April 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

15 Tahun Hidup Tak Tentu Arah di Negara Penempatan

3 min read

BANJAR – Hidup di negara penempatan, bagi seorang pekerja migran Indonesia (PMI) sering dianalogikan dengan hidup berkecukupan, mewah dan penuh dengan kegembiraan. Hal tersebut sejatinya memang nyata dan terjadi, namun tidak setiap pekerja migran Indonesia mengalami dan merasakannya.

Tak seindah profil foto facebook, begitulah ungkapan yang sering digunakan untuk menggambarkan penderitaan di negara penempatan oleh atau untuk para pekerja migran Indonesia yang nasibnya kurang beruntung.

Seperti yang dialami oleh Tati Rohayati (59) seorang pekerja migran akhirnya bisa kembali pulang ke kampung halamannya di Siluman Baru, Kelurahan/Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar setelah 15 tahun bekerja di Malaysia.

Tati bisa kembali merasakan hangatnya cinta, kasih, dan sayang dari keluarganya. Tak lupa Tati pu menceritakan kisah pilu selama berkerja di Negeri Jiran.

Dalam curahan hatinya, Tati mengungkapkan bahwa selama 14 tahun berada di negeri orang, dia sering pondah-pindah majikan dan mendapat bayaran 60 ringgit. Tak sampai disitu, Tati sempat bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Tati mengkisahkah, saat kedatangannya di Malaysia 14 tahun yang lalu, dia langsung bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dia berangkat melalui agen penyalur.

Awalnya, Tati mengaku mendapat gaji sebesar 60 ringgit. Namun, lama kelamaan tak sampai 3 bulan bekerja, gajinya dari pihak agen yang membawanya tidak begitu jelas.

Bahkan, Tati pernah meminta agar gajinya dikirim ke anaknya. Tetapi tidak pihak agen tidak mengirim ke anaknya. Hanya satu kali saja yang dikirimkan, yaitu sebesar 1000 ringgit.

“Pernah saya minta kirim ke rekening anak saya, tapi nggak dikirim. Saya juga nggak dapat. Saya minta kirim lagi akhirnya pernah satu kali sebanyak 1000 ringgit,” kata Tati dikutip dari HR-Online, Minggu (05/06/2022).

Setelah adanya permasalahan tersebut, atas saran dari teman yang dia kenal akhirnya keluar dari tempat kerjanya itu. Dan kemudian Tati mencari pekerjaan di tempat yang lain sebagai pekerja serabutan.

Saat bekerja serabutan tersebut, dia tidak memiliki majikan tetap. Karena menurutnya, sistem kerjanya hanya menunggu panggilan orang yang membutuhkan jasanya sebagai pembantu rumah tangga.

Sementara terkait dengan bayaran selama menjadi pekerja serabutan, dia langsung mendapat upah setelah bekerja.

Adapun upah yang Tati terima hanya sebesar 10-20 ringgit dalam sekali kerja, dengan lama waktu kerja sekitar 1-2 jam.

“Belum sampai 3 bulan ada kawan. Dari situ saya diajak keluar, suruh kerja sendiri. Kerjanya bersih-bersih rumah, satu jamnya 10 ringgit,” tuturnya.

Lebih lanjut, Tati menceritakan, dirinya menjalani pekerjaan sebagai pekerja serabutan tersebut berlangsung cukup lama. Hingga akhirnya, salah seorang anaknya meminta agar dia pulang atau tidak menjadi Pekerja Migran Indonesia.

Tati pun mengaku bahagia bisa pulang ke kampung halamannya. Sebab, bisa berkumpul kembali bersama dengan anak-anaknya.

“Saya sedih kalau ingat di sana. Apalagi kalau sakit, nggak ada yang ngerawat, kawan semua bekerja. Alhamdulillah, sekarang sudah lega,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Banjar Sunarto melalui Pengantar Kerja Ahli Muda Bidang Penempatan Tenaga Kerja, Endi Apandi mengatakan, Tati berangkat dari Malaysia pada Rabu siang. Kemudian tiba di Kota Banjar pada Kamis sekitar pukul 02.30 WIB.

Sebetulnya, kata Apandi, kepulangan Pekerja Migran Indonesia tersebut di luar program anggaran yang ada.

Akan tetapi, sebagai tanggung jawab pemerintah atas warganya, maka pihaknya tetap mengupayakan hingga akhirnya yang bersangkutan bisa pulang.

“Bagaimanapun, kami tetap melaksanakan tanggung jawab pemerintah untuk penanganan itu. Baik PMI yang prosedural maupun non prosedural,” ucap Sunarto.

“Tentunya kepulangan pekerja migran tersebut juga tidak lepas dari koordinasi BP2MI, Kedutaan Besar RI di Malaysia. Kemudian juga bantuan dari sejumlah aktivis kemanusiaan di luar negeri,” tambahnya.

Sementara itu, perwakilan aktivitas Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Banjar, terpantau mengunjungi pekerja migran asal Kelurahan Purwaharja tersebut.

PMII Kota Banjar juga memberikan bantuan hasil penggalangan donasi yang dilakukan belum lama ini. []

Advertisement
Advertisement