July 27, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Untukmu Wanita Serta Istri yang Susah Diselamatkan dengan Nasehat Suami

4 min read

ApakabarOnline.com – “Kita ini hidup di Indonesia, di pedesaan, jadi, jangan terbiasa berpenampilan seperti saat masih di Hong Kong, menggunakan rok mini saat berkeliaran diluar rumah dan terlihat tetangga maupun siapa saja” kalimat tersebut sering disampaikan oleh suami PMI terhadap istrinya yang mengalami perubahan penampilan setelah sekian waktu bekerja di Hong kong.

Mendengar nasehat tersebut, sang istri bukannya menuruti dan menerima dengan legowo, melainkan justru berbalik mengolok olok suami sebagai sosok suami yang kolot, suami yang tidak modern, bahkan terkadang terlontar pula kalimat tuduhan suami mengekang istri.

Tak jarang dalam kehidupan sehari-hari, konflik rumah tangga berawal dari sulitnya istri dinasehati suami, meskipun jelas-jelas nasehat tersebut diberikan oleh suami dalam kondisi yang mendesak dan darurat. Konflik meningkat saat kesalahan yang dinasehatkan perlahan lahan melahirkan fakta-fakta berupa konsekwensi dari keteledoran istri yang tidak mau menerima nasehat suami.

Pada contoh ilustrasi kasus diatas, kedaruratan yang terjadi hingga membuat suami menasehati sang istri lantaran mulai terdengar pelecehan dari kiri dan kanan. Berbagai kalimat buruk dilontarkan mulai dari desas desus yang menyebut istri dari suami tersebut bekerja di klub malam, istri dari si suami tersebut mengenakan pakaian yang kurang bahan, hingga desas desus lainnya.

Sebagai suami yang normal, tentu, saat harga diri sang istri dilecehkan, otomatis akan merasa dirinyapun juga dilecehkan harga diri dan kehormatannya. Wajar, sebab, bagi laki-laki normal, anggapan kehormatan istri merupakan kehormatan suami merupakan harga mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Banyak orang yang memahami maksud sang pria tersebut ikut bersedih dengan sikap sang istri. Apa sebabnya perempuan berkeras hati membantah nasehat suami, sedangkan isi dari nasehat tersebut benar-benar darurat untuk menyelamatkan keduanya ? Dihimpun dari berbagai sumber, yuk kita bedah bersama.

 

Merasa ilmu dan wawasan yang dimiliki sudah cukup

Ini adalah kesalahan fatal seseorang karena merasa dia sudah memiliki ilmu dan wawasan yang cukup sehingga ketika ada ilmu dari orang lain pasti tidak akan di dengar apalagi diamalkan. Ini bahaya sekali karena orang tersebut akan merasa pintar sendiri di tengan kesempitan ilmunya yang sebenarnya masih sedikit sekali.

Imam Syafii, semoga Allah merahmatinya, mengatakan semakin banyak ilmu dipelajari, dia  semakin merasa bodoh.

Padahal kita tahu betapa luas ilmu yang sudah dipelajari dan meluangkan banyak waktu hidupnya untuk menuntut ilmu. Apalagi kita yang masih sangat minim belajar ilmu, nyambi kerja, pada hari libur saja. Tentunya baru sedikit sekali ilmu yang kita dapatkan. Jadi alangkah kacaunya pemikiran orang yang baru belajar sebentar kemudian merasa sudah pintar dan pandai yang ditandai dengan seolah serba tahu jika berdiskusi dengan orang lain.

Yang harus kita lakukan adalah teruslah menuntut ilmu yang jelas sumber dan asal usulnya, jangan asal menuntut ilmu dari seseorang apalagi di jaman yang seperti ini, antara yang haq dan batil semakin samar. Antara orang yang baik dan berkelakuan buruk semakin susah dibedakan. Pedoman kita satu-satunya adalah kembalikan semua kepada Al Quran dan As Sunnah, jika kita menemukan hal yang bertentangan ya segera tinggalkan.

Karena seharusnya semakin kita menuntut ilmu, akan semakin kita merasa kita nggak tau apa-apa. Tetapi jika sebaliknya kita baru belajar ilmu setahun dua tahun sudah merasa pintar, ini adalah penyakit hati yang harus segera kita bertaubat untuk sembuh darinya. Karena akan berbahaya buat diri kita dan juga orang lain, di kehidupan sekarang dan nanti di akherat.

 

Hati yang banyak dosa akan susah menerima nasehat

Semakin banyak dosa dan kesalahan, akan semakin membuat orang jauh dari kebaikan. Termasuk nasehat yang baik juga akan semakin jauh. Jauh dari mendengarnya atau juga jauh dari kesempatan untuk menerimanya. Akibatnya adalah semakin banyak lagi kesalahan-kesalahan dan dosa yang akan diperbuat.

Jika tidak dicarikan jalan keluar, akan selamanya menjadi lingkaran setan saat di masa lalu melakukan kesalahan besar seperti melakukan penganiayaan, melakukan aborsi, murtad dari agama, menyekutukan Allah, maupun dosa-dosa besar lainnya. Bersemayamnya getah dosa besar dalam hati akan kuat menutupi hati dari nasehat dan kebenaran, akan semakin membuat hati menjadi keras dan menghilangkan kehormatan sebagai manusia yang bermoral.

Yang harus kita lakukan adalah segera bertaubat sebenar-benarnya dan memohon ampun kepada Allah. Selagi masih sadar bahwa kita itu sedang salah, maka segeralah stop kesalahan tersebut dan jangan ulangi lagi. Karena kalau kita tahu hal tersebut salah dan kita langgar belum tentu kita nanti akan bisa bertaubat atau juga tidak ada yang tahu umur kita panjang atau pendek

Konsekuensinya adalah jika umur panjang akan semakin banyak dosa yang dilakukan sehingga semakin berat nanti azab di akherat. Sebaliknya kalau umur kita pendek ya kesalahan yang kita lakukan akan susah untuk kita bertaubat. Dan yang lebih mengerikan adalah Allah akan menghukum kita mulai dari dunia dengan dipanjangkan umurnya dan dibiarkan terus dalam dosa-dosa sehingga semakin berat nanti azabnya…

 

Hawa nafsu yang lebih dominan

Suara hati ingin agar kita ke arah yang baik, hawa nafsulah yang mengalahkannya. Akibatnya, setiap ada yang memberi nasehat, prasangka buruk yang dikedepankan. Buruknya prasangka mengalahkan kesadaran akan yang sedang terjadi.

 

Hati yang mengeras

Hati yang keras atau mulai mengeras memiliki tanda-tanda sebagai berikut :

  1. Merasa telah bekerja keras padahal yang dikejar hanyalah materi semata, dalam posisi demikian dia telah menjadi budak materi, semakin jauh dari ilmu dan wawasan.
  2. Tidak terpengaruh sama sekali dengan ajaran Tuhan
  3. Tidak terpengaruh dengan berbagai ujian, musibah, bahkan ahzab sekalipun yang diberikan Tuhan.
  4. Memperlakukan suami harus seperti keinginannya, sedangkan keinginannya sejatinya tidak wajar menurut standart hidup bermasyarakat maupun standar humaniora.
  5. Tidak pernah tenang hatinya, mudah gelisah, labil dan melakukan sesuatu yang tiba-tiba untuk mengejar sesuatu yang semu. [Asa]
Advertisement
Advertisement