandi yang kuat, memperbarui perangkat lunak keamanan, menyimpan cadangan data (backup), dan menggunakan Two-Factor Authentication (2FA).

Faktanya, 51,6% masyarakat Indonesia tidak pernah menerapkan 2FA untuk menjaga keamanan perangkat digitalnya. Proporsinya lebih tinggi dibanding responden yang tidak pernah memperbarui security software (42,8%), menyimpan backup (36,9%), maupun membuat kata sandi yang kuat (21,3%).

Namun, 15,4% responden telah mengetahui pentingnya menggunakan 2FA dan sering menerapkannya, serta 9,3% tercatat selalu menerapkannya.

Dengan demikian, harapannya masyarakat Indonesia dapat berperan lebih aktif dalam menjaga keamanan siber di tengah masifnya perkembangan teknologi. Menciptakan ekosistem digital yang inklusif, aman, dan terpercaya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun tugas bersama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. []

Sumber Good Stats

Advertisement
Advertisement

Leave a Reply