December 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

PMI Bermasalah dan PMI Korban TPPO Didominasi Laki-Laki, Apa Sebabnya ?

2 min read

JAKARTA – Sebuah temuan mengejutkan dipaparkan oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia terkait dengan data korban tindak pidana perdagangan orang atau TPPO.

Dalam siaran pers yang sampai ke ApakabarOnline kemarin (28/07/2023), tabulasi data jenis kelamin korban TPPO signifikan didominasi kaum laki-laki.

“Pada tahun 2023 sampai saat ini, Direktorat KBK telah memberikan layanan terhadap 621 orang korban TPPO dan Pekerja Migran Bermasalah Sosial dengan presentase 54 persen korban TPPO berjenis kelamin laki-laki dan Pekerja Migran Bermasalah Sosial berjenis kelamin laki-laki sebanyak 56 persen,” ujar Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Bencana dan Kedaruratan (KBK) Rachmat Koesnadi dalam keterangan persnya kemarin.

Dalam kesempatan yang sama pada Diskusi Publik Layanan Dukungan Psikososial bagi Laki-laki Korban TPPO di Jakarta, Rabu (26/7), Project Assistance IOM Indonesia Muhammad Yasser mengatakan kejahatan manusia ini menyasar kelompok rentan, baik perempuan, laki-laki, maupun anak-anak.

Namun dalam perkembangannya, tren laki-laki sebagai korban perdagangan orang mulai menunjukkan presentase signifikan.

“Laki-laki teridentifikasi sebagai korban perdagangan orang di beberapa sektor seperti perikanan, perkebunan, pertambangan, maupun sektor domestik,” ujar Yasser.

Data IOM Indonesia periode 2005-2022 menunjukkan, 2.427 pekerja perikanan terjebak dalam situasi perdagangan orang. Mereka terdiri dari Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban di luar negeri, maupun pekerja perikanan asing yang diperdagangkan di Indonesia.

Adapun, pada tahun 2022, Kemensos mencatat sebanyak 485 laki-laki korban TPPO dirujuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan (GT PP) TPPO untuk menjalani rehabilitasi sosial di Rumah Perlindungan dan RPTC.

Yasser menambahkan, proses pendampingan terhadap korban laki-laki perdagangan orang seringkali menemui tantangan.

“Tantangan itu kerap ditemui dalam proses identifikasi untuk menggali informasi saat terjebak dalam situasi perdagangan orang, maupun proses rehabilitasi untuk mengikuti rangkaian pemulihan dimana konsultasi adalah hal yang krusial,” kata dia.

Salah satu penyintas TPPO asal Bogor, Yusman (44), yang turut hadir pada Diskusi Publik Layanan Dukungan Psikososial bagi Laki-laki Korban TPPO berbagi cerita. Ia mengatakan, kemudahan dalam pengurusan administrasi ketika ingin bekerja ke luar negeri menjadi salah satu hal yang patut dicurigai.

“Waktu itu, salah satu administrasi wajib yang harus dilengkapi, dipermudah oleh agen. Bahkan, kami bisa tetap berangkat, meski tidak semua administrasi lengkap. Pembuatan paspor juga mudah dan tergolong cepat, hanya tiga hari,” ucap pria yang sempat tergiur mencari peruntungan di Negeri Gingseng, Korea, pada tahun 2020 ini.

Atas kisah yang pernah dialaminya, Yusman berpesan kepada orang-orang yang memiliki angan-angan serupa dirinya agar lebih waspada. Masyarakat diminta tidak mudah tergiur akan kemudahan administrasi yang ditawarkan dari agen.

“Lebih waspada aja, kemudahan dalam administrasi tidak selamanya menjamin kelancaran proses ke depannya. Lebih baik mencoba mencari pekerjaan di negeri sendiri,” pungkas Yusman. []

Advertisement
Advertisement