Uang Kiriman Pekerja Migran Menurun Tajam, Banyak Keluarga Terancam Kelaparan
HONG KONG – Kepergian seseorang untuk bekerja dengan bermigrasi ke negara lain tentu ekonomi yang menjadi tujuan utamanya setelah di negaranya seseorang tersebut merasa tidak menemukan sumber ekonomi sesuai dengan keinginannya. Pendapatan ekonomi seorang pekerja migran yang dikirim pulang, lazimnya menjadi amunisi kehidupan keluarga di kampung halaman. Setelah kebutuhan sehari-hari terpenuhi, barulah menyisihkan sedikit demi sedikit untuk investasi.
Lantas, bagaimana jika kondisi sang pekerja migran di negara penempatan terganjal pandemi corona hingga mereka tidak bisa bekerja dan mengirimkan pulang uang hasil kerjanya ?
Pageblug COVID-19 di tahun 2020 ini rupanya berdampak signifikan pada eksestensi ekonomi pekerja migran di beberapa negara penempatan.
Seperti yang dialami oleh Khumar, seorang pekerja migran asal Nepal.
Menyadur tayangan artikel Reuters.com, hiba Kala Limbu, seorang ibu rumah tangga asal Nepal, hanya bisa meringis ketika diminta untuk menceritakan kondisi keluarganya selama pandemi virus corona.
Limbu tampak lesu saat bercerita tentang bagaimana ia dan putrinya dilanda Kelaparan setelah suaminya, Ram Kumar, kehilangan pekerjaan akibat krisis virus corona.
Sebelumnya, Kumar sempat menjadi tukang batu di negara Teluk Qatar. Sebagai pekerja migran, Kumar acap kali mengirimkan uang untuk biaya hidup Shiba dan putrinya.
Namun, sejak Kumar di-PHK, kiriman uang untuk Limbu makin lama makin seret. Akibatnya, tidak hanya dilanda Kelaparan, Limbu kini juga tidak mampu membayar lagi uang sewa rumah.
Padahal, putri Limbu diketahui baru berusia lima tahun.
“Ini menyakitkan. Aku sering tidak makan malam agar aku bisa memberi makan putriku,” ucap Limbu sembari mengupas kentang di dapur sekaligus kamar tidur rumahnya di Baniyatar.
Sebelum pandemi, Limbu biasa menerima kiriman uang hingga 20 ribu rupee Nepal (Rp2,3 juta) setiap bulannya. Namun, dalam enam bulan terakhir ini, ia hanya menerima total 40 ribu rupee Nepal (Rp4,7 juta). Jumlah itu pun sebagian besarnya bersumber dari hasil pinjaman teman-teman Kumar.
“Hanya itu yang berhasil dia kirim tahun ini. Aku menggunakan sebagian untuk membayar sewa dan sisanya untuk membeli bahan makanan,” imbuh Limbu.
Sementara itu, di kota Gajedah, Radha Marasini juga mengisahkan nasib serupa dengan Limbu. Marasini kemudian bercerita bahwa suaminya, Indra Mani, juga telah kehilangan pekerjaan sebagai penjaga keamanan di sebuah pabrik tekstil di kota Ludhiana, India.
Ketika penghasilannya mengering, Mani yang berusia 43 tahun, akhirnya tidak punya pilihan selain beralih ke pemberi pinjaman lokal. Meski harus tertatih-tatih membayar, tetapi Mani tidak peduli lantaran ia hanya ingin memastikan bahwa putranya yang berusia 15 tahun bisa bertahan hidup.
“Jika situasi (virus) corona tidak membaik, kita harus makan hanya satu kali sehari,” ucap Marasini. []