Setoran Remitansinya Ratusan Triliun, Tapi PMI Sering Jadi Sasaran Penindasan
JAKARTA – Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional. PMI secara konkret berkontribusi untuk pendapatan negara dan produktivitas ekonomi nasional melalui besarnya remitansi alias pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri.
Bank Indonesia mencatat, remitansi PMI mencapai US$4,22 miliar atau setara atau setara Rp228,32 triliun pada tahun 2023.
Kendati berkontribusi besar untuk perekonomian negara, tidak sedikit PMI yang sering mendapatkan ketidakadilan dan menjadi sasaran empuk penindasan oleh penyalur maupun pemberi kerja.
Mengakui hal tersebut, Asisten Deputi Harmonisasi Ekosistem Ketenagakerjaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Nuryani Yunus, membeberkan ada beberapa hal yang menjadi sumber persoalan tersebut.
Hal itu disampaikan dalam acara Konsultasi Publik Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Penguatan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Bali, Jumat (3/05/2024).
“Besarnya peran dan potensi penempatan PMI tentunya tidak luput dengan berbagai permasalahan seperti pendidikan PMI didominasi SMA ke bawah hingga kurangnya keterampilan dan pelatihan,” tutur Nuryani Yunus saat mewakili Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM.
Berdasarkan data BP2MI tahun 2023, jumlah penempatan PMI tercatat sebanyak 274.965, naik 37% dari tahun 2022 dan 176% dari tahun 2021. Negara tujuan dengan jumlah penempatan terbanyak yakni Taiwan sebanyak 83.216 PMI.
Sedangkan Jawa Timur dan Indramayu merupakan provinsi dan kabupaten penyumbang jumlah PMI terbanyak dengan jumlah masing-masing 68.069 dan 19.178 PMI.
“Maraknya penipuan dalam proses rekrutmen hingga timbul proses penempatan non-prosedural, dan kurangnya pelindungan untuk PMI dan keluarganya secara menyeluruh baik sebelum penempatan, selama penempatan, dan setelah penempatan,” imbuhnya.
Melihat berbagai permasalahan tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendapat mandat dari Presiden Joko Widodo untuk mengkaji ulang tata kelola penempatan PMI. Arahan tersebut kemudian disepakati untuk dituangkan dalam Rancangan Peraturan Presiden atau RPerpres tentang Penguatan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan Kemenko Perekonomian sebagai pemrakarsa.
“RPerpres ini merupakan salah satu upaya negara untuk menjamin hak setiap warganya untuk memperoleh hak atas pekerjaan terutama pada pasar kerja luar negeri sehingga warga negara dapat menikmati penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” ujar Asdep Nuryani.
Mengingat berbagai persoalan tersebut, penyusunan Rperpres memang perlu adanya kegiatan konsultasi publik sebagaimana amanat UU 13 Tahun 2022 perubahan kedua UU No 12 Tahun 2021 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk mendapatkan pandangan dan menyerap aspirasi dari masyarakat serta stakeholder terkait.
Berbagai materi yang disampaikan dalam konsultasi publik tersebut mulai dari optimalisasi penempatan PMI yang terampil dan profesional, kemudahan dalam penempatan PMI, perlindungan bagi PMI di luar negeri hingga pelayanan kesehatan bagi PMI.
“Hari ini kita laksanakan konsultasi publik di Bali untuk bersama-sama menguatkan pemahaman pemerintah daerah dan asosiasi atau organisasi terhadap isi dari RPerpres ini, serta meminta masukan dari para akademisi,” pungkas Asdep Nuryani. []