Semangat Membangun Ekosistem Produk Halal Indonesia
JAKARTA – Membangun ekosistem halal yang berkelanjutan di Indonesia sangat penting bagi perkembangan industri halal secara nasional. Betapa tidak, saat ini, terdapat 1,8 miliar penduduk muslim di dunia atau sekitar 24% total penduduk dunia yang bergerak sebagai pelaku ekonomi sekaligus pasar.
Belum lagi, penduduk muslim juga memiliki pertumbuhan lebih cepat dan populasi yang lebih muda dibandingkan penduduk dunia lainnya. Diperkirakan jumlah penduduk muslim di dunia akan bertambah sebesar 70% pada tahun 2060 (Indonesia Halal Economy and Strategy Roadmap 2018/2019). Nah, sampai saat ini, Indonesia adalah negara mayoritas muslim terbesar di dunia.
Menurut laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) 2022, populasi muslim di Indonesia sebanyak 237,56 juta jiwa, setara dengan 86,7% populasi di dalam negeri. Sedangkan berdasarkan Laporan Ekonomi Islam Global 2021/2022, Indonesia saat ini menempati peringkat pertama dalam hal konsumen produk makanan halal yaitu sebesar US$169,7 miliar.
Artinya, dengan pasar yang besar, industri halal memiliki potensi yang signifikan untuk pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di negara ini. Apalagi, ternyata tidak hanya penduduk muslim yang mengkonsumsi produk dan layanan halal, tapi juga penganut agama lain.
Penduduk nonmuslim beralasan, produk dan layanan halal lebih terjamin karena memiliki sertifikasi yang lebih ketat. Namun, industri halal saat ini menghadapi beberapa tantangan, termasuk standardisasi dan ketertelusuran.
Standardisasi mengacu pada proses penetapan dan pemeliharaan standar yang seragam, untuk produk dan layanan dalam industri halal. Ini termasuk pedoman pengaturan untuk bahan, metode produksi, dan pelabelan. Kurangnya Standardisasi dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian di kalangan konsumen, serta kurangnya kepercayaan terhadap industri halal.
Selain itu, hal ini juga dapat menyebabkan kurangnya konsistensi dalam produk dan layanan halal, sehingga menyulitkan konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli produk halal yang asli.
Untuk mengatasi masalah Standardisasi di Indonesia, pemerintah kemudian menunjuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga sertifikasi halal nasional. MUI menetapkan dan menegakkan standar halal untuk produk dan layanan di dalam negeri, termasuk pedoman bahan, metode produksi, dan pelabelan. Selain itu, MUI telah membentuk jaringan internasional untuk mempromosikan dan menjaga konsistensi standar halal di berbagai negara.
Berdasarkan standar yang sudah ditetapkan tersebut, sampai tahun 2021 LPPOM Usaha Mikro Kecil (UMK) yang berhasil tersertifikasi sebanyak 8.333 secara nasional. kemudian sampai Juni 2022, tercatat sebanyak 2.310 UMK telah tersertifikasi melalui LPPOM MUI.
Ketertelusuran
Di sisi lain, ketertelusuran, menjadi satu aspek yang tak bisa diabaikan. Aspek ini mengacu pada kemampuan untuk melacak asal dan sejarah suatu produk atau layanan, dari sumbernya ke konsumen.
Sayangnya, meski penting untuk memastikan keaslian dan integritas produk dan layanan halal, banyak produk dan layanan halal di Indonesia yang kurang memiliki ketertelusuran yang baik. Kondisi ini , menyulitkan konsumen untuk memverifikasi keasliannya, termasuk menyulitkan perusahaan untuk menjaga integritas produknya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah sejatinya telah menerapkan sistem ketertelusuran melalui MUI. sistem ini kemudian akan memberikan riwayat produk atau layanan yang jelas dan terperinci dari sumbernya ke konsumen. Ini termasuk informasi tentang bahan, metode produksi, dan sertifikasi yang digunakan dalam produk atau layanan.
Selain MUI, beberapa lembaga sertifikasi halal telah menerapkan platform digital dan teknologi blockchain untuk meningkatkan ketertelusuran dan transparansi dalam industri halal. Sebagai contoh: Halal Center IPB dan WhatsHalal yang merupakan salah satu peminat bisnis produk halal dari luar negeri yang berasal dari Singapura.
WhatsHalal memiliki platform yang mempermudah proses sertifikasi halal dari hulu ke hilir melalui teknologi blockchain. Dengan platform tersebut, WhatsHalal mengklaim dapat mempersingkat waktu yang diperlukan merchant sekaligus memotong biaya untuk mendapatkan sertifikasi produknya.
Singkatnya, untuk membangun ekosistem halal yang berkelanjutan di Indonesia, penting adanya untuk terus memlihara girah mengatasi masalah standardisasi dan ketertelusuran. Ini termasuk menetapkan dan menegakkan standar halal melalui MUI, menerapkan sistem keterlacakan, dan mempromosikan transparansi dan akuntabilitas dalam industri halal.
Kemudian, penting juga buat industri halal untuk berkolaborasi dengan sektor lain, termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil. Langkah ini diperlukan untuk mempromosikan praktik halal yang berkelanjutan dan memastikan kelangsungan jangka panjang industri halal di Indonesia. []