November 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Sikap Tergesa-gesa itu Dalam Islam Tercela

4 min read

JAKARTA – Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Ar-Ruh, tergesa-gesa adalah keinginan untuk mendapatkan sesuatu sebelum tiba waktunya yang disebabkan oleh besarnya keinginannya terhadap sesuatu, seperti halnya orang yang memanen buah sebelum tiba waktu panen.

Melansir Republika.co.id, ketergesa-gesaan adalah salah satu sifat manusia, seperti disebut dalam firman Allah SWT, “Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepada kamu tanda-tanda (kekuasaan)-Ku maka janganlah kamu meminta Aku menyegerakannya.” (QS al-Anbiya [21]: 37).

Pada ayat lain Allah berfirman, “Dan manusia (sering kali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan, memang manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS al-Isra’ [17]: 13).

Penyebutan kata “ajal” yang berarti ketergesa-gesaan dengan berbagai turunannya dalam Al-Qur’an hampir semuanya dalam konteks celaan. Ini mengisyaratkan, meskipun merupakan sifat yang melekat pada diri manusia, ketergesa-gesaan adalah sifat kurang baik yang harus dihindari.

Syariat Islam mencela sifat ini dan melarang pemeluknya untuk memiliki sifat tersebut, sebagaimana Islam juga mencela dan memperingatkan kaum muslimin dari sifat malas dan berlambat-lambat dalam sesuatu.

Dilansir dari Muslim.or.id, Allah Ta’ala mengingatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar tidak terburu-buru dalam membaca Al-Qur’an.

Artinya: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)-nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya” (Al-Qiyamah ayat 16-19).

Pada waktu itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat bersemangat untuk menghafal ayat yang diturunkan melalui malaikat Jibril ‘alaihissalam, sehingga beliau saling mendahului bacaannya Jibril ‘alaihissalam.

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memperhatikan dan mendengarkan apa yang dibacakan Jibril kepadanya.

Karena Allah ‘Azza wa Jalla telah menjanjikan kepadanya bahwa beliau akan dimudahkan dalam menghafal dan mengamalkannya. Dan Allah ‘Azza wa Jalla berjanji memberikan penjelasan terhadap apa yang dibacakan Jibril untuknya.

Di dalam Al-Qur’an juga dikatakan, manusia itu mendoakan keburukan bagi dirinya sendiri di saat kondisi marah sebagaimana dia mendoakan kebaikan untuk dirinya sendiri.

Artinya: “Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia itu bersifat tergesa-gesa.” (Al-Isra’ ayat 11).

Manusia melakukan hal tersebut karena kekhawatiran, ketergesa-gesaan, dan sedikitnya kesabaran yang ada padanya. Atau bisa juga makna dari ayat di atas adalah manusia yang berlebih-lebihan dalam meminta sesuatu dalam doa yang dia yakini merupakan yang terbaik untuknya.

Padahal pada hakikatnya hal itu adalah sebab kebinasaan dan keburukan baginya dikarenakan kebodohannya akan keadaan yang sebenarnya. Hal ini hanyalah terjadi karena sifat ketergesa-gesaan dan sudut pandangnya yang sempit terhadap sesuatu.

Sesungguhnya lemahnya jiwa ketika menghadapi musibah dan ketika harus bersabar, serta terburu-buru untuk segera mendapatkan kebaikan, itu semua dapat menyebabkan seseorang tertimpa keputusasaan. Terlebih lagi jika hal itu semua terjadi dalam jangka waktu yang lama dan beratnya ujian yang menimpa.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, “Seorang hamba akan senantiasa dikabulkan doanya oleh Allah Jalla wa ‘Ala selama dia tidak berdoa yang mengandung kezaliman, tidak memutuskan tali silaturahmi, dan tidak tergesa-gesa.

Kemudian ada sahabat yang bertanya, “Apa yang dimaksud tergesa-gesa di sini, wahai Rasulullah?” Lalu beliau menjawab, “Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tetapi mengapa aku tidak melihat tanda-tanda doaku dikabulkan? Sehingga dia lelah dalam berdoa dan meninggalkan doanya tersebut” (HR. Muslim).

Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Orang yang berkata, ‘Aku telah berdoa, akan tetapi doaku tidak kunjung dikabulkan,’ lalu meninggalkan doanya karena berputus asa dari rahmat Allah berupa mengungkit-ungkitnya di hadapan Allah bahwa dia telah banyak berdoa kepada-Nya, sejatinya adalah orang yang bodoh akan bentuk pengabulan Allah terhadap doanya tersebut. Dia mengira bahwa bentuk pertolongan Allah kepadanya dengan diberikan apa yang dia minta, padahal Allah mengetahui apa yang dia minta itu adalah keburukan baginya.”

Syaikh Utsaimin rahimahullahu berkata dalam kitabnya, Syarh Riyadhus Shalihin ketika menjelaskan hadis ini, “Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalangimu dari terkabulnya doa kecuali karena ada hikmah di balik semua itu, atau karena adanya faktor penghalang dari terkabulnya doa tesebut. Akan tetapi, jika kamu berdoa kepada Allah, maka berdoalah dengan penuh keyakinan dan rasa harap yang besar bahwa Dia akan mengabulkan doamu tersebut.

Teruslah berdoa sampai Allah mewujudkan apa yang kamu inginkan. Dan jika Dia belum mewujudkan apa yang kamu inginkan, maka ketahuilah bahwa Dia menghindarkan dirimu dari banyaknya bahaya yang tidak kamu ketahui, atau doa tersebut akan disimpan oleh-Nya untukmu di hari kiamat nanti.

Maka dari itu, janganlah kamu berputus asa dan jangan berletih dalam berdoa. Teruslah berdoa karena doa adalah ibadah. Dan perbanyaklah doa, maka Allah akan mengabulkan doamu. Jika belum dikabulkan, maka jangan lelah dari doamu dan janganlah kamu berburuk sangka kepada Allah. Karena sejatinya Allah Maha Bijaksana.

Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman pada surah Al-Baqarah ayat 216 yang artinya, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

Dan faktor utama munculnya sifat yang menyebabkan manusia terjatuh pada kesalahan ini adalah setan, musuh terbesar manusia. Dan hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bersabda, “Ketenangan itu datangnya dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan itu datangnya dari setan” (Hadis ini dinilai hasan oleh syekh Al-Albani dalam kitabnya Shahihul Jaami’). []

Advertisement
Advertisement