72 Ribu Orang di Jawa Barat Menjadi ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)
CIANJUR – Penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menjadi salah satu hal yang tak bisa dikesampingkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar). Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, memperkirakan jumlah ODGJ di Jabar, mencapai 72 ribu orang. Bahkan ratusan orang di antaranya merupakan ODGJ pasung.
Perwakilan Dinkes Provinsi Jabar Rini Susiati mengatakan, angka ODGJ di Jabar tercatat 1,6 per 1000 penduduk. Dengan kata lain, dari jumlah 47 juta penduduk Jabar diprediksi pengidap gangguan jiwa mencapai 72 ribu orang.
“Yang sudah tercatat ada 42 ribu ODGJ tersebar di seluruh kabupaten/kota di jabar termasuk di Cianjur. Dari total tersebut diperkirakan jumlah ODGJ pasung mencapai ratusan orang, namun jumlahnya dimungkinkan masih lebih banyak,” katanya, seperti dilansir Antara, Rabu (13/2).
Selama ini, masih banyak warga yang berpikir memiliki anggota keluarga yang ODGJ merupakan aib dan beban. Mereka malu memiliki anggota keluarga yang gangguan jiwa, bahkan ada yang sampai tidak dimasukan dalam daftar kartu keluarga.
Pemprov Jabar terus mengupayakan penanganan dan pengobatan ODGJ, mulai dari sosialisasi hingga penyediaan layanan medis termasuk melakukan pembebasan pasung. Semua itu dilakukan karena target tahun 2019 bebas pasung belum tercapai.
“Masih banyak kabupaten/kota kesulitan menjalankan program tersebut. Tapi kami akan berupaya terus agar penanganan ODGJ dan pasung dapat ditangani secara optimal,” katanya.
Ketua Komunitas Sehat Jiwa (KSJ) Cianjur Nurhamid menerangkan, jumlah pengidap gangguan jiwa di Cianjur masih tinggi dan angka pasung diperkirakan ada 2 warga di setiap desa yang ada di wilayah tersebut.
“Kalau kita ambil perkiraan dari satu desa ada dua orang yang dipasung, totalnya 700 orang dan 20% di antaranya anak-anak. Jumlah tersebut mungkin lebih banyak karena selama ini banyak yang menyembunyikan keberadaan mereka,” katanya.
Sejak tahun 2009 pihaknya sudah membebaskan lebih dari 280 ODGJ pasung. Namun sebagian besar, mereka yang dibebaskan dan mendapat pengobatan ketika pulang ke rumahnya kembali mendapat perlakuan yang sama.
“Masih banyak korban pasung terutama untuk anak-anak karena ketidaktahuan warga terkait gangguan mental atau kejiwaan. Pasung dianggap solusi saat itu agar pengidap gangguan jiwa tidak meresahkan lingkungan,” katanya. [Nofa]