Potret Pendidikan Anak PMI : Melintas Batas Negeri, Agar Bisa Sekolah Setiap Hari
2 min readNunukan – Demi bersekolah, puluhan anak di Kampung Bergosong Malaysia harus berjalan kaki puluhan kilometer ke tempat mereka belajar di SD 005 di Desa Lourdes, Kecamatan Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Setiap hari, mereka melintas batas negara. Demi bisa mengeja aksara, melihat cakrawala dunia.
Puluhan siswa SD itu adalah anak dari para Pekerja Migran Indonesia (PMI) di perkebunan kelapa sawit di Kampung Bergosong, Malaysia. Mereka terpaksa menempuh jarak jauh untuk bersekolah karena tidak ada sekolah di sekitaran tempat orangtuanya bekerja. Sekolah yang paling dekat adalah SDN 005 di Desa Lourdes, Indonesia.
“Banyak anak-anak pekerja migran kita yang bekerja di Malaysia, tetapi sekolah ke Indonesia. Kami data, lakukan survei, kami buatkan laporan ke pusat. Akhirnya dikirimlah lima buah sepeda Paragon,”ujar Rinta Wulandari, Koordinator Gerakan Sedekah Rombongan di wilayah Kalimantan Utara, Kamis (3/8/2017).
“Kami buka taman baca di Bergosong Malaysia di mana banyak buruh migran Indonesia di sana. Ternyata banyak anak-anak mereka sekolah SD dan SMP di sekolah tapal batas,” ujar Rinta.
Rinta menjelaskan, tidak ada angkutan umum di daerah anak-anak tersebut. Itulah yag menyebabkan, mereka harus berjalan kaki ke sekolah yang berada di perbatasan Indonesia-Malaysia tersebut.
Tak tanggung-tanggung, jarak yang harus mereka tempuh mencapai 10 kilometer. Karena itulah, mereka harus bangun lebih pagi agar tidak terlambat sekolah. Bahkan, seringkali mereka harus berangkat dari Malaysia ke sekolahnya di Indonesia saat masih adzan subuh.
“Mereka harus bangun Subuh agar sampai di sekolah tepat waktu, tidak terlambat,” tutur Rinta.
Menempuh perjalanan 10 km, bagi anak-anak biasa dilakukan dengan berombongan. Mereka tidak mau menanggung resiko bahaya di perjalanan.
Berawal dari keprihatinan melihat nasib anak-anak PMI ini, Rinta yang saat itu bertugas sebagai perawat di Puskesmas Aji Kuning mengajukan bantuan sepeda. Dengan sepeda, ia berharap, anak-anak lebih mudah menuju sekolah di perbatasan Indonesia.
Bantuan pun datang. SR mengirim lima sepeda yang didatangkan dari Surabaya dengan menggunakan kapal tol laut.
“Sebetulnya banyak, tetapi harga sepeda mahal. Kami mensurvei 5 anak yang punya adik atau kakak yang bersekolah di sekolah perbatasan,” imbuh wanita asal Kota Lampung ini.
Sebanyak 5 Sepeda yang dikirim berjenis sepeda gunung. Sepeda ini bisa melintasi medan berat mengingat jalan yang harus dilalui anak-anak TKI tersebut medannya cukup berat dan naik turun bukit.
Meski masih banyak anak yang membutuhkan sepeda, setidaknya dengan 5 buah sepeda yang diberikan Komunitas SR, ada 10 anak TKI yang terbantu.
“Harapan kita 5 sepeda ini bisa untuk berboncengan ketika berangkat sekolah. Kami berharap mereka bisa bergantian memakai sepeda itu,” ucap Rinta. [Asa/SKC]