April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Sejarah Sholat Tarawih di Bulan Ramadhan

5 min read

JAKARTA – Ibadah shalat tarawih yang memiliki keutamaan mengerjakan shalat sunnah adalah shalat yang dilakukan hanya pada bulan Ramadhan, dan ibadah shalat tarawih ini dikerjakan Nabi pada tanggal 23 Ramadhan tahun kedua hijriah. Rasulullah pada masa itu mengerjakannya tidak selalu di masjid, melainkan kadang di rumah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist:

“Dari ‘AisyahUmmil Mu’minin radliyallahu ‘anha, sesungguhnya Rasulullah pada suatumalam shalat di masjid, lalu banyak orang shalat mengikuti beliau. Pada hariketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu Nabi) tapi Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam justru tidak keluar menemui mereka. Pagi harinya beliaubersabda, ‘Sunguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidakdatang ke masjid karena aku takut sekali bila shalat ini diwajibkan padakalian.” Sayyidah ‘Aisyah berkata, ‘Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan’.” (HRBukhari dan Muslim).

Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad yang kita sebaiknya memahami hukum beradab dengan Rasulullahmemang pernah melaksanakan ibadah shalat tarawih pada malam awal-awal bulan Ramadhan. Hingga akhirnya, saat melihat antusiasme yang begitu tinggi dari sahabat-sahabat beliau, Nabi justru mengurungkan niatnya datang ke masjid pada hari ketiga atau keempat.

Pertama,bisa jadi karena beliau khawatir, sewaktu-waktu Allah menurunkan wahyu yangmewajibkan ibadah shalat tarawih kepada umatnya. Tentu hal tersebut bakalmemberatkan umat generasi berikutnya yang belum tentu memiliki semangat yangsama dengan para sahabat Nabi itu.

Kedua,mungkin beliau takut timbulnya salah persepsi di kalangan umat bahwa ibadahshalat tarawih wajib karena merupakan perbuatan baik yang tak pernahditinggalkan Rasulullah. Sebagaimana keterangan dalam Fathul Bari SyarhShahih Bukhari:

“SesungguhnyaNabi ketika menekuni suatu amal kebaikan dan diikuti umatnya, maka perkaratersebut telah diwajibkan atas umatnya.”

Langkah tersebut menunjukkan betapa bijaksana dan sangat sayangnya Nabi kepada umatnya misalnya cara nabi muhammad merayakan idul fitri. Pada hadist di atas dapat ditarik kesimpulan: (1) Nabi melaksanakan ibadah shalat tarawih berjamaah di masjid hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan ibadah shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir ibadah shalat tarawih akan diwajibkan kepada umatnya. (2) Ibadah shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh Rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya. (3) Dalam hadist di atas tidak ada penyebutan bilangan rakaat dan ketentuan rakaat ibadah shalat tarawih secara rinci.

Ibadah shalat tarawihpada Masa Abu Bakar dan Umar“SesungguhnyaNabi ketika menekuni suatu amal kebaikan dan diikuti umatnya, maka perkaratersebut telah diwajibkan atas umatnya.”

Langkah tersebut menunjukkan betapa bijaksana dan sangat sayangnya Nabi kepada umatnya misalnya cara nabi muhammad merayakan idul fitri. Pada hadist di atas dapat ditarik kesimpulan: (1) Nabi melaksanakan ibadah shalat tarawih berjamaah di masjid hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan ibadah shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir ibadah shalat tarawih akan diwajibkan kepada umatnya. (2) Ibadah shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh Rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya. (3) Dalam hadist di atas tidak ada penyebutan bilangan rakaat dan ketentuan rakaat ibadah shalat tarawih secara rinci.

 

Ibadah shalat tarawih pada Masa Abu Bakar dan Umar

Ibadah shalat tarawih yang memiliki keutamaan shalat tarawih berjamaah adalah bagian dari shalat sunnah mu’akkadadah (shalat sunnah yang sangat dianjurkan). Jumlah rakaat ibadah shalat tarawih adalah 20 rakaat tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan Sayyidina Umar bin Khattab dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya.

Kesepakatan itu datangdari mayoritas ulama salaf dan khalaf, mulai masa sahabat Umar sampai sekarangini, bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama mazhab: Syafi’i,Hanafi, Hanbali, dan mayoritas mazhab Maliki. Di kalangan mazhab Maliki masihada ikhtilaf (perbedaan pendapat), antara 20 rakaat dan 36 rakaat, berdasar hadist riwayatImam Malik bin Anas radliyallahu ‘anh bahwa Imam Darul Hijrah Madinahberpendapat ibadah shalat tarawih itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat:“Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadhan, yakni ibadahshalat tarawih, dengan tiga puluh sembilan rakaat—yang tiga adalah shalatwitir.”

