Picu Kerumunan, Pakar Universitas Indonesia Singgung Denda 50 Juta pada Antrian Tes Antigen di Bandara
JAKARTA – Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menyebut kebijakan rapid test antigen di Bandara Soekarno-Hatta dinilai sebagai bentuk inkonsistensi kebijakan sekaligus ketidaksiapan pemerintah dalam pencegahan Covid-19.
“Kerumunan dapat menimbulkan potensi penularan Covid-19. Dan selama ini narasi pemerintah kan tidak boleh kerumunan, bahkan ada yang dikriminalkan, dan kerumunan hingga didenda Rp50 juta. Nah, ini kerumunan dibuat oleh kebijakan pemerintah, jadi tidak konsisten,” katanya seperti melansir cnnindonesia.com.
Diberitakan sebelumnya, kasus kerumunan yang dikriminalisasi ialah acara yang dihadiri oleh pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, di Petamburan, Jakarta, dan Megamendung, Bogor.
Sejumlah pihak jadi tersangka, termasuk Habib Rizieq. Sebelumnya, pihak panitia acara di Petamburan juga menyetor denda pelanggaran protokol kesehatan Rp50 juta ke Pemprov DKI Jakarta.
Pandu berkata sudah seharusnya pemerintah mengantisipasi antrean mengular itu dengan menambah jumlah personel dan titik pemeriksaan. Sebab, antrean itu mestinya sudah bisa diprediksi lantaran ada data jumlah penumpang.
“Itu menimbulkan kerumunan karena tidak diantisipasi bahwa banyak penumpang tetap akan bepergian. Titik pelayanan test rapid antigen juga harus disediakan,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo meminta pemerintah segera mengevaluasi antrean yang mengular yang dapat menyebabkan penularan Covid-19 itu.
Bentuknya, penyediaan sumber daya manuasia (SDM) yang memadai dan menambah pos pemeriksaan.
“Jadi untuk mencegah penularan dari kerumunan, pos-pos testing itu harus diperbanyak. Hanya saja kesulitannya adalah apakah ada SDM yang terlatih. APD juga harus dua lapis, bukan cukup masker, face shield seperti rapid test antibodi,” kata Windhu.
“Kalau memang tidak mungkin memperbanyak pos-pos testing dengan cepat, ya tentu berarti jarak harus diperhatikan, tetap tidak boleh berkerumun,” jelasnya.
Kendati demikian, Pandu dan Windhu mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai membiasakan menggunakan rapid test antigen sebagai upaya seleksi kasus Covid-19. Ia berharap, ke depannya rapid test antibodi tak lagi dipakai sebagai media deteksi virus corona.
“Tes rapid antigen lebih cepat dan murah. Sehingga ke depannya, rapid test antibodi tidak dipakai lagi, itu hanya untuk survey. Kalau tujuan testing dan screening harus pakai swab PCR atau antigen,” kata Pandu.
Sebelumnya, antrean panjang calon penumpang pesawat yang ingin melakukan rapid test antigen terjadi di Shelter Kalayang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (22/12) pagi tadi.
Pantauan CNNIndonesia.com sejak pukul 06.45 WIB, ratusan orang mengantre tepat dari depan Shelter Kalayang Terminal 2. Mereka mengantre dengan membentuk dua baris berbanjar. Bahkan, antrean tampak telah mengular puluhan meter.
Kebijakan penggunaan rapid test antigen itu sesuai dengan Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19. Bahwa, pelaku perjalanan via jalur udara dan kereta api harus menunjukkan surat keterangan hasil negatif rapid test antigen paling lama 3×24 jam sebelum keberangkatan. []