Tidak Jadi 69 Juta, Resmi, Biaya Haji Tahun 2023 Kurang dari 50 Juta Rupiah
JAKARTA – Kementerian Agama dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan biaya haji tahun ini senilai Rp 49,8 juta per jemaah. Meski demikian, DPR akan berusaha menekan Biaya Perjalanan Ibadah Haji atau BPIH untuk tahun depan.
Anggota Komisi VII DPR Maman Imanul Haq mengatakan DPR akan kembali memeriksa biaya yang dikeluarkan untuk BPIH 2024. Ia mengupayakan angka BPIH yang ideal bagi masyarakat.
“BPIH untuk tahun ini sudah final, tapi untuk selanjutnya Komisi VIII punya komitmen untuk melakukan penyisiran di biaya-biaya itu,” kata Maman di Gedung DPR, Kamis (16/02/2023).
Maman mencontohkan biaya katering yang seharusnya dapat ditekan dari 18,5 Riyal menjadi 15 Riyal setelah pajak. Menurutnya, keputusan Komisi VIII untuk menyetujui BPIH 2023 condong ke arah keputusan politik lantaran DPR harus masuk masa reses.
Maman menilai tingginya BPIH tahun ini disebabkan oleh minimnya sumber daya manusia pemerintah untuk bernegosiasi dengan pihak Arab Saudi. Menurutnya, tenaga kerja pemerintah hanya menghitung BPIH dari atas kertas, sedangkan pihak Arab Saudi dapat menggodok BPIH yang ditawarkan secara riil di lapangan.
“Kata kuncinya, kita tidak memiliki sumber daya manusia yang kuat untuk negosiasi soal satuan harga di komponen BPIH,” kata Maman.
Seperti diketahui, Kementerian Agama sebelumnya mengusulkan BPIH per jamaah senilai Rp 69 juta pada tahun ini. Setelah berkoordinasi dengan DPR, nilai BPIH yang disetujui senilai Rp 49,8 juta dari total BPIH sebanyak Rp 90,05 juta. Artinya, pemerintah menambah subsidi per jamaah dari Rp 21 juta menjadi Rp 40,25 juta.
Secara rinci, BPIH yang dibayarkan jemaah ini akan dibagi menjadi Rp 32,7 juta untuk penerbangan dari embarkasi, Rp 3 juta untuk biaya hidup, serta Rp 14,8 juta biaya untuk Masyair.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief mengatakan beberapa komponen tak bisa digoyang lagi. Salah satunya soal penerbitan paspor serta lembur petugas untuk mengurus paspor senilai lebih dari Rp 5 miliar.
“Karena mereka 24 jam bekerja dan di weekend juga,” kata Hilman saat rapat.
Begitu pula komponen biaya penerbangan tak bisa diturunkan secara signifikan oleh Garuda Indonesia. Direktur Utama Garuda, Irfan Setiaputra menjelaskan hal tersebut karena ada hal yang tak bisa digoyang yakni harga avtur, kurs, serta ongkos sewa pesawat.
“Kami sudah turunkan Rp 212 ribu, itu margin (keuntungannya) 2,5%,” kata Irfan di kesempatan yang sama. []