Ada Wirausaha Yang Buntung Dan Untung Saat Rupiah Melemah
Kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah hingga hari Selasa (4/9/2018). Pelemahan tersebut dikhawatirkan akan berdampak langsung terhadap industri yang bergantung pada bahan baku impor dalam proses produksinya.
Berdasarkan data perdagangan Reuters pada Selasa (04/09/2018) siang, rupiah bergerak ke level Rp14.920 per dolar, melemah 105 poin atau 0,70 persen dari nilai tukar kemarin sore, Senin (03/09/2018) yang berada di level Rp14.815 per dolar.
Chief Economist Bank Mandiri, Anton H. Gunawan, menilai sejumlah industri yang mengimpor bahan baku namun produknya dipasarkan di dalam negeri atau tidak berorientasi ekspor akan sangat terpukul akibat pelemahan rupiah.
Industri tersebut biasanya bergerak di bidang transportasi, farmasi dan produk botani, mesin dan perlengkapannya, serta tekstil.
“Industri yang memproduksi produk-produk kategori tersebut diumpamakan berwarna merah atau yang paling rentan terdampak tren depresiasi rupiah karena bahan bakunya sebagian besar berasal dari impor dan dipasarkan di dalam negeri,” ujar Anton dalam riset “Outlook Perekonomian Indonesia dan Global” dikutip Selasa (04/09/2018).
Sementara yang “lampu kuning” adalah industri yang memproduksi dan menjual barang-barang seperti elektronik, komputer, dan produk optik lainnya; alat-alat kelistrikan, produk dari kulit dan alas kaki; logam dasar; hingga produk pakaian.
Meski sektor industri tersebut rentan, Anton menekankan tetap harus dilihat secara lebih detil. Bisa saja ada perusahaan yang memang industrinya rentan karena impor bahan bakunya tinggi namun memiliki portofolio di sektor industri lain sehingga secara keseluruhan tidak terlalu terdampak oleh pelemahan rupiah.
“Ini tidak berarti perusahaan di sektor tersebut bahaya, tidak selalu begitu. Harus lihat mikronya seperti apa, ada portofolio di mana,” tutur Anton.
Industri yang selamat dari goncangan kurs
Namun, ada sejumlah industri yang justru diuntungkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tersebut.
Produsen makanan, furnitur, karet dan plastik, hasil tambang, serta produk kayu dan sumber daya alam lainnya, dinilai mampu bertahan di tengah gempuran kekuatan dolar. Hal itu karena sebagian dari industri tersebut saat ini tidak banyak bergantung pada bahan baku impor atau cenderung berorientasi ekspor.
Sebagai contoh, perusahaan tambang saat ini justru bisa menikmati keuntungan lebih akibat permintaan ekspor yang meningkat di tengah tren kenaikan harga komoditas.
Analis Artha Sekuritas Indonesia, Juan Harahap, masih melihat saham emiten tambang prospektif, karena harga komoditas masih tinggi.
Emiten tambang juga diuntungkan saat rupiah melemah, karena mayoritas pendapatan dari ekspor. Terlebih, adanya penambahan kuota ekspor batubara sebesar 100 juta ton.
“Pada semester kedua ini, cuaca sangat mendukung untuk menggenjot produktivitas,” ujar dia dalam Kontan, Selasa (04/09/2018).
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menilai fenomena ini seharusnya dilihat sebagai kesempatan, bukan sebagai tantangan bagi para eksportir.
Menurut dia, pemerintah akan membantu eksportir untuk mendorong kegiatan ekspornya. Upaya pemerintah dalam hal ini adalah memberikan insentif fiskal dan diversifikasi pasar.
“Kita mau membantu para eksportir meningkatkan diversifikasi produk maupun pasar. Kenapa kita harus pacu ekspor, karena kita ingin ekonomi kita tumbuh dan kesempatan kerja meningkat,” kata Sri Mulyani.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang dapat membantu menggairahkan ekspor di Indonesia, yakni kebijakan fiskal dengan meniadakan pungutan perpajakan pada industri pengolahan barang bertujuan ekspor.
Kebijakan itu diharapkan menimbulkan dampak rentetan (multiplier effect) berupa peningkatan investasi, peningkatan ekspor, dan terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Berbagai skema kemudahan fiskal yang telah diberikan, di antaranya Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) bagi perusahaan industri, serta Pusat Logistik Berikat untuk pasokan bahan baku kepada perusahaan industri.[Elisa]