Tegas, BP2MI Nyatakan Perjuangkan Nasib CPMI
JAKARTA – Fokus memperjuangkan kepentingan Pekerja Migran Indonesia (PMI), ditunjukkan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Merespon dinamika yang berkembang, terlebih yang berkaitan dengan keluhan dan curhatan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko.
Menurut Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Utama BP2MI Achmad Kartiko, tuduhan Apjati tidaklah tepat.
“Kalau tuduhan tertundanya penempatan bagi PMI ke beberapa negara terhitung sejak tahun 2020 disalahkan kepada BP2MI. Apa bedanya dengan pertanyaan publik terkait SPSK ke Timur Tengah yang tidak jalan?. ‘Kan Apjati pun waktu itu menjawab dengan alasan karena situasi pandemi Covid-19,” ujarnya.
Kartiko mengatakan, saat itu ada pertanyaan publik kenapa Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sejak tahun 2018 tidak berjalan sampai hari ini? Apjati menjawab karena masalah Covid-19. Jadi tuduhan Apjati menjadi tidak relevan yang terkesan ingin menyalahkan BP2MI. Pernyataan Apjati jelas tendensius.
“Terkait penempatan PMI sektor domestik, termasuk Taiwan. Selain karena Covid-19, BP2MI dan Taiwan terus berunding hingga tiga kali melalui pertemuan Joint Task Force yang juga dihadiri Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dengan IETO-TETO. Dalam setiap pertemuan itu, BP2MI mendesak Taiwan untuk melakukan dua hal,” tutur Kartiko.
Ia merinci dua hal tersebut. Pertama, BP2MI menuntut Taiwan menaikan gaji PMI untuk sektor domestik yang sejak tahun 2017 tidak pernah naik. Kedua, meminta Taiwan menghilangkan Komponen biaya Fee Agency sebesar 60 ribu NT$ atau sekira Rp32 juta dari Surat Pernyataan Biaya Penempatan yang selama bertahun-tahun menjadi beban PMI.
“Karena itu beban PMI selama ini, kurang lebih Rp32 juta. Apa yang dilakukan BP2MI itu untuk kepentingan PMI. Harusnya ini yang direspon positif pihak asosiasi kalau mereka mau berjuang untuk PMI. Kalau mereka tidak merespon perjuangan BP2MI ini dengan positif, maka pertanyaannya asosiasi dan P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) ini berpihak kepada siapa? Apakah berpihak kepada PMI atau hanya memikirkan kepentingan bisnisnya ?” tegas Kartiko.
“Dan alhamdulillah, pertemuan terakhir dalam Joint Task Force IETO-TETO yang juga dihadiri oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI, Taiwan akhirnya menyetujui apa yang dituntut oleh BP2MI tentang kenaikan gaji dari 17 ribu NT$ menjadi 20 ribu NT$. Artinya terjadi kenaikan 3 ribu NT$ setiap bulannya untuk PMI kita. Kalau dihitung 3 tahun masa kontrak maka PMI Mendapatkan tambahan Rp54 juta. Ini kemenangan bagi PMI yang diperjuangkan BP2MI. Tidak mungkin Taiwan menyetujui jika kita tidak tekan melalui Perbadan 09 tahun 2020 tentang pembebasan biaya penempatan,” ucap Kartiko.
Kemenangan PMI, dan kemenangan negara, untuk kepentingan pekerja migran merupakan perjuangan serius. Perjuangan berdarah-darah dari BP2MI. Tidak boleh ada pihak-pihak lain yang membebani biaya. Kartiko juga mengatakan BP2MI tegak lurus pada perintah undang-undang untuk memperjuangkan kepentingan negara dan PMI.
“BP2MI adalah Lembaga negara. Sehingga tidak mungkin keputusan lembaga negara lahir karena tekanan dan paksaan mereka yang tidak berpihak kepada kepentingan PMI,” tutup Kartiko. []