April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Survey : Warga Lebih Takut Kehilangan Pekerjaan Dibanding Tertular Corona

3 min read

BANDUNG – Fakta mengejutkan ditemukan dari hasil survey yang dilakukan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia. Ditengah pandemi COVID-19, warga lebih takut kehilangan pekerjaan ketimbang tertular virus corona.

Mengutip CNN, Dinas Perhubungan Kota Bandung menyebut selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), warga lebih takut kehilangan pekerjaan ketimbang tertular virus corona (Covid-19). Hal itu diketahui berdasarkan survei yang dilakukan terhadap sejumlah orang selama PSBB di Bandung.

Kepala Bidang Manajemen Transportasi dan Parkir Dishub Kota Bandung, Khairul Rizal dalam keterangan resminya menjelaskan, survei ini menggunakan metode Road Side Interview (RSI).

Dalam survei ini petugas menghentikan kendaraan lalu mewawancarai langsung pengemudi. Selain itu, pengemudi juga diminta mengisi sejumlah pertanyaan di formulir yang sudah disiapkan.

Adapun survei dilakukan di delapan titik pemeriksaan kendaraan selama PSBB. Dari setiap titik diperoleh 30-40 responden dengan total berjumlah 310 responden. Sedangkan status pekerjaan responden antara lain wirausaha sebesar 37 persen, karyawan swasta (32 persen), buruh lepas (13 persen), lainnya (8 persen), PNS, TNI, Polri (7 persen).

“Hasilnya, sekitar 62 persen responden khawatir kehilangan pekerjaan. Sedangkan 26 persen khawatir penghasilannya berkurang. Hanya ada 10 persen yang khawatir tertular virus dan 2 persen yang khawatir mati,” kata Rizal.

Dia menambahkan, pertanyaan dalam survei berasal dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelitbang) Kota Bandung.

Dalam survei tersebut, lanjut Rizal, tujuan perjalanan masih didominasi oleh orang yang hendak bekerja yaitu sebanyak 46 persen. Sedangkan belanja (18%) pulang ke rumah (16%), dan sisanya variatif.

“Durasi keluar rumah responden yang kami survei lebih dari 6 jam itu 75 persen. Sisanya di bawah dua jam,” ujarnya.

Di luar itu, sebagian besar responden telah mengetahui PSBB. Namun hanya 81 persen yang mengetahui aturan PSBB. Sisanya mengakui belum mengetahuinya.

Selain survei tersebut, Dishub Kota Bandung juga melakukan survei traffic counting pada delapan titik pemeriksaan dan pintu tol.

Hasilnya, selama PSBB diberlakukan, terjadi penurunan kendaraan masuk ke Kota Bandung rata-rata sekitar 13 persen. Meskipun peningkatan kembali terjadi di hari ke 6 dan 8 PSBB dengan rata-rata kenaikan sampai 42 persen dengan dominasi sepeda motor.

Selain itu, penurunan juga terjadi pada kendaraan yang keluar dari Kota Bandung. Penurunan terbesar terjadi di Gerbang Tol Pasirkoja. Sebelum PSBB kendaraan yang keluar sebanyak 7.974, sedangkan setelah PSBB menjadi sekitar 3.000-an.

Sedangkan dari Gerbang Tol Pasteur, jika sebelum PSBB kendaraan keluar 22.000-an setelah PSBB menjadi 17.000-an.

Sementara itu, Koordinator Bidang Perencanaan, Data, Kajian dan Analisa Gugus Tugas Covid-19 Kota Bandung Ahyani Raksanagara menyatakan estimasi angka reproduksi Covid-19 semakin mengecil.

Ahyani menuturkan, hasil perhitungan kalangan akademisi pergerakan angka reproduksi Covid-19 sejak 22-28 April di Kota Bandung berada di angka 1,06.

“Ada angka yang diangkat oleh akademisi yaitu angka reproduksi yaitu kemampuan orang menularkan dalam populasi, kalau angka itu di atas 1 itu kecil masih bisa dikendalikan. Kalau di bawah 1 berarti berhenti,” katanya.

Menurut Ahyani, penurunan angka reproduksi ini tidak terlepas dari kebijakan pemberlakukan PSBB. Kemudian ditopang oleh kinerja tenaga medis dalam melacak, pemeriksaan, dan isolasi.

Ahyani menjelaskan, kecilnya angka reproduksi ini menjadi indikator Gugus Tugas Covid-19 di Kota Bandung mampu mengendalikan dan menekan risiko jangkauan penularan virus.

“Kalau tanpa intervensi itu bisa 2,5 ke 4 orang, jadi satu yang positif itu dia menular ke 4, lalu 4 ke 16 lalu ke 64 lalu ke 374 orang itu bisa menular dengan waktu yang cepat. Tapi dengan dibatasi dengan angka reproduksi 1 ini resiko penularannya hanya ke satu aja,” ujarnya.

Ahyani menerangkan, kecepatan reproduksi sangat berhubungan dengan banyaknya orang kontak. Makanya dengan menghambat kontak, angka penyebaran akan mengecil.

“Kalau ada gambaran angka reproduksi semakin mengecil bisa dibilang potensi penyebaran risikonya semakin mengecil,” katanya

Namun Ahyani menambahkan, penurunan angka reproduksi di masa PSBB tak lantas bisa dikorelasikan pada penurunan jumlah kasus positif. Sebab, masuknya data kasus pada saat itu bisa jadi merupakan hasil pemeriksaan ketika sebelum PSBB diberlakukan.

“Jadi seperti kita ketahui kalau seseorang didiagnosis positif dia melalui masa inkubasi 14 hari. Artinya kalau masa PSBB didiagnosa positif sebetulnya itu terinfeksi sebelumnya, jadi kita tidak boleh mengartikan setelah PSBB itu hasilnya positif banyak bisa jadi itu perjalanan dari masa inkubasi sebelumnya,” paparnya. []

Advertisement
Advertisement