April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Karena Gengsi, Anak Muda Enggan Jadi Petani

2 min read

Dulu, saat masih SD, dan ditanya guru di kelas mengenai apa cita-cita kita, adakah di antara kita yang menjawab “ingin jadi petani”? Mungkin tidak ada. Kalau pun ada, mungkin sangat jarang. Karena kebanyakan kita ingin jadi insinyur, ingin jadi pilot, bahkan sekarang banyak yang ingin jadi YouTuber atau selebgram.

Saat akhirnya dewasa, kebanyakan kita pun tetap enggan menjadi petani. Sebagian besar kita lebih memilih bekerja di kantor atau menjadi karyawan di perusahaan. Alasannya mungkin karena gengsi. Berbeda dengan bekerja di kantor yang bersih, bekerja di sawah membuat tubuh kita kotor. Akhirnya, kini, jumlah petani di negeri ini makin sedikit.

Petani kedelai hitam asal Pacitan, Tumaji (46), mengeluhkan minimnya tenaga petani saat ini. Pekerjaan yang tidak bergengsi serta upah yang dinilai rendah apabila dibandingkan kerja di kantor, menjadi alasan keengganan masyarakat bermata pencaharian sebagai petani.

“Tenaga petani sekarang sudah susah. Upah Rp 50.000 per hari, makan 3 kali. Saya punya lahan sendiri seperempat hektar. Tanam padi, kedelai (hitam), kacang,” ucap Tumaji.

Namun, hidup susah bukan berarti kehidupan Tumaji berakhir. Dia mengaku, dengan menjadi petani, sanggup membiayai sekolah ketiga anaknya. “Anak tiga. 1 kuliah, 1 SMA, 1 SMP. Nekat saja (biayai sekolah anak),” kata Tumaji.

Meski demikian, Tumaji mengaku tidak ada satu pun anaknya yang berminat menjadi petani sebagai sumber mata pencaharian sehari-hari. Namun, Tumaji terus mendorong anak-anaknya untuk tetap mengetahui seluk beluk bertani.

“Yang niat jadi petani ya bapaknya saja. Anak ke sawah pasti lah, bantu bapaknya. Kalau libur sekolah, (anak-anak) ke sawah. Di sawah itu mengasyikkan. Cuma petani itu pendapatannya kecil,” kata Tumaji.

Dari bertanam padi, Tumaji mengaku bisa memperoleh hingga Rp 35 juta saat panen. Dari kedelai hitam, Tumaji bisa memperoleh Rp 14-15 juta saat panen. Sementara dari kacang, Tumaji mengaku tidak memperoleh pendapatan yang besar. “Kacang sedikit, Rp 1-2 juta, hanya selingan saja,” tutur Tumaji.

Untuk pasar kedelai hitam, Tumaji mengaku sudah bermitra dengan PT Unilever Indonesia Tbk sebagai pemasok kedelai hitam untuk bahan baku kecap.

“Kita komitmen sama Bango, kebutuhan Unilever akan kita penuhi, Unilever gak akan ambil (kedelai hitam) dari luar. Pernah Unilever kelebihan pasokan, tapi kedelai kita tetap dibeli. Jadi mereka sewa gudang dekat kampung kita,” tutur Tumaji.[]

Advertisement
Advertisement