November 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Sampai Malaysia, 2 PMI Yang Masih Belia Dipaksa Menjadi “Penjaja Cinta”

3 min read

Nahas menimpa dua pekerja migran Indonesia (PMI) wanita  asal Lhokseumawe, Aceh. NW, 24, dan DY, 20, yang berniat menjadi pelayan kafe justru harus melayani laki-laki hidung belang di Malaysia. Kedua korban itu termakan rayuan FA, 27, yangmengiming-imingi gaji antara Rp 6 juta hingga Rp 8 juta perbulan. Namun, sesampai di sana kedua wanita ini malah dipaksa untuk bekerja menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK), November 2017.

Kini tersangka asal Gampong Uteunkot, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe sudah ditangkap Satuan Reskrim Polres Lhokseumawe di rumahnya, Kamis (06/09/2018). Penangkapan dilakukan polisi setelah mendapat laporan korban, Senin (03/09/2018).

“Ada tersangka lain sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terus kita buru, yakni seorang laki-laki yang membawa dua wanita itu dari Batam ke Malaysia,” ungkap Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta Irawan, Jumat (07/09/2018).

Sementara itu, Kasat Reskrim Iptu Riski Andrian mengatakan, tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) Jo Pasal 4, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukumannya penjara 15 tahun dan denda Rp600 juta.

Kasat menjelaskan, kasus itu berawal pada November 2017 lalu saat tersangka mengajak dua korban untuk bekerja sebagai karyawan sebuah cafe di Malaysia.

Tersangka merayu dan membujuk korban, mengatakan dapat membiayai hidup anak dan orang tua korban serta dapat membeli sepeda motor. Lalu tersangka juga menyatakan pada korban, tidak ada gunanya tinggal di kampung halaman tanpa penghasilan yang jelas. Lebih bagus ikut dengan dirinya bekerja sebagai karyawan sebuah cafe di Malaysia.

“Atas rayuan itu, kedua korban setuju dan meminta foto copy KTP dan KK untuk syarat pembuatan paspor dan biayanya ditanggung tersangka yang dikirim oleh pemilik cafe di Malaysia,”ucap Iptu Riski Andrian.

Selanjutnya, tersangka membawa korban ke Medan untuk pembuatan paspor di imigrasi melalui teman tersangka yang berada di Medan. Setelah paspor siap, korban dibawa ke Batam melalui Bandara Kuala Namu. Setiba di Batam, tersangka menyerahkan wanita itu pada seorang laki-laki yang tidak dikenal korban.

Kemudian tersangka kembali pulang ke Lhokseumawe, dengan alasan paspor tersangka tidak bisa keluar di sana. Sementara pengurusannya harus di Lhokseumawe. Untuk keberangkatannya, tersangka akan menyusul ke Malaysia.

Setelah tersangka pulang ke Lhokseumawe, pria itu membawa kedua korban ke Malaysia melalui jalur laut. Sesampai di Malaysia, korban diserahkan pada seorang pria lain berkebangsaan Tiong Hoa bernama Koko.

Sambung Kasat, Koko menempatkan kedua korban di sebuah mes miliknya, tempat prostitusi di Naluri Malaysia. Ditempat tersebut korban dan penghuni mes lainnya dipaksa untuk bekerja sebagai PSK.

“Selama 10 bulan di tempat prostitusi itu, tapi korban hanya lima bulan menjalani pekerjaannya. Sebab korban berhasil kabur dan sempat menjadi gelandangan di Malaysia,”jelasnya.

Lanjut Kasat, kebetulan korban sempat berjumpa dengan warga Aceh di Malaysia, lalu menceritakan perihal yang dialami menjadi korban prostitusi. Akhirnya, warga Aceh di Malaysia menyebarkan video dan foto korban di media sosial.

“Karena dia mengaku warga Lhokseumawe, sehingga pasti ada yang mengenalnya,” jelasnya.

Sekitar tiga pekan lalu, ada warga Lhokseumawe yang kenal melihat foto korban di media sosial. Dia menyampaikan pada orang tuanya, apakah benar foto itu anaknya. Lalu orang tua korban menjawab benar anaknya.

“Jadi setelah itu, korban pulang ke Lhokseumawe dari Malaysia dengan dokumen Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang dikeluarkan di Malaysia pada 23 Agustus 2018,”pungkasnya.

Sementara barang bukti yang amankan, yakni SPLP atas nama kedua korban, KK dan KTP korban. Untuk tersangka lain masih dilakukan pengembangan, karena ini terkait jaringan antar provinsi dan internasional tentang perdagangan manusia. [JPNN]

Advertisement
Advertisement