April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Suap dan Korupsi Masih Warnai Penempatan PMI

3 min read

Surabaya – Seperti lingkaran setan, kejahatan terstruktur berupa suap dan korupsi sampai hari ini masih ditemukan dalam proses penempatan PMI. Jika pada tahun 2009, Apakabar+ pernah mengangkat hasil penelusuran mengenai mahalnya biaya penempatan PMI kemudian mendapat jawaban ternyata sebagiaan besar biaya penempataan PMI tersebut habis untuk memenuhi pembayaran suap para pejabat [Tabloid Apakabar edisi 18 VII], beberapa waktu kemarin, KPK masih menemukaan hal yang sama.

Tidak berbeda jauh dengan temuan Apakabar pada saat itu, KPK menemukan unsur suap dan korupsi sama persis dengan yang ditemukan tim Apakabar tahun 2009. Korupsi seringkali diawali pada proses rekruitmen calon PMI. Pihak PPTKIS melalui petugas rekrutmennya, memberikan suap yang diperhalus dengan uang saku kepada calon PMI yang bersedia direkrut untuk diproes beekerja ke luar negeri melalui PPTKIS tersebut. Tidak banyak yang mengetahui, bahwa sebenarnya, uang saku ini nantinya akan menjadi bagian dari biaya yang harus dibayar PMI ketika menjalani masa potongan gaji. Ironisnya, banyak dari calon PMI yang memilih diproses oleh PPTKIS yang memberikan uang saku besar.

Pada proses pengurusan dokumen, terbuka lebar celah untuk melakukan praktik suap dan korupsi, dimana demi mengejar efisiensi biaya dan kerja, atau terkadang demi mengejar target supaya calon PMI yang tidak lolos persyaratan administrasi bisa diproses, lingkaran setan antara PPTKIS (yang seringkali pura-pura tidak tahu menahu) melalui timnya membuatkan dokumen palsu. Dokumen palsu tersebut biasanya berupa pemalsuan alamat, bahkan usia calon PMI.

[baca : Pemalsu Dokumen PMI Dibekuk Polisi ]

Proses modifikasi dokumen bukan gratis, proses modifikasi dokumen memerlukan banyak biaya, yang seluruh biayanya dibebankan kepada calon PMI saat nantinya menjalani masa potongan.

Hal mengejutkan, pada saat itu, Apakabar pernah mendapat pengakuan dari seorang yang menjalankan usaha PPTKIS, tentang besarnya gratifikasi yang harus dia bayarkan kepada pejabat publik mulai dari kepolisian, dinas tenaga kerja, serta imigrasi. Semakin tinggi struktur jabatan mereka, semakin tinggi pula nilai gratifikasinya. Menurutnya, jika gratifikasi ini tidak diberikan, mereka akan mempersulit PPTKIS dengan berbagai dalih. Namun jika gratifikasi ini diberikan, usaha mereka akan lancar, bahkan jika terjadi pelanggaranpun, mereka akan membantu membebaskan PPTKIS dari jeratan hukum.

[baca : Saya Tahu & Setuju Identitas Saya Dipalsukan ]

Temuan-temuan tersebut, oleh wakil ketua KPK Irjen (purnawirawan) Basaria Panjaitan dibenarkan dalam pernyataan persnya beberapa waktu kemarin. Dihadapan awak media, Basaria memastikan bahwa suap dan korupsi dengan berbagai ragam bentuknya masih terjadi pada proses penempatan PMI saat ini.

“Banyak terjadi kasus yang berhubungan dengan korupsi di dalam pelaksanaan, mulai dari rekrutmen, pembuatan dokumen, penempatan, sampai penyeberangan kembali,” kata Basaria di Batam Kepulauan Riau, Rabu (31/8/2016), seperti dikutip Antara.

“Ada penyuapan, pemerasan, gratifikasi. Tahun 2015 KPK dan Bareskrim sudah lakukan semacam sidak. Apakah pemerasan sudah habis? Sampai sekarang kok rasanya belum,” tambah dia.

Menurut dia, pendapatan paling banyak justru didapat oleh orang-orang yang bermain dalam menempatkan TKI, daripada TKI yang bekerja.

“Penghasilan sindikat TKI lebih besar dari narkoba,” ucapnya seraya menambahkan bahwa mengategorikan penjahat sindikat PMI sebagai “extra ordinary crime”.

Dari hasil penelusuran di lapangan, Apakabar menemukan jawaban, saat ini seorang petugas lapangan (PL) atau yang juga lazim disebut sponsor, menikmati keuntungan finansial rata-rata sebesar 3 juta rupiah bersih dari satu orang calon PMI yang dia bawa masuk ke PPTKIS.  Rata-rata, seorang sponsor bisa menyetorkan 5 calon PMI setip bulannya. [Asa]

Advertisement
Advertisement