Pengetatan Sosial di Hong Kong Diprediksi Akan Tetap Dilakukan Hingga 2024

Thousands of residents on Kwai Chung Estate are still under lockdown for daily Covid-19 testing. (Photo Felix Wong-SCMP)
HONG KONG – Situasi pandemi secara global di berbagai negara di dunia hingga saat ini terpantau fluktuatif. Kemampuan dan keberhasilan masing-masing negara dalam menangani dan mencegah memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Dan ketidak seragaman tersebut sedikit banyak berimbas pada negara lainnya.
Salah satu negara yang termasuk berhasil menangani situasi dalam negeri hingga mengantarkan negara tersebut berada pada posisi zero kasus lokal selama sekian waktu lamanya secara berturut-turut adalah Hong Kong.
Namun demikian, meskipun Hong Kong sempat berhasil mengendalikan virus Covid-19 pada tahun 2021, Hong Kong harus menjadi tempat paling terisolasi di dunia saat itu.
Tapi sayangnya, di bulan Januari, Hong Kong mulai kembali mengalami lonjakan infeksi dan pihak berwenang telah berusaha berjuang untuk mengendalikannya.
Dinukil dari Reuters Rabu (26/01/2022), dalam rancangan laporkan Kamar Dagang Eropa di Hong Kong disebutkan kota itu mungkin baru dibuka kembali pada awal 2024 karena kebijakan Covid-19 yang ketat.
Kamar dagang mengatakan terbatasnya efektivitas vaksin yang dikembangkan China memaksa negara itu mempertahankan peraturan pembatasan perjalanan yang ketat. Kamar Dagang Eropa menolak memberikan komentar mengenai laporan tersebut.
Laporan itu menyebutkan skenario paling mungkin Hong Kong tidak akan dibuka kembali sampai China menyalurkan vaksin mRNA ke 1,4 miliar populasinya. Kantor dagang memprediksi program vaksinasi itu baru akan selesai pada akhir 2023 atau awal 2024.
Bila itu terjadi, kamar dagang mengatakan terdapat resiko “dampak beruntun” pada perusahan-perusahaan di pusat keuangan Asia itu. “Kami mengantisipasi eksodus orang asing,” kata kamar dagang.
“Mungkin terbesar yang pernah terjadi di Hong Kong, dan secara absolut mungkin terbesar di kota mana pun di kawasan pada baru-baru ini,” tambah mereka.
Pemerintah Hong Kong kesulitan mengendalikan lonjakan kasus infeksi pada bulan Januari.
Kamar dagang mengatakan berdasarkan skenario itu perusahaan-perusahaan multinasional akan memindahkan tim-timnya ke Cina Daratan atau menggeser tim kawasan Asia mereka ke Singapura atau Seoul. Hong Kong akan kehilangan daya tarik sebagai pusat bisnis internasional dan potensi kontribusi pada perekonomian China.
Kamar dagang menambahkan keluarnya talenta internasional juga merusak “potensi kota mempertahankan univesitas kelas dunia”. Tidak seperti China Daratan, Hong Kong bergantung pada pelancong bisnis dan barang-barang impor.
Peran Hong Kong sebagai tempat transit barang dan penumpang menurun drastis karena peraturan penerbangan yang ketat. Hanya sedikit orang yang dapat diizinkan mendarat dan dapat transit.
Berbanding terbalik dengan pusat keuangan Asia lainnya Singapura yang kini telah melonggarkan perbatasannya. Baru 70 persen populasi Hong Kong yang sudah divaksin lengkap, jauh lebih rendah dari Singapura yang sudah memvaksin lengkap 91 persen penduduknya.
Sebagian besar orang lanjut usia di Hong Kong belum divaksin lengkap. Kamar dagang menekankan “rata-rata kemungkinan” skenari olain. Seperti kemungkinan wabah tak terkendali di Cina daratan yang membuat Hong Kong ditutup untuk China dan seluruh dunia.
Skenario lain wabah tak terkendali di Hong Kong sehingga peraturan tambahan lain tidak berarti. Hal ini dapat menyebabkan 20 ribu orang lanjut usia meningga dunia.
Kamar dagang merekomendasikan pemerintah untuk mempercepat vaksinasi dan memperpendek karantina dari 21 hari menjadi 14 atau 7 hari. Sehingga dapat menghibur komunitas bisnis internasional.
Pengusaha asing juga harus mengasumsikan Hong Kong mungkin akan “semi-tertutup bagi perjalanan internasional dalam 12 hingga 36 bulan kedepan.” Talenta dan upaya untuk mempertahankan mereka akan menjadi “komoditas yang berharga.” []