December 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Terobosan Baru untuk Meningkatkan Penempatan dan Perlindungan PMI Sedang Digodog

3 min read
PLT. Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah, Brigjen Pol. Dayan Victor Imanuel Blegur (Foto BP2MI)

PLT. Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah, Brigjen Pol. Dayan Victor Imanuel Blegur (Foto BP2MI)

JAKARTA – Dalam lima tahun terakhir, pelaku trafficking melakukan eksploitasi korban di 33 provinsi di Indonesia yang merupakan sumber sekaligus tujuan trafficking. Prosentase korban trafficking di Indonesia mayoritas perempuan (88.4%) dan 91% dialami orang dewasa. Tipe eksploitasi yang dialami pekerja migran Indonesia 95% eksploitasi kerja paksa dan 5% eksploitasi seksual.

Focused Group Discussion yang bertemakan perang melawan kejahatan Tindak Pidana Perdaganan Orang (TPPO) yang dilaksanakan di Savoy Hotel Bandung dipimpin oleh PLT. Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah, Birgjen Pol. Dayan Victor Imanuel Blegur dan diikuti oleh berbagai stakeholder terkait seperti perwakilan dari Kementerian Ketengakerjaan, Kementerian Luar Negeri, Polda Jawa Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, 27 Polres Kabupaten/Kota, 27 Kejaksaan Kabupaten/Kota, serta Koordinator P4TKI dan LTSA.

Periode tahun 2020 – 2023 telah terjadi peningkatan drastis kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan WNI dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri. BP2MI sudah melaksanakan penyelamatan dan pencegahan PMI non-prosedural sebanyak 7.268 kasus, 714 di antaranya sudah dilimpahkan ke polisi dan 42 sudah di vonis. Penanganan PMI terkendala pada Tahun 2020 – 3 April 2023 berjumlah 91.353 orang, 90% merupakan korban kejahatan TPPO dan 80% korban adalah perempuan dan ibu-ibu.

PLT. Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah, Brigjen Pol. Dayan Victor Imanuel Blegur menyampaikan harapan nya untuk bersama-sama dapat membuat terobosan baru dalam tata kelola penempatan dan pelindungan pekerja migran Indonesia.

“Kami masih ingat arahan dari Bapak MenkoPolhukam pada saat kegiatan di batam, ada dua hal penting yang digaris bawahi beliau, yang pertama adalah pengawasan dan yang kedua adalah penegakkan hukum.” terang Dayan pada pembukaan nya.

Lebih lanjut Dayan menyampaikan bahwa terdapat kesulitan-kesulitan yang dihadapi penyidik saat melakukan pemrosesan laporan kasus TPPO.

“Beberapa kesulitan yg dihadapi oleh kawan kawan penyidik adalah menggali informasi dari pelapor, sebagai contoh saat kita menghubungi pelapor itu terdapat kesulitan untuk menghubungi nya, ataupun misal sebagai wakil dari pihak keluarga, saat diminta untuk menceritakan runtutan cerita secara langsung itu tidak bisa menyampaikannya. Kemudian PMI yang menjadi korban TPPO ini kebanyakan adalah mereka yang berangkat secara non prosedural” jelas Dayan.

Direktur Penempatan Non Pemerintah Kawasan Eropa dan Timur Tengah, Sukarman menyampaikan beberapa kondisi yang menyatakan PMI itu sebagai Non Prosedural.

“Pertama pemalsuan dokumen (paspor, visa, jati diri, id card, surat keterangan, dsb), yang kedua adalah tidak memenuhi syarat dokumen yang dipersyaratkan, dan yang ketiga adalah tidak mengikuti proses tahapan penempatan. Tentunya bapak-ibu kita semua ingin penempatan itu prosedural.” pungkas Sukarman pada penjelasannya.

Sukarman juga menjelaskan tentang penting nya Perjanjian Kerja untuk Pekerja Migran Indonesia yang kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh perwakilan dari Kementerian Ketenagakerjaan, Budi Hidayat Laksana.

“Dengan adanya FGD ini dapat menjadi pengangan bapak ibu untuk bisa menekan proses penempatan Pekerja Migran Indonesia keluar negeri secara Unprosedural. Tadi pak sukarman sudah menjelaskan kalau orang tidak punya Perjanjian Kerja (PK) susah untuk kita advokasi, dan itu betul pak. Kalau dia punya PK, kita mudah untuk mentracking data-datanya, mengetahui siapa majikannya, siapa mitra usaha nya, berapa gaji nya, dimana dia bekerja dan sebagai nya.” tutur Budi

Dengan pertimbangan keseriusan masalah TPPO/penempatan PMI secara nonprosedural sehingga dibutuhkan meningkatkan peran aktif Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah terkait untuk sama-sama menjadikan TPPO sebagai isu penting yang perlu diprioritaskan penanganannya baik dalam perencanaan program pencegahan dan penindakan secara bersama. Dalam upaya memaksimalkan dan menindaklanjuti peran pencegahan. Penindakan pelaku TPPO Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah secara bersama-sama perlu diagendakan dan direncanakan program tindak lanjut secara bersama-sama.  []

Advertisement
Advertisement