Radikal (?) kah Celana Cingkrang Itu ?
JAKARTA – Jika dilihat dari asal katanya dalam bahasa latin istilah radikal berasal dari kata radix yang artinya akar. Sejalan dengan hal ini KBBI atau kamus besar bahasa Indonesia mengartikan istilah ini sebagai segala sesuatu yang sifatnya mendasar sampai ke akar-akarnya atau sampai pada prinsipnya.
Dalam istilah lain, orang Jawa menyebut sebagai “mbalung sum sum” atau mendarah daging, atau menyusup sampai ke seluruh tubuh.
Dalam menjalankan dan menghayati kehidupan beragama, tentu sebuah penghayatan, pemahaman sampai ke dasar-dasarnya, kemudian keyakinan sampai mbalung sum sum sangat diperlukan. Namun, radikal, radikalisme dalam kontek sekarang, sering dikonotasikan sebagai sebuah bentuk pemahaman yang dianggap membahayakan. Belum terdapat batasan yang tegas, tentang radikal yang dikonotasikan pada penyimpangan tersebut.
Lalu, apa benar radikalisme selalu melulu soal celana cingkrang ataupun penampilan berjenggot? Maka, menjadi amat penting agar pandangan masyarakat atas orang yang menganut paham radikal perlu diubah. Lantaran bisa berpotensi membuat mereka teralienasi (terjebak) dalam pemahaman yang picik.
Hal ini diungkapkan oleh Pengamat intelijen Stanislaus Ryanta. Ia beralasan bahwa radikal atau tidaknya seseorang tidak tergantung pada penampilan yang terlihat.
“Radikal tidaknya seseorang baru bisa diketahui bila kita berdialog atau saat mereka menyampaikan pernyataan-pernyataannya. Dari situ baru bisa diukur,” kata dia di Jakarta belum lama ini.
Ia juga mengatakan bahwa orang dengan paham radikal biasanya eksklusif dan menarik diri dari orang lain atau memiliki kelompok yang berbeda. Dan orang dengan paham radikal lazimnya mudah menyalahkan orang yang tidak sepemikiran, dan tidak mau menerima perbedaan dan kebhinnekaan.
“Tidak mau menerima. Bukan hidup setara dalam damai dan keberagaman serta sama di mata hukum. Itu ciri awalnya. Biasanya, lama-lama dia akan menyatakan tidak setuju dengan paham atau ideologi negara. Bila sudah demikian, maka sudah masuk dalam kategori radikal yang berbahaya dan selangkah lagi menjadi teroris,” ujar dia.
Maka Stanislaus menghimbau kepada masyarakat untuk segera menghubungi aparat keamanan, bila menemukan orang dengan ciri-ciri seperti itu.
Selain itu, ia juga meminta agar hal ini menjadi perhatian Kementerian Agama (Kemenag) karena banyak kelompok radikal yang bertindak mengatasnamakan agama.
Padahal, aksi kekerasan atau terorisme tidak selalu bermotif ideologi atau agama. Sebab ada juga aksi radikal yang bermotif separatisme atau bahkan bermotif ekonomi.
“Namun polesan agama dengan janji surga memang efektif membuat pelaku teror merasa from zero to be hero, sehingga berani melakukan bom bunuh diri”. Maka Kemenag jangan abai untuk bersama para stakeholder membina umat, agar tidak mudah dicuci otak menjadi teroris,” kata dia.
Pendapat Ulama tentang Celana Cingkrang
Penggunaan celana cingkrang ternyata sudah pernah dibahsa sejak zaman Rasulullah SAW, berikut ini terdapat beberapa dalil dan pendapat ulama terkait penggunaan celana cingkrang sebagai salah satu pakaian sehari-hari, antara lain:
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sebagai informasi yang sangat pentin untuk diketahui jika celana diatas mata kaki atau celana cingkrang merupakan sunnah dan ajaran yang diberikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini lebih dikhususkan bagi anak laki laki, sementara untuk wanita diberikan perintah untuk menutup seluruh bagian telapak kaki. Hal ini bisa terlihat dari pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu mengenakan celana diatas mata kaki seperti keseharian yang dilakukan beliau.
Al Asy’ats bin Sulaim berkata jika ia pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.”
Hudzaifah bin Al Yaman berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih)
Dari dua hadits diatas membuktikan jika celana yang dikenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada diatas mata kaki sampai ke bagian tengah betis. Diperbolehkan untuk seseorang menurunkan celananya akan tetapi dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki sebab Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik untuk umat muslim.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [60] : 21)
Pandangan Syeikh Abdul Aziz bin Baz
Dalam fatwanya, beliau memberi penegasan mengenai pakaian apapun yang melewati mara kaki akan menyeret pelakunya menuju ke neraka. [HR. Bukhari]
Beliau memberi perbedaan tentang ciri dosa kecil dan dosa besar. Dosa besar merupakan perintah dan juga larangan yang memiliki kandungan kata azab, siksa pedih, neraka dan lain sebagainya. Sedangkan dosa kecil adalah dosa yang tidak mengandung pernyataan seperti pada dosa besar. Oleh karena itulah menurutnya haram meskipun tidak diiringi dengan sombong namun perbuatannya bisa menuju kesombongan karena dihukumi sama dengan tujuan dan orang yang melakukannya dengan sombong maka dosanya akan lebih besar.
