July 27, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

112 PMI Di Tulungagung Menjadi Pasien HIV

2 min read

TULUNGAGUNG – Momen Hari AIDS Sedunia mengingatkan realitas bahwa penanganan HIV/AIDS harus dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari kegiatan sosialisasi, preventif, pengobatan, hingga rehabilitasi.

Dengan fakta tingginya jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA), permasalahan ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Dari keseluruhan kasus, 97 persen penyebaran HIV/AIDS melalui hubungan seksual.

Dinukil dari JPNN, HIV/AIDS bukan semata masalah kesehatan, tapi juga permasalahan sosial. Tak hanya persoalan moral, tapi juga kemanusiaan. Begitu kompleksnya permasalahan penyakit yang menyerang imunitas tubuh ini, tidak kalah kompleks dengan kontroversi yang mengirinya. Salah satunya mengenai penggunaan kondom dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

“Kontroversi akan selalu ada. Itu merupakan bagian dari dinamika. Namun jika hanya akan mengurusi kontroversi, lantas kapan bisa bekerja dan menghadapi fakta dan realitas yang terpampang nyata? Transmisi seksual menjadi penyebab terbesar penyebaran HIV/AIDS pada keseluruhan kasus,” kata pengelola penanggulangan AIDS pada Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Tulungagung Ifada Nur Rohmaniah, SPsi, MPsi.

Dengan mengetahui fakta hubungan seksual menjadi penyebab terbesar, lanjut Ifada, dapat diartikan bahwa banyak orang yang tidak setia dengan satu pasangan. Dari data yang ada, ODHA dari kalangan ibu rumah tangga (IRT) cukup tinggi. Ifada mengatakan, IRT merasa berada di zona nyaman sehingga mengesampingkan jika bisa saja pasangannya tidak setia dan ”jajan” di luar.

“Akumulasi data tahun 2006 hingga Oktober 2017 dari Klinik VCT Seruni berjumlah 2.246, berdasarkan jenis kelamin perempuan 45 persen, laki-laki 55 persen. Lima profesi terbanyak yakni tenaga nonprofessional atau karyawan 677, IRT 433, pekerja seks 223, wiraswasta 324, pekerja migran Indonesia (PMI) 112, buruh kasar 105,” beber Ifada.

Perempuan energik yang biasa disapa Ifada ini mengungkapkan, tentunya penggunaan kondom menjadi salah satu pilihan atau solusi dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS melalui transmisi seksual.

Terlepas dari segala kontroversi, lanjut Ifada, masyarakat seharusnya bisa berpikir kritis dan membangun positive mindset mengenai penggunaan kondom.

“Bila kemudian kondom dikaitkan dengan persoalan moralitas terkait seks bebas, ada atau tidak ada kondom, seks bebas akan tetap ada. Dan yang lebih penting adalah bagaimana mengubah situasi menjadi lebih baik tanpa mengesampingkan realitas yang ada,” jelas perempuan yang juga dosen ini.

Ifada mengakui, kondom tidak 100 persen menjamin menghindarkan penyebaran HIV/AIDS. Namun, telah banyak penelitian ilmuan menunjukkan kondom 80 persen efektif dalam mencegah penyakit menular seksual, termasuk transmisi seksual HIV.

“Jadi pada intinya, kondom hanyalah alat, salah satu upaya pencegahan terhadap penularan penyakit menular seksual. Artinya, kondom bukan satu-satunya solusi untuk permasalahan tingginya tingkat ODHA,” tandas Ifada.

Oleh sebab itu, penanggulangan HIV/AIDS tak hanya tugas pemerintah, tapi juga seluruh elemen masyarakat. Pemerintah melalui berbagai organ terkait, serta banyak lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pencegahan HIV/AIDS, getol menyosialisasikan rumus ABCDE.

Yakni, Absen (dengan tidak berhubungan seks saat jauh dari pasangan atau menahan diri bagi yang masih jomblo). Be faithful (tidak bergonta-ganti pasangan). Condom (memakai kondom saat melakukan hubungan seksual, terutama bagi yang berisiko tinggi). Drugs (tidak mengonsumsi narkoba), dan Education (aktif mencari informasi yang benar).

“Logikanya, dari rumus ABCDE, jika Anda tidak bisa menahan diri dan tidak bisa setia kepada pasangan Anda, gunakanlah kondom. Itulah realitasnya untuk pencegahan,” tandas Ifada. []

Advertisement
Advertisement