April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Rusuh, Internet di Papua di Blokir Sampai Waktu yang Tidak Ditentukan

3 min read

JAKARTA – Pemerintah belum mempunyai tenggat pasti kapan kebijakan pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat bakal berakhir.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku pihaknya masih perlu berkoordinasi dengan otoritas keamanan sebelum mencabut kebijakan yang diberlakukan sejak 21 Agustus 2019 tersebut.

“Saya tidak bisa memutuskan. Yang bisa memutuskan teman-teman di lapangan. Saya tidak melakukan ini sendiri, tapi kerja sama dengan pihak hukum,” kata Rudiantara, Sabtu (25/8/2019).

Rudiantara berdalih, kebijakan ini diberlakukan demi mencegah penyebaran hoaks yang berpotensi memantik kericuhan susulan.

Kebijakan ini dipandang berbanding terbalik dengan klaim Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang menyebut kondisi keamanan di Papua dan Papua Barat sudah berjalan normal kembali.

Pelaksana Tugas (Plt) Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ferdinandus Setu mengungkapkan, kendati kondisi keamanan berangsur membaik, namun transmisi informasi hoaks, kabar bohong, provokatif, dan rasial masih cenderung tinggi.

Dari keterangan resminya, Sabtu (24/08/2019), Kemenkominfo mencatat ada 33 item dan 849 tautan url berisi informasi hoaks dan provokatif terkait kisruh di Papua dan Papua Barat yang disebarkan ke ratusan ribu pengguna Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube.

Kebijakan ini menuai pertentangan. Dua pengacara hak asasi manusia (HAM) telah mengajukan permohonan mendesak (urgent appeal) kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar pemerintah segera mencabut kebijakan tersebut.

Permintaan diajukan atas laporan intimidasi yang diterima oleh jurnalis Papua Barat, Victor Mambor.

Dua pengacara yang tersebut adalah Jennifer Robinson, tergabung dalam kamar hukum Doughty Street Chamber Inggris, dan Veronica Koman. Permintaan ini secara spesifik diajukan kepada Pelapor Khusus PBB David Kaye dan Komisi Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) di Jenewa, Swiss, tertanggal 23 Agustus 2019.

Dalam pernyatannya, Robinson menyebut bahwa pemblokiran ini secara fundamental melanggar hak komunikasi Papua Barat yang sangat tergantung dengan internet.

Ruang gerak jurnalis, seperti Viktor, juga terhalang. Apalagi, hanya wartawan lokal saja yang bisa melaporkan kondisi di Bumi Cenderawasih ini, sementara jurnalis dan organisasi asing dilarang memasuki Papua dan Papua Barat.

Sejumlah organisasi nirlaba hak asasi manusia sejak beberapa hari lalu juga melayangkan protes kepada pemerintah atas langkah pelanggaran hak dasar masyarakat Papua dan Papua Barat untuk menerima informasi.

Para pegiat meyakini, kebijakan pemerintah hanya akan mempersulit masyarakat yang hendak mencari kebenaran peristiwa dan/atau mengecek keselamatan sanak saudara mereka.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menambahkan, kebijakan ini juga mempersulit kerja jurnalistik dan pemantau HAM di Papua.

Executive Director SAFEnet Damar Juniarto dengan tegas mengatakan kebijakan ini sebagai bentuk lain dari pencekikan hak digital masyarakat. Pasalnya menurut Damar laporan hoaks yang disebut Kemenkominfo tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

Hoaks yang dimaksudnya adalah cuitan Veronica Koman yang mengatakan dua pemuda Papua ditangkap polisi karena mengantarkan makanan ke asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

Kemenkominfo mengatakan informasi terkait penculikan memang hoaks. Akan tetapi, Veronica Koman menggunakan kata ‘penangkapan’ bukan ‘penculikan’. Kemenkominfo berdalih bahwa banyak akun anonim yang menggunakan cuitan Veronica dan mengganti dengan narasi penculikan.

“Salah satu bukti yang disodorkan sebagai hoaks ternyata tidak terverifikasi dengan benar sehingga langkah pembatasan tersebut tanpa dasar yang jelas,” jelas Damar, Kamis (22/8/2019).

Di sisi lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menekankan bahwa kebijakan pemblokiran internet adalah prioritas, demi keamanan nasional. Lagipula, klaim Moeldoko, pemblokiran internet tidak seluruhnya, melainkan hanya dengan memperlambat akses saja.

Moeldoko juga beranggapan, pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat sejatinya tidak mengganggu aktivitas masyarakat. “Dulu kita juga enggak ada (internet) juga bisa hidup kok,” tukasnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. []

Advertisement
Advertisement