Pandangan Ibnu Hajar al-Asqalani
Ibnu Hajar di dalam kitabnya Faithul Bari memberi penjelasan dika diperbolehkan memakai celana cingkrang selama tidak diikuti dengan rasa sombong karena menurutnya sifat sombong merupakan taqyid atau syarat ketentuan penetapan dosa untuk pelaku isbal. Walaupun tersirat jika hadits isbal memperlihatkan keharaman, akan tetapi beberapa hadits tersebut juga memperlihatkan adanya taqyid haramnya isbal yang dikarenakan sombong. Selama seseorang tidak sombong walau memakai celana melebihi mata kaki, hal tersebut tidak termasuk haram dan diperbolehkan sehingga penetapan dosa yang berhubungan dengan isbal bergantung pada masalah tersebut.
Pandangan Imam An-Nawawi
Imam An Nawawi memberikan penjelasan di dalam kitabnya Syarh Sahih Muslim, beberapa hadis yang secara umum mengatakan jika segala pakaian yang lewat dari batas mata kaki tempatnya di neraka bermaksud bisa terjadi pada orang yang sombong. Sombong merupakan taqyid yang mengkhususkan keumuman musbil atau orang yang melakukan isbal pada kainnya sehingga yang dimaksud dengan ancaman dosa adalah kepada orang yang sudah memanjangkan celana akan tetapi berlaku sombong.
Pandangan Ibnu Taimiyah
Ibnu Tamiyah juga mengungkapkan hal serupa dengan Syarh al Umdah, beliau berkata jika kebanyakan hadits tentang isbal memuat kata khuyala atau sombong sebagai ketentuan syarat haramnya isbal. Beliau juga memberikan penjelasan jika sudah menjadi hal umum jika isbal merupakan kelakuan yang memperlihatkan kesombongan. Oleh karena itu, hadits yang secara umum hanya menyebutkan sarung atau celana dibawah mata kaki maka memiliki tempat di neraka tanpa menyebutkan taqyid atau sombong sebab sudah menjadi hal umum jika menjulurkan kain adalah tabiat dari orang sombong.
Pandangan Asy-Syaukani
Asy Syaukani berkata dalam Nailaul Authar jika potongan sabda Nabi SAW pada Abu Bakar, ” Kalau anda yang melakukan hal itu pasti bukan karena sombong.” adalah sebuah peryataan yang sangat jelas dan fokus karena keharaman isbal adalah sombong. Seseorang yang melakukan isbal dapat diikuti dengan rasa sombong dan bisa juga tidak sehingga keumuman hukum haramnya isbal harus dibawa pada hadis berbentuk muqayyad yang sudah disebutkan sebelumnya yakni hukum isbal menjadi haram apabila mengandung sifat sombong.
Dalil Seputar Celana Cingkrang
Isbal memiliki arti menjulurkan pakaian melebihi mata kaki merupakan hal terlarang di dalam Islam dan hukumnya setidaknya makruh atau bahkan diharamkan. Ada banyak dalil dari hadits Nabi Muhammad yang mendasari hal tersebut.
- Bukhari 3665, Muslim 2085
“Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’.Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya’.”
- Bukhari, 3485
“Ada seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena sombong. Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Dia meronta-ronta karena tersiksa di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”.
- Bukhari 5787
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka”
- Muslim, 106
“Ada tiga jenis manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan disucikan oleh Allah. Untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”.
- Abu Daud 4084, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud
“Janganlah kalian mencela orang lain. Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun itu hanya dengan bermuka ceria saat bicara dengan saudaramu. Itu saja sudah termasuk kebaikan. Dan naikan kain sarungmu sampai pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai mata kaki. Jauhilah isbal dalam memakai kain sarung. Karena isbal itu adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan”
- Muslim no. 2086
“Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.”
- Ibnu Maajah no.2892, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah
Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu’anhu beliau berkata, “Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangi kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata: ‘Wahai Sufyan, janganlah engkau isbal. Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil’”
- Bukhari 5788
“Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong”
Dari beberapa dalil diatas memperlihatkan jika Islam melarang isbal atau mengenakan kain atau celana melebihi dari batas mata kaki baik dalam larangan sampai ke tingkat haram atau tidaknya. Sehingga sangat baik jika umat Islam mengindahkan larangan tersebut. Namun, memakai celana melebihi mata kaki hukumnya makruh apabila tidak didasari dengan tujuan sombong. Pada dasarnya, pakaian orang Islam yang beriman adalah setengah betis atau cingkrang. Namun jika ingin memakai yang melebihi maka tidak menjadi masalah asalkan tidak melewati kedua mata kaki karena akan dihukumi isbal dan terkena ancaman seperti beberapa hadits yang sudah diulas diatas. Oleh karena itu, marilah membenahi diri dengan berpakaian seperti orang beriman layaknya perintah Rasulullah SAW dan celana cingkrang bukan kekurangan namun menjadi simbol keimanan dan bukan berarti bid’ah namun ibadah. []