Rp3,8 Triliun Pajak yang Dibayar Rakyat Dipakai Fasilitasi Kekerasan Aparat Terhadap Rakyat

JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan tegas mengecam praktik kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap masyarakat sipil selama aksi demo penolakan UU TNI yang baru disahkan DPR.
Terlebih menurut Peneliti ICW, Almas Sjafrina, kekerasan yang dilakukan menggunakan peralatan lengkap yang dibeli dari uang negara atau publik.
Dia mengungkapkan, dalam enam tahun terakhir atau dari 2019-2025, ada 106 paket pengadaan peralatan kepolisian dengan nilai total kontrak mencapai Rp3,8 triliun, yang mencakup belanja peralatan penanganan massa aksi.
Belanja itu mencakup peralatan penanganan massa aksi seperti helm, rompi, tongkat pukul, tameng, dan sebagainya.
“Mungkin ini adalah peralatan yang kemarin kita saksikan di banyak video yang beredar, entah itu di X, Instagram, di media sosial atau bahkan di pemberitaan media. Digunakan untuk memukul publik yang sedang memperjuangkan atau menyampaikan kritikannya terhadap penyusunan revisi UU TNI,” ujarnya dalam diskusi daring `Menyikapi Kekerasan Aparat terhadap Massa Aksi Tolak Revisi UU TNI di Berbagai Kota`, Rabu (26/3/2025).
Almas menerangkan, publik melakukan demonstrasi salah satunya karena UU TNI mengabaikan prinsip-prinsip penyusunan atau pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur di undang-undang.
Maka dari itu, menurutnya, publik menjadi korban dua kali. Tidak hanya menjadi korban dari penyusunan undang-undang yang mengabaikan partisipasi publik, tapi juga korban kekerasan.
Almas berpandangan, situasi yang sedang dihadapi publik tersebut adalah kondisi yang sangat ironis. Selain itu, membenarkan bahwa Indonesia sedang memasuki era pemerintahan yang semakin gelap dan meminggirkan peran masyarakat dalam pengambilan kebijakan.
Dia mengatakan, kritik atau bahkan kemarahan yang diluapkan oleh publik dalam merespons RUU TNI, semestinya dipandang sebagai konsekuensi logis, karena hak dan kewajiban partisipasi bermakna yang diabaikan oleh pemerintah bersama dengan DPR RI. []