April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Tunggakan Iuran Peserta dan Penggunaan Fasilitas Lebih Besar Dari Pada Iuran yang Terkumpul Disebut Menjadi Biang Tekornya Anggaran BPJS

2 min read

JAKARTA – Rencana kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun depan, ternyata disebabkan karena dua hal besar. Yakni tunggakan iuran dan penggunaan fasilitas yang lebih besar dari pada iuran yang terkumpul.

Menurut data dari Kementerian Keuangan, untuk peserta mandiri iuran yang terkumpul sepanjang 2018 hanya mencapai Rp8,9 triliun. Sedangkan fasilitas yang digunakan sebesar Rp27,9 triliun.

Pencetak defisit BPJS Kesehatan lainnya adalah kepatuhan peserta mandiri membayar yang rendah. Di tahun yang sama, mereka yang aktif membayar hanya 53,7 persen. Artinya, 46,3 persen dari peserta mandiri tidak disiplin membayar iuran alias menunggak.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti menjelaskan, akibat dari dua hal itu, pada 2018 BPJS Kesehatan defisit hingga Rp19,4 triliun. Kondisi inilah yang mendorong pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

“Tanpa dilakukan kenaikan iuran, defisitnya akan terus meningkat,” kata dia lewat pernyataannya, Minggu (08/09/2019).

Tahun ini, defisit diperkirakan akan mencapai Rp32 triliun. Tahun depan bisa naik menjadi Rp44 triliun. Pada 2021 defisitnya bisa melonjak jadi Rp56 triliun.

Jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per Juli 2019 mencapai 222 juta peserta.

Mereka dibagi dua jenis kepesertaaan, yakni peserta mandiri dan peserta penerima subsidi.

Untuk peserta mandiri, jumlahnya sekitar 88 juta orang. Mereka dibagi tiga jenis peserta Yaitu Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Bukan Pekerja (BP).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Dr dr Fachmi Idris kepada detikcom mengakui bahwa masalah defisit ini disebabkan karena iuran yang belum dibayarkan sesuai.

Fachmi menjelaskan, sepanjang tahun 2018, ada sekitar 12 juta jiwa atau 39 persen dari 31 juta PBPU yang tidak tertib membayar iuran.

“Kami akan door to door untuk meminta tagihan,” ucap Fachmi Idris di DPR, Senin (02/09/2019) lalu, seperti dinukil dari Tribunnews.com.

Sedangkan peserta penerima subsidi disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI). Nufransa menjelaskan, jumlah penerima bantuan ini lebih banyak dari peserta mandiri.

Menurut data Kementerian Keuangan, Pemerintah Pusat dengan APBN, menanggung iuran 96,6 juta penduduk miskin dan tidak mampu. Sedangkan Pemerintah Daerah, dengan APBD mereka, membayar iuran 37,3 juta orang yang tak mampu. Maka, total ada sekitar 134 juta jiwa yang iurannya dibayarkan oleh APBN dan APBD. [MNR]

Advertisement
Advertisement