Terus Defisit, Iuran BPJS Diusulkan Naik Hingga 64 Persen, Mau ?
JAKARTA – Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) akan menyodorkan usulan kenaikan tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
DJSN mengusulkan iuran kelas Mandiri I naik 50 persen atau sebesar Rp40 ribu. dari iuran saat ini sebesar Rp80 ribu per peserta, menjadi Rp120 ribu per peserta. Lalu, iuran kelas Mandiri II diusulkan sebesar Rp29 ribu, dari Rp51 ribu per peserta menjadi Rp80 ribu per peserta, setara 56 persen. Selanjutnya, iuran kelas Mandiri III diusulkan naik Rp16.500 dari Rp25.500 per peserta menjadi Rp42 ribu per peserta alias naik 64 persen.
Anggota DJSN Angger P. Yuwono mengungkapkan usulan tersebut sebagai tindak lanjut dari keputusan pemerintah yang akan menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan tahun depan. “DJSN merencanakan untuk mengusulkan secara resmi kepada presiden dalam minggu ini,” ujar Angger kepada CNNIndonesia.com, Selasa (13/8/2019).
Sedangkan iuran untuk kelas Penerima Bantuan Iuran (PBI), tak diungkapkan berapa kenaikannya. Kelas PBI merupakan peserta yang iurannya ditanggung oleh pemerintah. Padahal, peserta jenis ini adalah peserta terbanyak dalam program jaminan kesehatan nasional.
Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo tengah mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menaikkan iuran BPJS ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Perpres bakal menjadi jawaban terhadap kebijakan yang berkaitan dengan BPJS Kesehatan. “Kalau BPJS Kesehatan terkait dengan iuran dan lain-lain, nanti kami sampaikan secara lebih komprehensif dalam bentuk Perpres,” kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/8/2019), seperti dinukil dari Katadata.co.id.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tengah mengaudit keuangan BPJS, yang diperkirakan selesai akhir Agustus. Audit ini yang akan digunakan untuk menentukan kenaikan iuran.
Hasil audit BPKP juga akan menjadi bekal pemerintah untuk mengetahui sektor mana saja yang bisa diefisienkan demi menekan defisit, di luar dari instrumen kenaikan iuran. Menurut prediksi pemerintah, BPJS Kesehatan hingga akhir tahun bisa mencapai Rp28 triliun. Pada Juli, defisit lembaga ini diasumsikan berkisar Rp19,41 triliun.
Iuran bakal naik, tunjangan Direksi juga naik, bagaimana layanan pasien ?
Di sisi lain, walau keuangan BPJS Kesehatan berdarah-darah, namun pemerintah menaikkan tunjangan untuk Direksi BPJS Kesehatan. Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 112/PMK.02/2019 menyatakan untuk meningkatkan kinerja anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS, perlu mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.02/2015 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS.
Perubahan aturan itu, mengganti tunjangan cuti yang awalnya paling banyak satu kali gaji/upah menjadi dua kali gaji/upah.
Menurut Kementerian Keuangan, tunjangan cuti itu diperlakukan seperti gaji ke 13 dan gaji ke 14 (THR), seperti yang diberikan kepada PNS, TNI, dan Polri.
Dalih lain, menurut Kementerian Keuangan, perubahan tunjangan gaji itu selaras dengan hak dan kewajiban pegawai BPJS yang mendapatkan 14 kali gaji setahun.
Perubahan tunjangan ini, menurut Kementerian Keuangan, tersebut tidak berpengaruh terhadap pengelolaan dana jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan. Pembayaran Manfaat Lainnya tersebut (termasuk di dalamnya adalah Tunjangan Cuti Tahunan) menggunakan Dana Operasional BPJS dan tidak menggunakan sumber dana dari APBN. []