Suami-Suami Jauh dari Istri (1): Sebuah Cerita Bersambung
2 min readHONG KONG – Malam itu, Rabu, 5 Oktober 2016. Kami berempat, ngobrol ngalor-ngidul. Ada saya, Om Yapto, Om Budi, dan Om Eko di flat kediaman kami di Happy Valley.
Om Budi merupakan penghuni sah flat yang kami tempati bersama. Saya ditampung di flat mewah yang kurang ajar luasnya itu (setidaknya buat ukuran orang kecil berbadan besar seperti saya yang hidup di Hong Kong) sejak April silam, beberapa hari setelah terkena penyumbatan jantung dan sempat menginap beberapa hari di rumah sakit Ruttonjee, Wan Chai.
“Elu tinggal ama gue aja di Happy Valley. Jadi kalau terjadi apa-apa, ada yang tau.” Demikian kata Om Budi saat itu, mengajak saya untuk tinggal bersama di flat mewah tempat tinggalnya.
Sedangkan Om Eko, sebetulnya memiliki tempat tinggal di sebuah flat cukup elit di Tung Chung. Tapi lebih memilih sering menginap di Happy Valley, menemani Om Budi, di flat dengan 4 kamar besar ini. Paling, seminggu sekali dia pulang ke Tung Chung, menengok flatnya yang berlokasi cukup jauh dari kantornya di Causeway Bay.
Om Yapto sendiri punya tempat tinggal resmi di sebuah flat yang cukup nyaman di Wan Chai. Tapi seperti halnya Om Eko, dia lebih nyaman berkumpul di flat besar Happy Valley, dengan alasan yang sama: menemani Om Budi.
Entah sudah berapa tema pembicaraan yang kami obrolin sejak sepulang kerja hingga tengah malam, saya sudah tidak ingat lagi. Seingat saya, tidak ada hal penting yang menjadi topik pembicaraan. Persis, seperti malam-malam sebelumnya.
Yang masih saya ingat, malam itu kami ditemani 4 potong jagung manis yang di-“ting”, dipanaskan di microwave, dan sekaleng rengginang yang kami lumat habis. Dan, tentu saja, kongkow-kongkow kami malam itu tetap ditemani 2 unit komputer rusak yang selalu setia mendengarkan setiap cerita galau, obrolan serius, dan tawa-canda kami, para suami yang hidup terpisah ribuan kilometer dari istri dan anak-anak tercinta.
Saya, yang baru menikah pada bulan Juli lalu, tetap menjalani takdir karir di Negeri Beton. Sedangkan istri tercinta dan anak kami yang baru berusia 11 minggu di dalam kandungan, tinggal di Padang, Sumatera Barat.
Om Budi sendiri, istri dan 2 anaknya tinggal di Cipayung, Jakarta Timur. Istri Om Eko, bersama 4 anak-anak cantik mereka, tinggal di Palembang, Sumatera Selatan. Sedangkan Om Yapto, istri dan anaknya yang masih balita tinggal di Cirebon, Jawa Barat.
Di tengah-tengah obrolan hangat tapi tidak jelas malam itu, tercetus ide untuk mendokumentasikan cerita kami, para suami yang hidup jauh dari istri-istri tercinta, secara bersambung. Kami yakin, di luaran sana, masih ada suami-suami lain yang senasib dengan kami. Sebut saja, sebagai contoh, Om Pakko.
Kami bersepakat, mulai malam itu, cerbung “Suami-Suami Jauh dari Istri” ini akan kami jadikan sarana curahan hati kami, para suami yang hidup bersama, namun selalu berteman sepi. Kepada Anda, para pembaca, bismillah kami nyatakan, rela berbagi jeritan hati yang mendekam di balik kegembiraan semu yang sering terpampang di wajah kami.
Selamat menikmati! [Doel]