Peraturan Perlindungan dan Pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia di Lombok Timur Mendesak Segera Dibentuk
JAKARTA – Perlindungan dan pemberdayaan terhadap pekerja migran Indonesia, khususnya dari Lombok Timur, saat ini menjadi kebutuhan mendesak. Langkah-langkah konkret diperlukan untuk mencegah dampak sosial yang lebih luas. Dalam mencapai tujuan tersebut, Konsultasi Publik terkait Draft Peraturan Desa (Perdes) dan Draft Peraturan Bupati (Perbub) tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia digelar. Kamis (26/9/2024). Konsultasi publik yang digelar di Universitas Gunung Rinjani (UGR) bertujuan agar publik dapat memberikan masukan sebanyak mungkin, sehingga regulasi yang disusun benar-benar sesuai dengan kebutuhan pekerja migran, terutama mereka yang berasal dari Lombok Timur.
Ketua Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI), Roma Hidayat menekankan pentingnya proses bottom-up dalam penyusunan regulasi ini. Menurutnya, banyak calo dan tekong yang telah masuk ke ranah politik dan mempengaruhi pembuatan regulasi selama ini, termasuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka memanfaatkan celah-celah dalam aturan untuk keuntungan pribadi. Oleh karena itu, Roma Hidayat menilai perlunya celah tersebut ditutupi dengan regulasi yang dibuat langsung dari bawah, agar lebih menyentuh permasalahan riil para pekerja migran.
“Upaya yang dilakukan saat ini dapat menjadi percontohan nasional dalam penerapan undang-undang serta pemberdayaan pekerja migran. Lombok Timur berpotensi menjadi pusat pembelajaran terkait perlindungan dan pemberdayaan pekerja migran,”ucapnya.
Roma Hidayat menambahkan, regulasi sebelumnya tidak cukup memadai dan tidak sesuai dengan kondisi pekerja migran. Melalui Perbub dan Perdes yang diusulkan, diharapkan inovasi dapat dilakukan, termasuk melalui kearifan lokal dengan menerapkan kegiatan sosial yang dapat menyentuh pekerja migran.
“Kegiatan sosial dilakukan dengan implementasi kegiatan masyarakat sepert Banjar memberikan bantuan kepada orang yang menikah atau meninggal dunia. Hal itu pula dapat dilakukan memberikan bantuan kepada PMI yang mengalami musibah saat pulang ke tanah air,”ujarnya.
Proses pembuatan Perbub dan Perdes ini melalui tahapan roadshow untuk konsultasi publik, yang kemudian akan digodok lebih lanjut di bagian hukum dan melibatkan berbagai instansi terkait. Kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pihak dinilai penting, mengingat selama ini banyak yang bekerja sendiri-sendiri.
“Perbub dan Perdes ini sangat urgent karena pekerja migran tidak hanya menghadapi masalah ekonomi, tetapi juga pada masalah sosial seperti perceraian, pernikahan dini, tingginya drop out atau angka putus sekolah serta dampak sosial lainnya yang terjadi,”jelasnya yang diharapkan semua pihak dapat terlibat untuk dapat menekan dampak negatifnya.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTB Farida Wahid, usai mengisi sebagai narasumber dalam Konsultasi Publik tersebut, turut mengapresiasi langkah ini. Menurutnya, pelibatan akademisi, pemerintah, dan pemerhati pekerja migran dalam konsultasi publik di Kampus Universitas Gunung Rinjani adalah langkah yang luar biasa dalam mendukung Perlindungan, Penghormatan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan Hak Asasi Manusia (P5 HAM) bagi pekerja migran. Farida berharap praktik baik ini dapat ditiru oleh daerah lain.
“Kerja-kerja baik yang dimulai dari Lombok Timur dan juga pelibatan dari akademisi dan pemerhati buruh migran sebagai barometer untuk memberikan perlindungan sesuai dengan P5 HAM bagi pekerja migran,”pungkasnya.
Ditambahkan Farida Wahid melalui draft peraturan ini juga diharapkan mencakup kerjasama dan koordinasi yang lebih baik antarinstansi, mengingat masalah pekerja migran terkait dengan berbagai sektor, mulai dari perlindungan anak, rehabilitasi sosial, hingga pemberdayaan. Kemenkumham NTB juga berkomitmen untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja migran sebagai warga negara Indonesia tetap terlindungi sesuai dengan prinsip-prinsip HAM.
Diingatkannya didalam draft yang sedang disusun Biro Hukum Pemda dengan organisasi kemasyarakatan harus dimasukkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Tentunya diperlukan juga harmonisasi dan mendorong bersama-sama termasuk mengawalnya agar semua substansi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.”Penyusunan draft Perbub dan Perdes menjadi hal yang sangat luar biasa karena apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah pusat maupun semua pihak terkait lainnya teraplikasi dengan konsultasi publik yang dilaksanakan,” tandasnya. []