December 10, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Responsif Terhadap Gender Diharapkan Menjadi Bagian dari Penguatan Perlindungan PMI

2 min read

JAKARTA – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) memperkuat kolaborasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kapasitas dalam perekrutan serta pengawasan yang responsif gender dan inklusif bagi pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Kolaborasi ini dilakukan melalui lokakarya yang bertujuan memperkuat praktik perekrutan yang adil serta membangun sistem pengawasan yang responsif gender dan inklusif untuk meningkatkan pelindungan dan kesejahteraan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT,” kata Direktur Pengawasan, Pencegahan, dan Penindakan KP2MI Eko Iswantono di Kupang, Selasa.

Berdasarkan data demografi migrasi kerja, kata dia, NTT merupakan daerah asal pekerja migran terbesar ke-9 di Indonesia dengan jumlah kasus bermasalah tertinggi di luar negeri.

Karena itu, menurut dia, lokakarya tersebut penting untuk mendorong layanan dengan perspektif hak asasi manusia, responsif gender, serta memperkuat praktik perekrutan dan sistem pengawasan terpadu.

Ia menambahkan lokakarya tersebut merupakan kolaborasi yang melibatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, International Labour Organization (ILO), Jaringan Buruh Migran (JBM), dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) .

“Kemitraan strategis ini mendorong pembangunan sistem pengawasan terpadu hingga tingkat desa melalui partisipasi aktif masyarakat,” katanya.

Sementara itu Sekretaris Nasional JBM Savitri Wisnuwardhani mengatakan pemahaman tentang perekrutan yang adil dan pengawasan responsif gender harus dibangun berdasarkan data lapangan dan melibatkan partisipasi pekerja migran.

“Pemahaman ini penting diterapkan oleh penyedia layanan pemerintah maupun swasta untuk memastikan pelindungan yang lebih kuat bagi PMI,” ujarnya.

Ia menegaskan setiap provinsi asal PMI perlu memiliki regulasi dan sistem pengawasan yang efektif demi mencegah praktik jeratan utang, pungutan biaya, manipulasi informasi lowongan, serta layanan migrasi yang tidak sesuai standar.

Savitri berharap hasil lokakarya dapat memperkuat rekomendasi bagi revisi UU PPMI, terutama dalam masa transisi kelembagaan yang memerlukan harmonisasi peran, regulasi, koordinasi, serta peningkatan mekanisme pengawasan di tingkat pusat dan daerah. []

Advertisement
Advertisement

Leave a Reply