August 23, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Resiko Faktor Genetik Kanker Payudara

4 min read

JAKARTA – Presenter, komedian, dan penyanyi Nina Carolina atau lebih dikenal dengan Mpok Alpa, meninggal dunia pada 15 Agustus 2025, di usia 38 tahun setelah berjuang melawan kanker payudara. Dalam wawancara kepada wartawan di rumah duka kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (16/8), suami Mpok Alpa, Ajie Darmaji mengungkap ada faktor genetik dari ibunya di balik penyakit istrinya.

World Health Organization (WHO) menyebut, kanker payudara adalah penyakit di mana sel-sel payudara abnormal tumbuh tak terkendali dan membentuk tumor. Bila tidak ditangani, tumor bisa menyebar ke seluruh tubuh dan berakibat fatal.

Pada 2022, WHO mengungkap, ada 2,3 juta perempuan yang didiagnosis kanker payudara dan 670.000 kematian di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, kanker payudara menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak, menjadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker.

Dikutip dari situs Kementerian Kesehatan, data Globocan tahun 2020 menyebut, jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. Jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22.000 kasus.

 

Faktor risiko keturunan

Ada dua faktor risiko yang menyebabkan kanker payudara: faktor yang bisa diubah dan faktor yang tak bisa diubah. Faktor risiko yang bisa diubah, menurut situs Centers for Disease Control and Prevention (CDC), antara lain kurang aktif secara fisik, kelebihan berat badan atau obesitas setelah menopause, mengonsumsi hormon, dan minum alkohol.

Sementara faktor risiko yang tidak dapat diubah, antara lain bertambahnya usia, riwayat reproduksi, memiliki payudara padat, riwayat pribadi kanker payudara atau penyakit payudara non-kanker tertentu, riwayat pengobatan dengan terapi radiasi, paparan obat dietilstilbestrol, mutasi genetik, serta riwayat keluarga kanker payudara atau ovarium.

Menurut American Cancer Society, memiliki kerabat tingkat pertama—ibu, saudara perempuan, atau anak perempuan—yang menderita kanker payudara hampir menggandakan risiko perempuan.

“Memiliki dua kerabat tingkat pertama, meningkatkan risikonya sekitar tiga kali lipat,” tulis American Cancer Society.

Lalu, perempuan yang memiliki ayah atau saudara laki-laki yang pernah menderita kanker payudara juga memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker payudara. American Cancer Society mencatat, pria juga bisa terkena kanker payudara, tetapi penyakit ini jauh lebih umum terjadi pada perempuan.

Lebih lanjut, American Cancer Society menulis, sekitar 5% hingga 10% kasus kanker payudara diduga bersifat keturunan. Artinya, kanker tersebut disebabkan langsung oleh perubahan atau mutasi gen yang diwariskan orang tua.

Penyebab paling umum kanker payudara herediter adalah adanya mutasi bawaan pada gen BRCA1 dan BRCA2. Dalam kondisi normal, kedua gen ini berperan penting membantu tubuh memproduksi protein yang berfungsi memperbaiki DNA yang rusak. Namun, jika terjadi mutasi, kemampuan ini terganggu, sehingga sel dapat tumbuh tidak terkendali dan memicu kanker.

Jika seseorang mewarisi salinan gen BRCA1 atau BRCA2 yang bermutasi dari salah satu orang tuanya, risiko terkena kanker payudara akan meningkat secara signifikan. Rata-rata, perempuan dengan mutasi pada gen ini punya kemungkinan hingga 7 dari 10 mengidap kanker payudara sebelum usia 80 tahun.

“Risiko tersebut bisa semakin tinggi jika dalam keluarganya terdapat lebih banyak anggota yang juga pernah menderita kanker payudara,” tulis American Cancer Society.

Perempuan yang memiliki mutasi BRCA1 atau BRCA2 biasanya lebih rentan didiagnosis kanker payudara pada usia muda, serta berisiko mengalami kanker di kedua payudara. Mutasi ini juga meningkatkan kemungkinan terkena kanker ovarium dan beberapa jenis kanker lainnya.

 

Dapat dicegah?

Menurut Anisha Ninan dari Program Kanker Payudara di Johns Hopkins Kimmel Cancer Center, dikutip dari situs Johns Hopkins Medicine, bagi siapa pun yang mencurigai dirinya mungkin membawa gen yang meningkatkan risiko kanker, sebaiknya melakukan konseling genetik.

Dokter biasanya mungkin akan mempertimbangkan pengujian genetik, jika seseorang dalam keluarga telah dites positif membawa gen yang bermutasi, seseorang didiagnosis menderita kanker payudara sebelum usia 50 tahun, pria di keluarga seseorang telah didagnosis menderita kanker payudara, seseorang didiagnosis menderita kanker ovarium, ada beberapa kanker payudara di satu sisi keluarga, serta seseorang atau kerabat telah didiagnosis menderita kanker pada kedua payudara.

Ninan melanjutkan, jika pengujian mengonfirmasi seseorang berisiko, penyedia layanan kesehatan dapat menyusun rencana untuk melindungi kesehatan seseorang, yang mencakup evaluasi dan pemantauan risiko tinggi; jadwal pemeriksaan, termasuk mamografi digital dan pemeriksaan payudara klinis; serta obat terapi hormonal untuk mencegah perkembangan kanker payudara. Jika memiliki faktor risiko genetik, skrining rutin diperlukan.

“Bagi perempuan dengan riwayat keluarga kanker payudara tetapi tanpa mutasi gen yang diketahui, skrining dapat dimulai lima tahun sebelum usia paling awal diagnosis dalam keluarga. Misalnya, jika ibu Anda didiagnosis saat berusia 35 tahun, Anda harus mulai melakukan skrining saat berusia 30 tahun,” kata Ninan, dikutip dari situs Johns Hopkins Medicine.

“Bagi perempuan dengan mutasi BRCA1 atau BRCA2, skrining dapat dimulai sejak usia 25 tahun.”

Ninan mengatakan, perempuan dengan mutasi BRCA1 atau BRCA2 menghadapi risiko kanker payudara dan ovarium yang signifikan. “Pengangkatan tuba falopi dan ovarium secara profilaksis (pencegahan) direkomendasikan pada usia sekitar 40 tahun,” tutur Ninan.

“Banyak perempuan dengan mutasi BRCA1 atau BRCA2 juga akan memilih untuk mengangkat payudara mereka.” []

Advertisement
Advertisement

Leave a Reply