Tanpa Kontrak Kerja, Calon PMI Wajib Curiga
JAKARTA – Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Judha Nugraha meminta masyarakat mencurigai perekrutan kerja ke luar negeri tanpa tanda tangan kontrak sejak di Indonesia.
Pasalnya, tanda tangan kontrak untuk penempatan pekerja migran di luar negeri harus dilakukan sejak di Indonesia. Tanda tangan kontrak di dalam negeri menjadi salah satu tanda bahwa perekrutan pekerja migran sudah sesuai prosedur.
Judha mengatakan, ikut perekrutan tenaga kerja tanpa prosedur (unprosedural) berpotensi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang belakangan marak terjadi di Asia Tenggara.
“Jadi sesuai prosedur, tanda tangan kontrak itu harus di Indonesia sebelum berangkat. Kalau dia berangkat tanpa tanda tangan kontrak, bisa dicurigai,” kata Judha dalam diskusi secara daring, dikutip Sabtu (22/07/2023)
Judha menyebut bahwa tanda tangan kontrak di dalam negeri membuat posisi pekerja dan pemberi kerja menjadi lebih seimbang.
Sebab, saat tiba di negara tujuan, posisi pekerja bisa lebih lemah dibanding pemberi kerja. Melalui tanda tangan kontrak, pekerja bisa mengetahui hak dan kewajiban yang akan diterima dan dijalani.
“Karena kalau kita sudah di negara tujuan, posisi kita lemah enggak bisa apa-apa. Karena mau pulang kita enggak punya uang, jadi terpaksa di sana,” ujarnya.
Lebih lanjut, Judha meminta masyarakat juga saling mengingatkan jika ada kerabat dan keluarganya yang akan bekerja di luar negeri.
Masyarakat bisa bertanya dan memberitahu perihal tanda tangan kontrak dan visa yang didaftarkan pada kolega yang akan bekerja di negeri orang.
Ia mengatakan, visa yang dipakai adalah visa kerja, bukan visa kunjungan atau visa wisata.
“Ada visa kerjanya enggak? Perusahaannya bisa dicek enggak? Nah ketika itu tidak ada, imbau. Lakukan langkah pencegahan proaktif, (imbau agar) jangan berangkat. At least dalam kapasitas kita, kita bisa sampaikan ada potensi nanti jadi korban TPPO di luar,” kata Judha.
Judha lantas mengungkapkan, pihaknya sempat menangani salah satu korban TPPO dengan modus online scam yang tidak melakukan tanda tangan kontrak di Indonesia sebelum bekerja ke Dubai.
Perempuan bernama Mawar (nama samaran) ini ternyata dipekerjakan di Myawaddy, sebuah wilayah konflik bersenjata antara militer dan pemberontak di Myanmar.
Saat bekerja di sebuah perusahaan online scam di sana, Mawar bahkan dipaksa menandatangani kontrak kerja berbahasa Mandarin yang tidak dimengerti isinya.
“Kalau yang aku tanda tangan, janjinya aku dikontrak enam bulan, ternyata di situ satu tahun. Kalau tidak menjalankan, bayar denda sebesar 4.500 dollar AS. Kalau setengah tahun, bayar denda dollar AS. Kalau mencapai satu tahun iming-imingnya dikasih iPhone 14 Pro Max sama pesangon 800 dollar AS,” ujar Mawar.
“Tapi yang aku dengar terakhir beritanya saat ini, tanda tangan kontraknya kalau tidak mencapai target itu ginjalnya diambil satu,” katanya lagi. []