December 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Sumpah Nabi Muhamad SAW yang Pasti Terjadi

5 min read

JAKARTA – Sebagai Nabi, tentu ucapan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam pasti terpercaya. Apa yang disampaikan Rasulullah mengandung kebenaran dan hikmah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah mengucapkan tiga sumpah. Di mana sumpah itu sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia.

Beliau mengatakannya ketika akan menghembuskan nafas terakhir. Apa sajakah sumpah yang dikatakan oleh Rasulullah?

Dalam sebuah riwayat hadis disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga perkara yang aku bersumpah atas ketiganya yaitu tidak berkurangnya harta karena sedekah, maka bersedekahlah. Tidaklah seseorang yang memaafkan perbuatan orang yang zalim kepada dirinya, melainkan akan Allah tambah dengan kemuliaan. Dan tidaklah seseorang yang membuka pintu atas dirinya untuk meminta-minta kepada manusia, melainkan akan Allah buka untuknya pintu menuju kefakiran,” (HR. Ahmad dan Al-Bazar).

Melansir Islampos.com, hadis ini diambil dari kitab Kunuz as-Sunnah an-Nabawiyah oleh Bari’ Irfan Taufiq pada juz I halaman 138. Di dalam kitab Shahih  al-jami’, Syaikh Albani berkata bahwa hadis ini shahih.

Hadis di atas merupakan penegasan Rasulullah bahwa ada tiga hal yang pasti terjadi yaitu:

 

  1. Sedekah Tidak Mengurangi Harta

Segala amalan shaleh berupa sedekah, infak dan zakat yang dilakukan di jalan Allah Ta’ala tidak akan membuat kekayaan dan kepemilikan harta seseorang berkurang.

“Infakkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rezeki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.”

Hadis ini dibawakan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi dalam Riyadhus Shalihin pada Bab “Kemuliaan, berderma dan berinfaq”, hadis no. 559 (60/16).

Dikutip dari nu.or.id, manusia hidup di dua alam, yakni alam dunia dan alam akhirat. Ketika ia memberikan sebagian hartanya untuk disedekahkan maka sesungguhnya yang ia lakukan adalah memindahkan manfaat harta itu dari alam dunia ke alam akhirat.

Dalam kehidupan sehari-sehari kita bisa melihat orang-orang yang gemar bersedekah justru kekayaannya makin bertambah banyak. Ketika ia berikan sebagian hartanya, memang pada saat itu jumlah hartanya berkurang. Namun pada saat berikutnya ia dapatkan kembali rezeki yang lebih melimpah sehingga makin bertambah harta yang dimilikinya.

Mengapa demikian? Karena dengan mensedekahkan sebagian harta, Allah akan memberkahi harta pelakunya sehingga semakin bertambah banyak di dunia untuk menutup harta yang berkurang secara fisik karena disedekahkan. Sementara di akhirat kelak Allah akan membalas sedekah tersebut. Demikian Al-Munawi menuturkan.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558, dari Abu Hurairah).

Dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah, ada dua penafsiran dari hadis di atas yaitu:

Harta akan diberkahi dan akan dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya. Kekurangan harta akan ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa dirasakan secara inderawi dan kebiasaan.

Harta yang disedekahkan memang berkurang jumlahnya. Tetapi, harta tersebut memberikan kemanfaatan jauh lebih besar dibandingkan jumlahnya.

Ini karena Allah memberkahi harta yang disedekahkan. Bahkan jumlahnya bertambah banyak guna menutup kekurangan tersebut.

Walaupun secara bentuk harta tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan hadis di atas dengan mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan sesuatu berdasarkan hawa nafsunya semata. Beliau bersabda,

“Sedekah tidaklah mungkin mengurangi harta”. Kalau dilihat dari sisi jumlah, harta tersebut mungkin saja berkurang. Namun kalau kita lihat dari hakekat dan keberkahannya justru malah bertambah. Boleh jadi kita bersedekah dengan 100 ribu rupiah, lalu Allah beri ganti dengan satu juta rupiah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39). Allah akan mengganti bagi kalian sedekah tersebut segera di dunia. Allah pun akan memberikan balasan dan ganjaran di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)”. -Demikian penjelasan sangat menarik dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.

 

  1. Bersabar Atas Penganiayaan, akan Diberikan Kemuliaan

Di antara hikmah adanya orang yang zalim adalah anjuran bagi kita untuk berlaku sabar dan tidak meladeni kezalimannya tersebut.

Sumpah Rasulullah yang kedua ini secara tidak langsung akan menjadi penawar bagi orang yang teraniaya. Bukan hanya sekadar penawar, namun kemuliaan tinggi di sisi Allah-lah yang ditawarkan. Maka, percayalah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan kesabaran orang yang teraniaya.

Memang sikap ini terlihat mudah, namun sebenarnya begitu sulit dilakukan. Kesulitan itulah yang menjadikan Allah memberikan kemuliaan di dunia dan akhirat bagi mereka yang bisa memaafkan orang yang menzaliminya.

“Tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba dengan sikap memaafkan melainkan kemuliaan” (HR Muslim).

“Barangsiapa yang memberi maaf dan melakukan kebaikan, maka pahalanya di sisi Allah.” (QS. Asy Syuuraa: 40)

 

  1. Meminta-minta merupakan Pintu Kefakiran

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mencari rezeki dengan cara yang terhormat dan mencela budaya meminta-minta. Oleh sebab itu, Islam memandang mulia orang-orang yang berusaha mencari rezeki secara halal. Dan sebaliknya bila mendapatkan harta hasil usaha mengemis, bukanlah sesuatu yang patut untuk dibanggakan

Dari Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (Shahih: HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, an-Nasa-i, dan selainnya).

Hadis ini menunjukkan bahwa meminta-minta adalah haram, tidak dihalalkan, kecuali untuk tiga orang:

(1) Seseorang yang menanggung hutang dari orang lain, baik disebabkan menanggung diyat orang maupun untuk mendamaikan antara dua kelompok yang saling memerangi. Maka ia boleh meminta-minta meskipun ia orang kaya.

(2) Seseorang yang hartanya tertimpa musibah, atau tertimpa peceklik dan gagal panen secara total, maka ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.

(3) Seseorang yang menyatakan bahwa dirinya ditimpa kemelaratan, maka apabila ada tiga orang yang berakal dari kaumnya memberi kesaksian atas hal itu, maka ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.

“Barangsiapa membukakan bagi dirinya pintu meminta-minta tanpa kebutuhan yang mendesak, atau bukan karena kemiskinan yang tidak mampu bekerja, maka Allah akan membukakan baginya pintu kemiskinan dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (HR. Baihaqi, lihat Shohih Targhib wa Tarhib : 1/195).

“Tidaklah seorang hamba membuka pintu untuk meminta-minta melainkan Allah membukakan baginya pintu kefakiran.” (HR. Ahmad 4/207 di Shohihkan oleh Syaikh Al-albani dalam Shohih Targhib wa Tarhib: 1/99).

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mencari rezeki dengan cara yang terhormat dan mencela budaya meminta-minta. Oleh sebab itu, Islam memandang mulia orang-orang yang berusaha mencari rezeki secara halal. Dan sebaliknya bila mendapatkan harta hasil usaha mengemis bukanlah sesuatu yang patut untuk dibanggakan.

Dilansir dari thayyibah.com, Rasulullah pernah menyebutkan bahwa seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Lantas dibawa ke pasar dan dijual, kemudian uangnya digunakan untuk mencukupi keperluannya, maka hal itu lebih baik daripada orang yang meminta-minta yang terkadang diberi dan terkadang lagi ditolak. []

Advertisement
Advertisement