Waspada, Kejahatan Dunia Maya Lebih Banyak yang Tidak Terungkap
JAKARTA – Fenomena kejahatan siber nampaknya semakin parah dalam beberapa tahun terakhir. Di Indonesia, jutaan masyarakat bahkan telah menjadi korban kebocoran data pribadi dan tersebar di berbagai sektor.
Diantaranya kebocoran 279 juta data peserta BPJS Kesehatan, 91 juta data pengguna aplikasi e-commerce Tokopedia, hingga sebanyak 2 juta data nasabah BRI Life.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha mengatakan kondisi ruang siber di Indonesia belum baik-baik saja mengingat maraknya kebocoran data pribadi masyarakat.
“Itu yang kelihatan, kita gak ngebayangin yang gak keliatan itu seberapa banyak. Karena kalau kita berbicara masalah kejahatan siber, itu polanya seperti gunung es, yang ketahuan ini hanya ujungnya saja, yang bawahnya ini ga ketahuan,” ujarnya saat berbincang dengan Akurat.co secara virtual beberapa hari lalu.
Menurutnya, banyak pelaku kejahatan siber tidak mempublikasikan hasil curian mereka. Pratama lantas meminta masyarakat untuk selalu waspada. Terlebih, ia menjelaskan yang melakukan hacking ada berbagai tipe orang.
“Yang pertama itu ada lone wolf, emang dia kerja sendiri, kemudian tujuannya mungkin bisa ekonomi, hacktivis, protes dan lain-lain. Kemudian ada yang punya komunitas atau tim, dia biasanya nyuri data buat dijual nih, duit. Kemudian ada non-state. Non-state ini adalah organisasi-organisasi besar di dunia yang dia menginvestasikan budgetnya ini untuk melakukan pencurian data melalui proses hacking. Dan yang terakhir adalah yang disponsori oleh state atau negara lain yang melakukan hacking ke negara kita,” jelas Pratama.
Dirinya mengingatkan bukan berarti hasil curian pelaku kejahatan siber yang tidak diperjual belikan bakal aman. “Jangan bersenang hati dulu. Karena bisa jadi kita ini telah menjadi sasaran mereka,” tukasnya.
Pratama menerangkan hacker yang mencuri dan tertangkep itu adalah hacker yang “bodoh”. Menurutnya, hacker pintar bisa masuk ke sistem tanpa diketahui.
“Begitu masuk dia bikin backdoor dia curi semua datanya kemudian dia keluar secara diam-diam, kita tidak tau,” sebut dia.
Pratama seraya menegaskan bahwa serangan siber bukan hanya ilusi, tapi kenyataan. Para pelaku menurutnya banyak menargetkan lembaga edukasi, sektor pemerintahan, ISP, e-commerce dan fintech.
“Belum lagi kalo UMKM go digital, itu kita harus hati-hati juga, karena pasti mereka tidak memiliki sistem keamanan yang maksimal,” urainya.
Pratama lantas mengimbau adanya koordinasi yang baik antar pemangku kepentingan siber di Indonesia, seperti BSSN, BIN dan Polri. “Kalo sekarang kan enggak, jalan sendiri-sendiri aja. Koordinasi diantara pemerintah menjadi hal yang utama,” pungkas Pratama. []