December 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Perempuan Cantik Itu Menakutkan [02]

5 min read

sambungan dari bagian 1

 

Ekspresi wajah terkejut tidak bisa mereka sembunyikan. Bahkan, laki-laki selingkuhan istriku sempat hendak melarikan diri namun gagal lantaran aku bergerak cepat menghadang pintu kamar. Saat aku men yuruh mereka untuk mengenakan kembali pakaian mereka seperti semula, kemudian aku menyuruh mereka duduk dan mengajak bicara, tiba-tiba laki-laki tersebut berhasil meloloskan diri keluar kamar pergi meninggalkan kami. Entah kemana laki-laki tersebut, yang pasti mobilnya dia tinggalkan lantaran kunci mobilnya aku pegang.

Setelah menunggu beberapa saat, aku berharap lelaki tersebut akan kembali ke kamar. Namun setengah jam kami menunggu, tidak ada tanda-tanda laki-laki tersebut kembali. Akhirnya, aku membawa istriku meninggalkan hotel tersebut berboncengan motor pinjaman dari temanku menuju kediaman kedua mertuaku.

Tak ada sepatah kalimatpun yang terucap sepanjang perjalanan dari hotel menuju rumah kediaman kedua mertuaku. Ekspresi terkejut juga terlihat dari wajah keluarga istriku yang mengetahui kedatanganku secara tiba-tiba berboncengan motor berdua dengan istriku. Barangkali, aura ketegangan tidak bisa aku sembunyikan dari wajahku, sehingga kebekuan menyambut kedatanganku.

Aku meminta kedua mertuaku, saudara-saudara istriku untuk berkumpul saat itu. Kemudian aku menunjukkan rekaman video dan foto yang aku ambil dari ponselku adegan yang baru saja aku saksikan di hotel beberapa jam sebelumnya, antara istriku dengan lelaki selingkuhannya. Selanjutnya, aku juga menunjukkan beberapa foto yang aku dapat dari akun media sosial istriku dan laki-laki itu dimana pada beberapa foto tersebut menggambarkan kemesraan layaknya pasangan kasmaran. Aku juga menunjukkan foto istriku bersama selingkuhannya ketika mereka berwisata ke bali dengan latar sebuah hotel ternama di pantai Kuta.

Terhadap adik iparku, aku menanyakan kebenaran informasi yang disampaikan istriku padaku akan permintaannya dibelikan motor sport. Dengan tegas, adik iparku menjawab “tidak”. Bahkan adik iparku malah sama sekali tidak pernah terbersit niatan ingin dibelikan motor. Jarak antara rumah dengan sekolah sangat terjangkau dengan sepeda kayuh miliknya. Semua mendengar penjelasan mengenai motor sport yang menjadi awal dari cek cok antara aku dengan istriku.

Semua terdiam. Pun demikian juga dengan istriku. Beberapa kali aku tanyakan mengenai motor sport,  foto-foto di akkun media sosial dan kejadian di kamar hotel tadi, tak sepatah katapun keluar dari mulut istriku. Bahkan, ekspresi bersalahpun tidak tampak terlihat dari wajah istriku. Sampai ibu mertuaku sembari menangis membuka kebekuan tersebut dengan mengucapkan kalimat permohonan maaf kepadaku. Ditengah ketegangan suasana, tiba-tiba istriku dengan tegas meminta aku untuk menceraikannya saat itu juga. Kemudiaan dia pergi masuk ke dalam rumah mengemasi barang-barangku yang ada di rumah itu sembari menyuruhkku untuk pergi membawanya.

Merasa tidak bisa diperbaiki lagi, setelah melakukan sholat istikharah terlebih dahulu, aku memutuskan mengurus cerai bagiku merupakan pilihan terbaik. Dan sebulan kemudian, keputusan pengadilan sudah kami dapatkan. Aku dan Wahyuni bukan suami istri lagi.

Aku yang kembali menjadi orang bebas, kembali mencoba peruntungan bekerja ke Taiwan. Dua tahun aku bekerja di Taiwan, aku mengenal seorang perempuan bernama Risti, yang saat itu bekerja di Hong Kong.  Aku mengenal Risti dari jejaring sosial Facebook. Melihat foto-fotonya, hampir seluruh yang dia upload berpenampilan sederhana, biasa dan bahkan sebagian diantaranya mengenakan jilbab. Tidak seperti Wahyuni yang gemar berpenampilan glamor.

Kearabanku dengan Risti membawa kami pada hubungan yang kian dekat dan saling membutuhkan. Aku menceritakan banyak hal perihal masa laluku yang seringkali membebani pikiranku. Termasuk tentang kegagalan rumah tanggaku. Pun demikiaan dengan Risti, tak sungkan dia menceritakan beban permasalahan dia padaku untuk mendiskusikan jalan keluarnya. Setahun mengenal Risti, sampailah kami pada sebuah kesepakatan untuk membangun hubungan yang serius. Kami menyepakati sebuah komitmen untuk hidup berpasangan merancang masa depan.

