PMI Bertanya, Nusron Wahid Menjawab: Data Paspor Beda, Ini Solusi dan Risikonya
3 min readHONG KONG – Pada hari Minggu, 23 April, lalu, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid, melakukan dialog dengan seratusan perwakilan organisasi pekerja migran Indonesia (PMI) Hong Kong di Masjid Ammar, Wan Chai. Berikut ini salah satu cuplikan isi dialog tersebut.
PMI: Banyak PMI yang bekerja di Hong Kong menggunakan data paspor yang tidak sesuai dengan KK (Kartu Keluarga) dan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Masalahnya, untuk memperpanjang dan membuat paspor persyaratannya adalah KK dan e-KTP. Bagaimana caranya teman-teman yang mempunyai data tidak sesuai dengan KK dan KTP tetap bisa membuat paspor dengan data seperti di paspor yang lama?
NUSRON: (Solusinya) kita harus memilih. Misalkan, namanya beda. Ada yang beda salah ketik huruf, atau memang beda dengan kesengajaan. Mau ulah PJTKI atau ulah siapa, pokoknya sudah kejadian. Sekarang, solusinya bagaimana? Mbak harus memilih salah satu, yang mau dipakai nama yang mana? Nama yang di e-KTP atau nama yang di paspor? Semua ada konsekuensinya.
Kalau mau pakai nama seperti yang di paspor (lama), Mbak harus datang ke Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) saat pulang. Ini harus pulang, tidak bisa (diurus) di sini (Hong Kong). Itu lewat lurah bisa, lewat camat juga bisa. Bilang, “Pak, nama saya di e-KTP salah, saya mau menyesuaikan nama”.
PMI: Bagaimana dengan nama di surat kelahiran, ijazah, dan lainnya?
NUSRON: Risikonya seperti itu, berubah semua. Kalau Kamu memilih pakai nama seperti di paspor lama. Jadi, soal nama, Kamu maunya apa?
PMI: Kalau nama saya di paspor ada yang hilang, itu bermasalah gak?
NUSRON: Ya masalah. Pokonya sekarang, semua nama kalau tidak sesuai, masalah.
PMI: Apa solusinya?
NUSRON: Solusinya, memilih salah satu.
PMI: Kalau beda tanggal lahir bagaimana?
NUSRON: (Sama) memilih. Semua datang ke sana (Dukcapil, kelurahan, kecamatan), memilih salah satu. Mengikuti paspor atau mengikuti KTP. Kalau mau mengikuti paspor, KTP-nya diubah. Kalau ikuti KTP, paspornya diubah.
PMI: Masalahnya, kalau mengubah data paspor, akan bermasalah di Hong Kong.
NUSRON: Makanya, semua ada risiko. Kalau di Hong Kong (takut) bakalan ada masalah, berarti Mbak pilihannya mengubah KTP, disesuaikan dengan paspor, supaya aman.
Ini karena kesalahan masa lalu, tidak boleh menyalahkan siapapun. Anda pasti akan menyalahkan PT. Tapi saya jawab, “lah ko (dulu) Kamu (juga) mau?”
PMI: Kan kepepet?
NUSRON: Apapun alasannya, saya katakan, ini kesalahan kolektif, atau kesalahan berjamaah, antara PT dan Mbak-mbak semua, yang melakukan. Kan ada yang tidak melakukan. Ada risikonya.
PMI: Kalau tidak nurut PT, tak bisa berangkat (kerja ke luar negeri).
NUSRON: Kalau mau berangkat, kan ada (syarat) usianya. Usianya belum cukup kok ingin berangkat? Itu kan memaksakan kehendak. Kalau memaksakan kehendak, melakukannya dengan jalan yang tidak benar, risikonya sekarang jadi begini.
Kalau risikonya begini, solusinya bagaimana? Harus memilih salah satu. Yang lalu biarlah berlalu. Supaya ke depan Indonesia tidak boleh kejadian seperti ini lagi, usia 20 tahun ya 20 tahun. Jangan usia baru 16 tahun diaku 20 tahun.
PMI: Kan ingin kerja.
NUSRON: Ya kerja kan ada aturannya. Masa demi bekerja boleh melanggar aturan? Kalau sudah kejadian seperti ini, mau menyalahkan siapa?
Daripada mengubah paspor di sini lalu dihukum karena dianggap memalsukan data, lebih baik pulang baik-baik. Di Indonesia mengubah e-KTP dan mengubah KK. Tapi pesan saya, kalau mengubah nama, selametan dulu. Kualat nanti kepada ibumu yang sudah kasih nama, kalau tidak selametan.
Jadi jawabannya, pilihan masing-masing, dengan risiko masing-masing! [Razak]