PMI, Narkoba dan Uang 10 Trilyun
Praktik pencucian uang hasil transaksi narkoba dilakukan bandar dengan berbagai cara untuk menghilangkan jejak dari pantauan penegak hukum. Sistem pengawasan perbankan yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK dan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK semakin menyulitkan para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan uang haram tersebut.
Meski demikian para bandar seperti yang tak pernah kehilangan akal untuk mencari celah guna menyembunyikan uang yang diperoleh dari transaksi barang haram tersebut.
Menurut penelusuran ada beberapa kasus di tahun 2018 yang menggunakan cara-cara unik dalam menyimpan hasil transaksi narkoba tersebut. Mulai dari mendirikian perusahaan ataupun pabrik fiktif hingga memanfaatkan mata uang digital Bitcoin.
- Gaji Pekerja Migran Indonesia
Sejak ditangkapnya Devi Yuliana pada Februari 2018, modus unik pencucian uang yang dilakukan bandar narkoba terungkap. Peran Devi adalah mengelola keuangan dengan melakukuan pencucian uang beberapa bandar narkoba.
BNN menduga ada aliran dana hasil transaksi narkoba yang digunakan untuk pembayaran gaji pekerja migran Indonesia (PMI) atau yang oleh sebagian orang masih disebut TKI/TKW yang sedang bekerja di luar negeri. Sistem ini memiliki kemiripan dengan sistema ijon dimana para bandar akan membayarkan terlebih dahulu gaji para PMI.
Gaji ini langsung dikirimkan kepada keluarga PMI yang ada di Indonesia, selanjutnya jaringan bandar di negara tempat PMI bekerja akan menghimpun gaji para PMI tersebut dari perusahaan atau lembaga penyalur tenaga kerja.
Menurut perkiraan BNN ada sekitar Rp 10 triliun dana diputar dalam sistem pencucian uang dengan modus pembayaran gaji PMI ini. Pihak BNN juga mengakui bahwa praktik pencucian uang dengan modus ini sangat sulit diungkap sebab sistem tersebut dianggap memberikan keuntungan bagi para PMI sehingga mereka cenderung diam dan tidak melaporkannya.
- Dirikan Perusahaan Fiktif
Berbeda lagi dengan yang dilakukan Intan yang diduga mengelola keuangan hasil jual-beli narkoba pada Rabu, 21 Maret 2018. Intan ditangkap di daerah Jalan Kruing II, Perumahan Pandau Permai Kabupaten Kampar, Riau.
Intan berprofesi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) yang menikah dengan warga negara Malaysia. Bisnis narkoba yang dijalankannya pun lintas negara, yakni Malaysia-Indonesia yang masuk dari jalan tikus di daerah Bengkayang, Kalimantan Barat.
Posisi Bengkayang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia. Intan membuat dua perusahaan fiktif di Indonesia bernama PT Surya Subur Jaya dan PT Nusa Primula Maju Jaya. Pendirian perusahaan ini dilakukan agar uang penjualan narkoba dapat dimasukkan dalam rekening perusahaan tersebut.
Selain itu, jumlah aliran dana yang begitu besar dianggap tidak akan mencurigakan aparat penegak hukum karena menggunakan rekening perusahaan. Dari penangkapan Intan, BNN menyita barang bukti uang dalam rekening BCA sebesar Rp 526 juta dan dalam rekening BRI uang sebesar Rp 1,63 miliar. Tidak hanya itu, BNN juga menyita aset berupa rumah senilai Rp 1,8 miliar.
- Rekening Pekerja di Luar Negeri
Money Changer yang menyediakan jasa untuk melakukan penukaran mata uang rupiah dengan mata uang asing juga kerap digunakan untuk melakukan pencucian uang hasil bisnis narkoba. Devi Yuliana yang disebut-sebut sebagai agen pencucian uang bandar narkoba ternyata memiliki modus pencucian uang lainnya.
Tidak hanya menggunakan modus Gaji PMI, Devi juga menggunakan money changer untuk mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening di luar negeri.
Untuk membuka rekening di luar negeri itu, Devi menggunakan cara mengirim pekerjanya liburan gratis ke luar negeri. Seluruh biaya ditanggung Devi dengan syarat para pekerja itu membuka rekening setelah tiba di negara tujuanya tersebut.
Setelah memiliki rekening di negara tersebut Devi mentransfer sejumlah uang hasil transaksi narkoba melalui money changer. Berdasarkan penyelidikan BNN, terdapat 14 negara yang menjadi lokasi penerimaan dana tersebut termasuk Cina, Jepang, Jerman, Australia, dan India.
Diduga jumlah transaksi yang dilakukan dengan menggunakan modus ini sebesar Rp 6,4 triliun.
- Danai Kegiatan di Dalam Lapas
Banyak kasus jaringan narkoba yang terungkap ternyata dikendalikan dari dalam lapas. BNN Pusat dan BNN Provinsi Lampung juga membongkar sindikat narkoba dari dalam Lapas Kelas IIA Kalianda Lampung Selatan pada 5 Mei 2018.
Sindikat ini rupanya tidak hanya melibatkan narapidana saja tetapi juga melibatkan peran polisi, sipir, bahkan Ketua Lapas Kalianda.
PPATK mencatat ada tiga kali aliran dana dari bandar narkoba bernama Marzuli ke rekening Kalapas Kalianda. Selain itu, berdasarkan penyelidikan BNN diketahui bahwa Marzuli menyerahkan uang upeti sebesar Rp 100 juta kepada Kalapas tersebut.
Selain itu, Marzuli melakukan pencucian uang dengan membiayai beragam kegiatan yang dilakukan di dalam Lapas Kalianda. Adapun kegiatan yang disokong dari hasil bisnis narkoba itu, seperti peringatan hari ulang tahun, peringatan hari kemerdekaan, hingga membiayai pertandingan futsal antar lapas di Lampung.
Sebagai imbalannya, Marzuli mendapatkan banyak keistimewaan yang tidak diperoleh narapidana lainnya. Marzuli diperbolehkan membawa ponsel yang digunakan mengatur jalannya distribusi dan penjualan narkoba oleh anak buahnya.
Tidak hanya itu, Marzuli juga diperbolehkan memasukkan perempuan ke dalam lapas tanpa diminta untuk meninggalkan kartu identitas di pos penjagaan. Marzuli diperbolehkan membawa masuk sejumlah narkoba ke dalam lapas dan bahkan Marzuli mendapatkan ijin untuk keluar-masuk penjara. Sejauh ini, dirinya telah enam kali keluar masuk penjara dengan sepenngetahuan Kalapas. [Shinta/Kriminolog]