April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Perjuangan Lintas Benua Widya yang 41 Tahun Terpisah dengan Ibu Kandungnya

4 min read

JAKARTA –  Widyastuti namanya. Namun, meski nama tersebut dan wajahnya sangat Indonesia, ia justru berkewarganegaraan Belanda. Rupanya wanita ini memang berasal dari Tanah Air yang diadopsi dan dibawa ke Belanda. Kini ia berjuang mencari ibu kandungnya di Indonesia, sekaligus mencoba membongkar perdagangan anak berkedok adopsi di Indonesia.

Dalam upaya pencariannya, Widya menulis surat untuk ibu kandungnya. Surat, kisah, dan potretnya itu diunggah ke Twitter pada Senin (15/06/2020), dibantu oleh rekan sejawatnya, Tazia Teresa.

Widya diadopsi ke Belanda saat umurnya sekitar 5 tahun. Ia tak tahu pasti lantaran dokumen-dokumen adopsinya, termasuk akta lahir ternyata dipalsukan oleh Panti Asuhan Kasih Bunda.

Widya ingat sekelumit kenangan masa kecilnya. Ia menduga dilahirkan di Yogyakarta dan orang tuanya bekerja di Keraton karena ia ingat berlutut di hadapan Sultan. Kemudian, keluarganya pindah ke Metro, Lampung, yang menurut dugaannya dalam rangka program transmigrasi dari pemerintah. Setelah itu, rumahnya di Metro mengalami kebakaran.

Lintasan kenangannya pun berganti ke penjara di Jakarta.

“Di Jakarta, Widya dan ibunya dipenjara sebentar, nggak tau kenapa. Ini momen yang bikin dia takut sama polisi sampai sekarang. Setelah dibebaskan, dia dan ibunya menggelandang di Jakarta, hidup di jalanan, tidur di bawah jembatan, dan beberapa lokasi di Kota Tua (seingat dia),” tulis Tazia.

Dalam ingatannya, sang ibu menitipkannya di siang hari ke seorang perempuan yang juga punya anak. Pasalnya, ibu kandungnya harus bekerja. Namun, ia selalu datang kembali menjemput Widya. Sayangnya, Widya sudah tak ingat lagi wajah ibunya.

Suatu hari, ia dibawa sang ibu ke sebuah stasiun kereta. Widya ingat stasiunnya kecil, berjalur ganda, dengan peron terbuka. Ibunya menyuruhnya ikut bersama seorang perempuan beretnis China. Tak disangka itulah momen terakhirnya bersama sang ibu. Widya mengira ibunya akan kembali menjemputnya, seperti biasanya.

“Aku menunggu dan terus menunggu, tetapi Ibu tak pernah datang,” tulisnya di suratnya.

Perempuan beretnis China itu bernama Utari. Ia membawa Widya ke rumahnya, bagian dari Panti Asuhan Kasih Bunda. Tak banyak yang diingatnya tentang tempat itu. Namun, ia ingat sering dihukum lantaran sering menangis dan mengompol.

“Aku sering menangis lantaran merindukan Ibu. Setelah berhari-hari menangis dan dihukum karenanya, aku tak mampu lagi menitikkan air mata,” sambungnya.

Bulan Agustus 1979, Widya pun terbang ke Belanda dengan orang tua adopsinya. Sesampainya di Negeri Kincir Angin, ia langsung dirawat di rumah sakit karena sakit tifus.

“Aku berada di negeri yang asing. Aku tak mengerti bahasanya dan bersama dengan orang tua yang baru. Di sini, aku tetap terus menunggumu datang menjemputku. Tahun demi tahun berlalu, harapanku memudar hingga akhirnya sirna,” tambahnya.

Widya bersyukur punya orang tua angkat yang tulus menyayanginya. Namun, ia tak pernah melupakan sosok ibu kandungnya.

“Aku tak pernah melupakanmu, Ibuku tersayang. Kehangatan dan perhatian Ibu tak akan pernah terhapus dari ingatanku,” tulisnya.

Ia pun akhirnya punya keberanian mencari sang ibu kandung. Di tahun 1991, Widya datang ke Indonesia bersama orang tua angkatnya untuk mengunjungi Panti Asuhan Kasih Bunda. Mereka lantas dipertemukan dengan keluarga yang disebut pihak panti asuhan sebagai keluarga kandungnya.

Keluarga itu terdiri dari ‘ibu’, 3 ‘adik tiri’, dan ‘bibi’. Sang ‘ibu’ menikah lagi dan punya 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Namun, Widya meragukan kalau itu ibu kandungnya. Pasalnya, intuisinya membantahnya dan ia merasa tak nyaman serta seperti tak ada ikatan.

Anehnya lagi, di pertemuan itu sang ‘ibu’ memberi surat dalam bahasa Inggris untuk meminta uang. Nomor rekeningnya turut disertakan dalam surat itu dan tersirat agar surat itu tak diberitahukan ke orang tua adopsinya. Padahal, ‘ibu’ tersebut tak bisa berbahasa Inggris dan surat itu telihat seperti menyalin contekan. Sayangya, surat ini sekarang sudah hilang.

Upaya Widya pun masih berlanjut. Ia bergabung dengan komunitas orang Indonesia yang diadopsi ke Belanda saat masih kecil. Dokumen-dokumen adopsinya pun diperiksanya. Di sinilah terdapat banyak kejanggalan.

Panti Asuhan Kasih Bunda blak-blakan mengaku dokumen adopsinya palsu. Bahkan, dokumen adopsinya tak bisa ditemukan hingga saat ini di agensi yang bertanggung jawab di Belanda.

Utari mengatakan Widya lahir di Yogyakarta lalu tinggal di Metro, Lampung. Usai dokumennya terkonfirmasi palsu, perempuan berambut panjang ini semakin tak percaya dengan isi dokumennya.

Di akta lahirnya, disebutkan bahwa Widya lahir tanggal 6 November 1975. Di surat adopsinya, nama orang tuanya adalah Sunarti dan Kartono. Namun, Widya tak tahu kebenaran aslinya. Tertulis juga sang ibu melepaskan semua haknya sebagai ibu per 21 Juli 1979 dan dibubuhi tanda tangan. Widya pun tak yakin dengan keaslian tanda tangan tersebut. Ia kemudian diadopsi oleh warga Belanda 3 minggu setelah tanggal tersebut.

Lewat utas di Twitter, Widya berharap warganet bisa membantunya mendapatkan sejumlah informasi untuk melacak keberadaan keluarga kandungnya.[Citra]

Advertisement
Advertisement