Persaingan Pekerja Migran Semakin Ketat, Kompetensi dan Penguasaan Bahasa Menjadi Kunci

JAKARTA – Peluang mengisi kekurangan pekerja usia produktif di banyak negara di dunia semakin terbuka bagi lulusan pendidikan vokasi. Namun, persaingan dengan pekerja migran dari negara lain juga kian ketat. Bekal keterampilan dan penguasaan bahasa menjadi kunci untuk bisa bersaing di pasar tenaga kerja secara global.
Selama ini, banyak negara yang senang terhadap hasil kerja dan pekerja Indonesia yang dikenal rajin dan ulet. Namun, peluang penempatan kerap kurang maksimal karena kendala bahasa. Selain itu, kasus kekerasaan maupun eksploitasi terhadap tenaga migran Indonesia juga sering kali dipicu oleh pemahaman bahasa yang lemah.
Sebagai mantan pekerja migran Indonesia, Kepala SMK Muhammadiyah Pelayaran Tuban, Jawa Timur, Suyanto, menyadari betul peran bahasa dalam menunjang pekerjaannya saat menjadi tenaga migran Indonesia selama lebih dari 10 tahun. Berdasarkan pengalamannya saat bekerja di bidang pelayaran, kemampuan bahasa tidak hanya penting dalam berkomunikasi sehari-hari, tetapi juga mampu memberikan nilai tambah bagi pekerja migran tersebut.
“Jangan sampai nakhoda minta pisau tapi kemudian kita malah kasih gergaji,” kata Suyanto.
Tidak hanya penting dalam berkomunikasi sehari-hari, penguasaan bahasa juga semakin penting di tengah persaingan yang cukup ketat dengan tenaga migran dari negara lain, seperti Filipina yang dikenal memiliki kemampuan bahasa Inggris lebih baik.
“Saingan kita saat ini itu tenaga kerja Filipina dan Vietnam. Vietnam itu dikenal dengan gaji murah. Ketika kita punya kompetensi dan juga menguasai bahasa maka kita pasti bisa bersaing,” Suryanto menambahkan.
Pimpinan LKP Citra, Siti Komaryatun, juga sependapat. Menurutnya, penguasaan bahasa menjadi salah satu kunci keberhasilan calon pekerja migran Indonesia. Didukung keterampilan yang relevan dan penguasaan bahasa yang baik, pekerja migran Indonesia akan menjadi pekerja yang profesional yang siap bersaing di pasar tenaga kerja global.
“Apalagi untuk pekerja caregiver yang memang harus berkomunikasi langsung sehari-hari. Jangan sampai minta mandi tapi malah kita kasih makan,” kata Siti Kormaryatun.
Dipersiapkan Sejak Dini
Pentingnya penguatan aspek bahasa ini mendorong satuan pendidikan vokasi, baik lembaga kursus dan pelatihan (LKP) maupun SMK untuk memberikan fokus pada penyiapan aspek bahasa bagi para siswanya. Tak jarang, penguatan bahasa dilakukan sejak mereka duduk di kelas 10.
Di SMKN 2 Subang, Jawa Barat, penguatan bahasa asing sudah dimulai sejak siswa duduk di kelas 10. Para siswa yang sejak awal masuk sekolah sudah dipetakan untuk bekerja di luar negeri, akan diberikan pelatihan sesuai bahasa dari negara yang akan dituju.
“Dari kelas satu kami sudah kelompokan mana yang akan bekerja, berwirausaha, dan melanjutkan. Kalau yang bekerja, apakah mereka akan bekerja ke luar negeri, dan negara mana. Itu yang kemudian kami siapkan bahasanya,” kata Lili Ramdani, guru SMKN 2 Subang.
Untuk menguatkan penguasaan bahasa, SMKN 2 Subang bahkan bekerja sama dengan Hamaren Education Center, salah satu lembaga pendidikan dan pelatihan pemagangan ke Jepang untuk memberikan pelatihan bahasa Jepang. Kerja sama tersebut karena selama ini minat siswa untuk bekerja di Jepang sangat tinggi.
Selain penguatan bahasa, siswa yang menginjak kelas I2 atau yang hendak lulus juga dibekali dengan budaya kerja, serta soft skill dan hard skill-nya sehingga mereka dapat mengikuti interview dengan perusahaan Jepang dengan baik.
Di LKP Citra, para peserta didik malah harus masuk asrama demi memaksimalkan pembelajaran bahasa sebelum mereka di berangkatkan ke Taiwan dan Jepang. Dengan sistem asrama, para peserta didik memiliki waktu yang lebih banyak untuk mempraktekkan bahasa antar sesama peserta didik. []