Imam Malik sendiri memilih8 rakaat tapi mayorits Malikiyah sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah,Hanabilah, dan Hanafiyyah yang sepakat bahwa ibadah shalat tarawih adalah 20rakaat, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’-nya.

Umat Islam yang memahami sejarah kiblat umat islam pada masa Khalifah Abu Bakar radliyallahu ‘anh melaksanakan ibadah shalat tarawih secara sendiri-sendiri (munfarid) atau berkelompok tiga, empat, atau enam orang. Saat itu belum ada ibadah shalat tarawih berjamaah dengan satu imam di masjid. Ketetapan tentang jumlah rakaat ibadah shalat tarawih pun belum tertuang secara jelas. Para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 rakaat kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal.

Ibadah shalat tarawihberubah keadaannya ketika Umar bin Khattab berinisatif untuk menggelarnyasecara berjamaah, setelah menyaksikan umat Islam ibadah shalat tarawih yangtampak tak kompak, sebagian shalat secara sendiri-sendiri, sebagian lainberjamaah. Sebuah hadits shahih memaparkan:

“Dari ‘Abdirrahmanbin ‘Abdil Qari’, beliau berkata: ‘Saya keluar bersama Sayyidina Umar binKhattab radliyallahu ‘anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalammasjid tersebut) orang yang ibadah shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalatsendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah. Lalu Sayyidina Umarberkata: ‘Saya punya pendapat andai mereka aku kumpulkan dalam jamaah satuimam, niscaya itu lebih bagus.” Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka denganseorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya,kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan ibadah shalattarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknyabid’ah adalah ini (ibadah shalat tarawih dengan berjamaah),” (HR Bukhari).

Hal ini juga ditopang oleh hadits lainnya:

“Dari AbiHurairah radliyallahu ‘anh, beliau berkata: ‘Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam keluar dan melihat banyak orang yang melakukan shalat dibulan Ramadhan (tarawih) di sudut masjid. Beliau bertanya, ‘Siapa mereka?’Kemudian dijawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai Al-Qur’an(tidak bisa menghafal atau tidak hafal Al-Qur’an). Dan sahabat Ubay bin Ka’abpun shalat mengimami mereka, lalu Nabi berkata, ‘Mereka itu benar, dansebaik-baik perbuatan adalah yang mereka lakukan,” (HR Abu Dawud).

Dari sini sudah sangatjelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untukmelaksanakan ibadah shalat tarawih secara berjamaah adalah Sayyidina Umar binKhattab, salah satu sahabat terdekat Nabi. Jamaah ibadah shalat tarawih padawaktu itu dilakukan dengan jumlah 20 rakaat. Sebagaimana keterangan:

“Dari Yazid bin Rumantelah berkata, ‘Manusia senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu‘anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3rakaat witir),” (HR Malik).

Bukti lain dari keterangan tersebut adalah hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid:

“Dari Sa’ib binYazid, ia berkata, ‘Para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umarra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (HR. Al-Baihaqi, sanadnya dishahihkanoleh Imam Nawawi dan lainnya).

Dua dalil di atas cukupmenjelaskan bahwa pendapat terkuat soal jumlah rakaat ibadah shalat tarawihadalah 20 rakaat. Apa yang diinisiasi Sayyidina Umar bin Khattab tak hanyadisetujui tapi juga dipraktikkan para sahabat Nabi yang lain kala itu, termasukSayyidah Aisyah, istri Baginda Nabi. Hal ini mempertegas ijma’(konsensus) sahabat karena tiada satu orang pun yang mengingkari ataumenentang. Tak heran, bila para ulama empat mazhab atau mazhab lainnya punmayoritas memilih pendapat ini.

Inisiatif Sayyidina Umaryang kemudian diikuti para sahabat dan ulama setelahnya adalah sangat wajarbila kita menengok sabda Nabi:

“SesungguhnyaAllah telah menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati umar.” (HR. Turmudzi).

Hadits tersebutmenunjukkan kredibilitas Sayyidina Umar yang mendapat “stempel” langsung dariRasulullah, sehingga mustahil beliau berbuat penyimpangan, apalagi dalam halibadah. Penjelasan yang lain adalah hadits berikut:

“Dan sesungguhnyaRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ikutilah sunnahku dansunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal,maka berpegang teguhlah padanya dengan erat.”

Hadist Nabi shallallahu‘alaihi wasallam:

“Dari Hudzaifah radliyallahu‘anh, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar,” (HR Turmudzi). []

Sumber Islamic Base

 

Advertisement
Advertisement