Bahkan aku sempat mentransfer sejumlah uang pada Risti lantaran dia mengaku selama setahun gajinya habis untuk membayar hutang pada sebuah finance. Memang hutang tersebut bukan Risti yang menggunakan uangnya, namun temannya yang telah kabur menggunakan nama Risti untuk meminjam uang. Aku mentransfer uang sebesar 25 juta rupiah pada sennuah rekening atas nama Hari Susanto yang oleh Risti disebut sebagai kakaknya. Uang tersebut oleh Risti katanya akan dijadikan modal usaha. Setidaknya sepulang dari Hong Kong, didepan kedua orang tuanya Risti tetap sewajarnya kondisi PMI yang pulang dari Hong Kong. Sebab menurut Risti, kedua orang tuanya tidak mengetahui masalah Risti tertipu temannya tersebut.

Kekecewaan kembali menghampiri aku. Setelah Risti pulang ke kampung halaman, tiba-tiba ada sebuaah akun facebook yang berteman dengan akunku dan akun Risti, memberitahu mengenai status Risti yang masih terikat sah sebagai istri dari seorang laki-laki di kampung halamannya Tulungagung Jawa Timur. Pemilik akun gtersebut mengaku sebagai tetangga Risti di kampungnya. Menerima kabar tersebut, tentu aku tak begitu saja langsung percaya. Namun kejanggalan perlahan-lahan mulai terasa. Semenjak Risti pulang kampung, akun media sosialnya tidak pernah aktif lagi. Tentu hal ini mengakibatkan komunikasiku dengan Risti terputus.

Disaat kegelisahanku mencapai puncaknya, aku berinisiatif unuk bertanya alamat rumah Risti dii Tulungagung kepada teman sekampungnya. Berbekal alamaat yang diberikan, saat aku pulang ke Sragen, aku menyempatkan diri melacak keberadaan Risti ke pesisir selatan Tulungagung. Setelah menemukan alamat tersebut, betapa tercengangnya aku, ternyata benar apa yang dikatakan teman Risti padaku, Risti merupakan istri dari seseorang dan ibu dari seorang anak laki-laki berusia 5 tahunan.

Aku bertamu ke rumah tersebut secara baik-baik. Dan kebetulan, Risti, suami, anak dan kedua orang tuanya sedang berkumpul di rumah. Aku memperkenalkan diri sebagai teman Risti dari Sragen yang kebetulan saja mellintas di daerah Tulungagung. Kedatanganku cukup membuat ekspresi wajah Risti pucat pasi. Awalnya dia mengaku tidak mengenal aku dan tidak pernah punya teman laki-laki asal Sragen.  Aku hanyaa bisa tersenyum kecut, kemudian setelah aku menanyakan perihal nama Hari Susanto pemilik sebuah rekening yang dulu aku pernah mentransfer uang sebesar 25 juta rupiah, Risti tak mampu menyembunyikan kepanikannya. Dia menjadi diam seribu bahasa.

Hari Susanto, suami Risti ikut angkat bicara setelah memahami duduk persoalannya. Dia membenarkan pernah menerima transfer uang sebesar 25 juta rupiah menjelang Risti pulang. Namun dia tidak mengetahui jika ternyata uang tersebut ditransfer bukan dari Hong Kong. Didepan kami semua, Hari yang terlihat malu dan marah akibat ulah istrinya meminta aku untuk menunggu beberapa saat, kemudian dia kembali dengan menyerahkan padaku  uang cash sebesar 15 juta rupiah. Dia minta maaf, belum bisa mengembalikan 25 juta lantaran saldo di rekeningnya memang tinggaal 15 juta rupiah. Dia meminta nomor rekeningku, untuk selanjutnya akan digunakan melunasi sisa yang 10 juta rupiah.

Aku berpamitan pulang dari rumah tersebut saat hari menjelang petang. Aku meninggalkan Tulungagung dengan berbagai janji dan sumpah. Setidaknya, introspeksi pada diriku sendiri terjadi sepanjang perjalananku menuju Sragen. Ternyata kecantikan perempuan itu tidak bisa diukur dari kenampakan luarnya. Ternyata, kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan itu seringkali menjadi bungkus dari sebentuk keburukan. Sejak saat itu, setiap aku melihat perempuan cantik, aku merasa seperti melihat keburukaan yang menyakitkan. Selesai [ Seperti dituturkan R kepada Asa dari Apakabaronline.com]

Advertisement
Advertisement