Penduduk Bertambah Banyak, Gagal Panen, Serta Lahan Menyempit, Menjadi Lingkaran Krisis Pangan di Indonesia
JAKARTA – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melantik Muhamad Mardiono sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/11/2022) pagi. Menanggapi hal itu, Pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dodik Ridho Nurrochmat mengatakan, dengan adanya penunjukkan tersebut menunjukkan masih diperlukan koordinasi lebih baik antar kementrian dan lembaga.
“Mudah-mudahan, harapan saya karena sudah dilantik juga koordinasi untuk ketahanan pangan akan lebih baik lagi dengan Kementrian Pertanian maupun Badan Pangan,” kata Dodik, Rabu (23/11/2022).
Wakil Rektor IPB University Bidang Internasionalisasi, Kerja Sama dan Hubungan Alumni ini menambahkan, ancaman krisis pangan sangat multidimensi. Salah satunya terkait dengan impor yang berasal dari wilayah perang, yaitu Ukraina.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor gandum dari Ukraina turun 79,38 persen sejak diserang oleh Rusia atau sepanjang Januari-Juli 2022. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Setianto mengatakan impor gandum dari Ukraina hanya sebesar US$2 juta pada Januari-Juli 2022.
“Karena kan suka tidak suka, gandum kita impornya sebagian besar dari sana,” kata Dodik.
Padahal, substitusi sumber pangan pokok beras di Indonesia adalah gandum. Selain Ukraina, BPS menyebut terdapat tiga negara lain sumber impor biji gandum Indonesia, yaitu Australia, Argentina, dan Kanada.
“Mengurangi makan beras, tapi makannya roti. Sehingga kita mau tidak mau, yang pertama yang sumber pangannya dari impor harus dicari sumber lain selain dari Ukraina,” kata Dodik.
Menurut Dodik, terkait dengan ancaman krisis pangan juga menjadi kekhawatiran tersendiri tahun depan. Apalagi, luas lahan pertanian semakin menyempit dan harus menjadi perhatian pemerintah. Meskipun, selama ini sektor pertanian cukup tertolong karena produktivitas, terutama komoditas padi terus mengalami peningkatan tentunya dengan berbagai upaya.
“Hanya kan dengan ada pertambahan penduduk dan luas sawah yang cenderung menurun, harus menjadi perhatian kita,” kata Dodik.
Selain itu, faktor lain yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah ancaman gagal panen di tahun depan. Hal bisa bisa dikarenakan berbagai sebab.
“Kalau tahun depan, misalnya nanti akan ada Elnino lagi, kan mesti siap-siap juga untuk kekeringan. Untuk Lanina, ya mungkin banjir begitu. Ini yang harus kita antisipasi dari saat ini,” kata Dodik.
Sekadar informasi tambahan, berdasarkan hasil survei Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, pada tahun 2021, luas panen padi mencapai sekitar 10,41 juta hektar atau mengalami penurunan sebanyak 245,47 ribu hektar (2,30 persen) dibandingkan tahun 2020.
Sementara itu, produksi padi tahun 2021 yaitu sebesar 54,42 juta ton GKG. Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras tahun 2021 mencapai sekitar 31,36 juta ton, atau turun sebesar 140,73 ribu ton (0,45 persen) dibandingkan dengan produksi beras tahun 2020. []
Sumber Pilar